Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Perbedaan Cara Pandang Terhadap Iman, Ilmu dan Maal

12 April 2023   09:18 Diperbarui: 12 April 2023   09:47 465 1

Perspektif atau cara pandang yang berbeda bisa memiliki kesimpulan yang berbeda pula. Seperti dua orang yang berselisih tentang sebuah angka, 6 atau 9 dengan melihat dari sudut pandang yang berbeda tentu berbeda pula kesimpulannya.

Dalam kehidupan keseharian pun begitu adanya, perbedaan cara pandang masih menjadikan seseorang tidak menghargai pendapat orang lain.

Perspektif orang tentang iman, ilmu dan maal (harta) itu pun berbeda. Apa sesungguhnya yang lebih utama dalam 3 hal tersebut, atau dengan kata lain mana yang lebih penting dari 3 perkara tersebut.

Iman, ilmu dan maalkah atau maal, ilmu baru iman? Tentu jawaban akan sedikit subjektif tergantung cara pandang orang tersebut terhadap definisi masing-masing istilah itu.

Sebelum lebih jauh, kita harus mengetahui dulu definisi masing-masing kata yang dipertanyakan tadi agar sedikit tergambar tentang manayang penting dan mana yang perlu didahulukan atau mana yang hanya sekadar pelengkap saja.

Berikut definisi secara umum:

1.     Iman adalah percaya, artinya jika seseorang mempunya iman berarti dia memiliki kepercayaan akansesuatu zat. Dan biasanya berupa hal yang bersifat supranatural. Dalam Islam seorang hamba wajib percaya kepada Allah, Malaikat-Nya, Para utusan-Nya, Kitab-kitab-Nya, Hari kiamat dan Qadha/Qadar-Nya. Semuanya itu termaktub sebagai rukun iman.

2.     Ilmu adalah pengetahuan seseorang terhadap suatu objek, contoh: ilmu psikologi, satu cabang  pengetahuan yang mempelajari  tentang kejiwaan. Orangnya disebut psikolog.Dan banyak sekali cabang ilmu pengetahuan. Seperti ilmu politik, ekonomi,budaya dan sebagainya.

3.     Maal (harta) adalah suatu benda baik bergerak atau tak bergerak yang memiliki fungsi sebagai alat tukaratau sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup. Seperti uang, mobil, tanah, rumah dan sebagainya.

Perspektif Islam

Berbicara tentang cara pandang Islam terhadap iman, ilmu dan maal mana yang harus menjadi prioritas seorang muslim, tentu saja kaum muslimin lebih memprioritaskan keimanan dari semua hal tersebut.

Keimanan terhadap rukun yang enam itu benar-benar menjadi fondasi akidah seorang muslim. Ketika salah satu rukun yang enam tidak terpenuhi maka bisa dibilang akidahnya cacat.

Namun Islam tidak menafikan terhadap ilmu/pengetahuan, bahkan ilmu/pengetahuan wajib dicari ke mana pun jauhnya.

Perkembangan Islam selalu dibarengi dengan kemajuan intelektual, Islam bahkan menjadi rujukan pengetahuan dunia di masa awal pertumbuhannya.

Berbagai disiplin ilmu eksakta ditemukan oleh sarjana-sarjana Islam. Seperti dasar algoritma, dasar kedirgantaraan, kedokteran, kimia dan sebagainya.

Perpustakaan dan study club menjamur masa pertengahan Islam, ribuan buku dicetak, para penulis berserakan. Bahkan penguasa Islam masa khalifah Harun Ar-Rasyid memberi harga yang istimewa bagi para penulis buku, harga tersebut adalah emas seberat buku.

Hakikatnya Islam tidak anti ilmu/pengetahuan bahkan pengetahuan menjadi wasilah untuk kemajuan Islam. Dan ilmu pengetahuan tetap harus ada di bawah kendali keimanan jangan sampai ilmu/pengetahuan melesat lepas meninggalkan keimanan.

Begitu pun tentang harta, Islam memandang harta sebagai media seseorang dalam mengabdi kepada Tuhannya yakni Allah subhanahu wataala.

Islam tidak anti harta apalagi memosisikan harta sebagai rival dalam kehidupan. Tak sedikit para sahabat nabi yang berharta. Di antaranya Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Abu Bakar As-Shidiq dan masih banyak sahabat lainnya.

Islam menuntut pengikutnya untuk berzakat, infak, shadaqah dan wakaf. Bagaimana jadinya jika seorang muslim tidak mempunyai harta tentuakan sulit menjalankan perintah itu semua.

Namun Islam mengajarkan hidup berkeseimbangan, boleh mengejar harta tapi jangan lupa akhirat. Tak lain harta (maal) hanya sebagai wasilah saja untuk mencari ridha-Nya.

Perspektif Hedonisme

Cara pandang hedonisme terhadap iman, ilmu dan maal tentu berkebalikan dengan cara pandang Islam.

Para hedonis lebih cenderung mementingkan kehidupan glamor, pesta-pesta dan hura-hura. Harta bagi mereka adalah teman setia, gaya hidup hedon selalu menjerat para pelakunya ke arah kerusakan moral.

Harta menjadi nomor satu untuk mereka kejar. Pandangan terhadap pengetahuan mungkin separonya saja. Tapi tidak menutup kemungkinan banyak para intelektual yang memiliki gaya hidup hedonis.

Namun sejatinya gaya hidup hedon ini sangat bertentangan dengan intelektualisme pelakunya.

Kadar keimanan para penganut hedonisme sangat diragukan, mengingat kebiasaan mereka yang anti aturan dan cenderung mengampanyekan gaya hidup mewah yang sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip agama.

Oleh karenanya jika kita tarik benang merah perbedaan cara pandang antara Islam versus hedonisme sangat terang sekali.

Perbedaan yang paling prinsipil antara keduanya adalah:Ajaran Islam lebih mendahulukan iman, ilmu kemudian maal, sementara hedonismelebih mendahulukan maal, ilmu lalu iman.

Perbedaan yang mendasar ini berakibat pula pada berbedanya perilaku keduanya. Karena saat cara pandang berbeda maka kesimpulan pun akan berbeda pula.

Boleh jadi apa yang dijelaskan di atas kental kesan subjektivitasnya, akan tetapi kita bisa memakai study komparatif dengan fakta yang terjadi di lapangan.

 

 

 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun