Tuhan tidak pernah takut akan wilayah terlarang, karena Dia sendiri yang menciptakannya. Bagi Tuhan, tentu tidak ada tempat terlarang, karena yang bersemayam dalam tempat itu adalah manusia. Oleh karena itu Ia tidak akan sungkan untuk mendiaminya. Bahkan Tuhan terlalu sayang terhadap makhluknya, sehingga dalam keadaan kotor pun ia tetap membasuh jiwa-jiwa yang selalu rusuh. Ia tetap bersemayam dalam jiwa-jiwa yang dianggap kotor oleh sang Makhluk. Tuhan tidak akan pernah meninggalkan siapa yang membutuhkannya. Di dalam diri perompak, koruptor, pengkhianat, pelacur, para penentang-Nya, dan orang-orang yang dianggap hina oleh manusia Tuhun tidak bosan untuk memberikan insfirasi bahkan mengajaknya kembali ke jalan yang benar. Buku ini merupakan hasil penelitian Nur Syam, Guru Besar Ilmu dakwah yang menjabat sebagai Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya. Nur Syam mengeksplorasi dilemma kaum pelacur di lokalisasi Surabaya; Wonokromo, Moroseneng dan Dolly. Ia memasuki bilik-bilik sang Pelacur, bagaiamana juga keadaan bilik hati(
god spot) para pelacur yang terhubung langsung dengan bilik Sang Pencipta yang tidak pernah mengajarkannya untuk melacurkan dirinya kecuali kepada Tuhan. Ada sebuah anggapan yang aprioristic bahwa pelacur adalah orang-orang pinggiran dari perilaku keberagamaan. Ia dikonstruksi sebagai perempuan malam, nakal, lonte, sundal, ublag, bondon, penjaja seks-mereka adalah orang yang terbuang dari kelompok masyarakat terhormat. Padahal, seperti dikatakan oleh Syam (hal. 7) pelacur sama halnya seperti manusia membutuhkan Tuhan yang misterius serta butuh melakukan amal baik. Hal ini ternyata terbukti dari hasil penelitian Prof. Nur Syam terhadap para pelacur di tiga tempat yang telah disebutkan; Wonokromo, moroseneng dan Dolly. Dibantu oleh 2 asistennya, Nur Syam mampu mengungkapkan sisi terdalam dari Pelacur. Bagi kebanyakan Pelacur, profesi ini merupakan pilihan pahit untuk dijalaninya, karena jika mempunyai kemungkinan mereka menginginkan pekerjaan yang layak. Latar belakang kenapa seseorang menjadi pelacur, Syam mengungkapan bahwa rata-rata pelacur adalah orang yang memiliki masalah dalam hidupnya; diselingkuhi suami, cerai lalu patah hati, kawin paksa, tidak diperhatikan suami, dijual keluarga, atau diperkosa. Dari sekian pelacur yang terpaksa terjuan ke dunia yang dianggap kotor dan hitam tersebut, muncul kesadaran baru diantara salah satu dari mereka, yang kemudian menjadi aktifis pelacur yang melakukan penyadaran terhadap para pelacur. Tidak hanya pelacur yang bertobat dan menjadi aktifis yang melakukan advokasi terhadap para pelacur, tidak sedikit juga mucikari yang bertaubat karena ingat akan dosa dan mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Tuhan. Bahkan ada pula mucikari yang telah menunaikan ibadah haji setelah ia bertobat.
Agama bagi para pelacur Para pelacur membutuhkan kehidupan spiritual. Namun karena kegiatannya para pelacur, seringkali kebutuhan ini tidak terpenuhi. Meski demikian tidak sedikit dari kaum pelacur yang senantiasa mencoba untuk memenuhi gelegak spiritualnya. Yanti walaupun setiap harinya selalu melayani kebutuhan syahwat laki-laki yang bukan seharinya, setiap malam jumat selalu membaca ayat suci Al-Qur'an bahkan sebelumnya ia melakukan sholat malam. Yanti mengaku bahwa ia sangat tertekan dengan pekerjaannya tersebut, oleh karena itu ia tidak putus asa untuk tetap berdoa agar hidupnya bisa berubah dan dosanya diampuni. Ia pun setiap hari jumat selalu bersedekah ke masjid terdekat. Di samping Yanti ada juga Wiwit, ia setahun sekali sholat, setiap datang bulan ramadhan. Ia mengaku ibadahnya tersebut untuk tabungan dari pada tidak sama sekali. Ada juga lilis yang jika di siang hari, saat ramadhan tiba, secara rutin menjalankan puasa dan tidak menerima tamu di siang hari, tetapi di malam hari ia tetap menerima tamu tetapi dibatasi.Ada juga Yanti yang setiap setahun sekali, setiap bulan Ramadhan, tobat dan menjalankan puasa, tetapi setelah sebulan ia kembali lagi menjadi pelacur.
Dramaturgi Transendental Pelacur Pelacur adalah manusia multidimensi, ia merumakan makhluk yang kompleks. Mereka harus menampilkan diri dalam berbagai wajah di saat hatinya sedang risau dan tertekan, ia harus tetap tersenyum untuk melayani pelanggan. Tentu saja hal tersebut menjadi paradox bagi mereka. Ini menunjukan adanya ketegangan antara apa yang ada dalam dirinya dengan apa yang ditampilkannya. Panggung depan (
front stage) atau apa yang ditampilkan belum tentu menggambarkan panggung belakangnya (
back stage). Akan tetapi kebanyakan orang hanya melihat sesuatu dari tampilan luarnya saja dan menampikan dunia terdalam. Oleh karena itu banyak orang terkecoh dengan kenyataan tersebut. Ketika orang melihat seseorang menjadi pelacur maka konstruksi yang muncul adalah perempuan kotor, sampah masyarakat, tak bermoral, penuh dosa. Tidak heran jika para pelacur menjadi bahan gunjingan, olok-olok, cercaan, dan hinaan. Itulah dunia panggung depan. Sementara itu kebanyakan orang tidak melihat sisi terdalam dari pelacur, sisi yang sangat hening atau panggung belakang (
back stage). Dunia panggung belakang merupakan dunia yang tersembunyi. Secara residual seseorang akan menjadi dirinya sendiri sehingga akan terjadi jarak peran yang dimainkan oleh seorang dengan konstruksi penonton di samping juga terdapat tindakan-tindakan imitative. Di dunia panggung belakang itulah seseorang akan menemukan dunianya sendiri dan dirinya. Di sinilah pelacur berkomunikasi dengan dirinya sendiri, dengan dunia sepinya dan juga dengan Tuhannya, tanpa mesti diumbar. Haruskah kita memandang sebelah mata dan tetap menganggap kotor mereka? Alih-alih melakukan advokasi terhadap mereka atau melakukan sesuatu yang berarti buat mereka...
Judul : Agama Pelacur Penulis : Prof. Dr. Nur Syam Penerbit : LKiS Yogyakarta Tebal : 199 halaman Tahun : Oktober, 2010
KEMBALI KE ARTIKEL