Orangtua pun kemudian bercerita tentang adanya riwayat keluarga yang kebanyakan terlambat bicara semenjak kecil. Keterlambatan bicara tersebut salah satunya terjadi pada adik dari pihak ayah, namun menurut mereka toh pada akhirnya bisa menjadi orang sukses. Dari cerita itulah orangtua merasa bahwa anaknya sedang mengalami hal yang sama dengan pamannya, mereka tetap menyangkal bahwa anaknya kini sebenarnya bermasalah.
Pada saat observasi, tampak anak bolak-balik memanjat sofa dan meja, kemudian saat dilarang oleh orangtuanya sang anak pun terdiam sejenak, tapi setelah itu kembali seperti semula.
Pada sesi konsultasi yang sama, saya pun kemudian mencoba memaparkan penjelasan mengenai beberapa gejala ADHD secara lebih rinci. Setelah menyimaknya secara seksama, barulah orangtua mulai berpikir dan merasa anaknya berbeda dengan anak lain dan bukan sekedar karena cara belajar yang berbeda.
Berdasarkan kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa anak mengalami gejala ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Diorder) yang tidak disadari oleh orangtuanya. Perlu kesadaran orangtua untuk mengenali gejala ADHD sejak dini, karena jika tidak akan berdampak serius dalam prestasi belajar dan akademik, juga di dalam berkembangnya perilaku destruktif. ADHD dapat berkembang menjadi remaja/dewasa dengan ADHD menetap yang akan menganggu fungsi sosial dan pekerjaannya. Berdasarkan data, 20%-40% anak ADHD ketika remaja dapat berkembang menjadi gangguan tingkah laku (conduct disorder) dan 10%-20% menjadi gangguan kepribadian anti-sosial (personality disorder)/psikopat.
Lalu bagaimana cara mengenali ADHD? di bawah ini dipaparkan gejala ADHD secara umum yang dapat menjadi referensi orangtua untuk segera merujuk ke profesional jika mendapati anaknya memiliki gejala berikut :
- Anak sulit sekali belajar