Barangkali kerna banyak pikiran yang mengganjal—dalam otaknya, Goban menjadi begitu pemarah dan mudah disulut oleh omongan-omongan orang. Juga hasutan dari teman-temannya yang memang suka mengomporinya.
Sore itu, tepatnya di warung kopi jalan Mantraman, dia bersama teman-temannya mendiskusikan perihal buku-buku, novel, jurnal, antologi cerpen, puisi dan lain sebagainya.—maklum saja, dia merupakan orang yang cukup dipandang oleh teman-temannya untuk sekedar berdiskusi perihal karya-karya para pendahulunya.
Sore itu langit begitu cerah, semburat senjapun mengisyaratkan ketentraman yang teramat sangat. Namun, senja tetaplah senja, dan Goban tetaplah Goban yang mudah disulut api emosinya.
***