Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Kamuflase Informasi Deforestasi Indonesia

7 Juni 2020   15:39 Diperbarui: 7 Juni 2020   16:03 275 2
Upaya korektif pemerintah di sektor kehutanan, salah satunya berhasil menekan laju deforestasi tahunan Indonesia yang berkurang signifikan dari 3,5 juta ha dalam periode 1996-2000, turun tajam menjadi 0,44 juta ha.

Namun 'good news' ini sayangnya jarang terpilih sebagai judul, lead pembuka, ataupun bahkan pada paragraf penunjang.

Kamuflase Informasi Karhutla

Kamuflase informasi berkaitan dengan deforestasi sangat sering dikaitkan dengan sajian data kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Indonesia.

'Good news' bahwa Indonesia mampu menekan karhutla pada skala masif pasca kejadian 2015, tetap dinilai kurang menarik untuk diangkat jadi judul utama.

Selama empat tahun yakni periode 2015-2019, karhutla tercatat membakar 5,4 juta ha. Relatif lebih rendah bila dibandingkan luasan area terbakar pada kejadian Karhutla tahun 1997/1998 yang mencapai 11 juta ha, karhutla 2006 yang mencapai 10 ha, atau realitas bahwa pada kurun waktu satu tahun saja di 2015 area terbakar mencapai 2,6 juta ha.

Jarang sekali ada sajian informasi membandingkan kerja keras Indonesia mengendalikan karhutla 2019, dengan karhutla di negara seperti Kanada (1,8 juta ha), Amerika Serikat (1,9 juta ha), Amazon, Brazil (2,2 juta ha), Siberia (6,7 juta ha), dan Australia seluas hampir 12 juta ha.

Padahal pada masa itu Indonesia dengan tantangan geografis, SDM pemadaman, dan lanskap pemilik salah satu gambut terluas di dunia, di 2019 mengalami Karhutla seluas 1,6 juta ha, setelah pada 2016-2018 berhasil menekan Karhutla hingga rata-rata 80-90 persen dari kasus 2015.  

Termasuk soal sajian informasi asap lintas batas (Transboundary Haze Pollution). Setelah kejadian 2015, hanya satu kali terjadi asap lintas batas ke negara tetangga Singapura dan Malaysia di tahun 2019, itupun hanya beberapa saat saja.

Saat itu banyak yang mengusung adagium 'bad news' secara masif dengan narasi kegagalan Indonesia mengatasi karhutla, daripada mengedepankan upaya-upaya pengendalian yang terus dilakukan tanpa henti. Asap yang melintas hitungan hari membuat banyak pihak terlupa bahwa sepanjang tahun 2016-2018, negara tetangga selalu mendapat asupan oksigen lebih dari keberhasilan Indonesia mengendalikan Karhutla.

Padahal bila ''good news'' dikedepankan, akan mampu membentuk kepercayaan publik pada kesungguhan dan keberhasilan Indonesia melakukan intervensi kebijakan perlindungan gambut, dan perubahan paradigma kerja dari pemadaman ke pengendalian yang telah membawa Indonesia pada fase baru penanganan Karhutla. Bahkan lebih hebat dari negara lainnya di dunia.

Good News: Nasionalisme

Nasionalisme adalah paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri. Membangun komunikasi publik yang baik dengan orientasi good news (berita baik) juga sangat penting artinya untuk membuktikan bahwa negara hadir di tengah rakyatnya.

Kamuflase informasi yang secara terus menerus dan gagal dipahami publik, akan bermuara pada rendahnya kepercayaan atas kemampuan negara meski sudah menjalankan sistem nilai good governance.

Publik dikhawatirkan cenderung percaya pada kalangan luar, dan menafikan pencapaian yang dilakukan putra putri terbaik Bangsa. Paham-paham kolonialisme begini tentu sangat berbahaya bagi nasionalisme bahkan kedaulatan kita sebagai bangsa besar.

Meski masih jauh dari berbagai target ambisius, Indonesia tengah berada di jalur yang benar dalam hal pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Banyak capaian diraih bukan karena kerja pemerintah semata, namun juga kerja keras seluruh komponen masyarakat. Ini perlu dijaga dengan rasa percaya dan saling mendukung sesama anak Bangsa.

Informasi yang tidak tepat, apalagi disampaikan secara berulang-ulang, akan dipercaya sebagai kebenaran. Sebaliknya, informasi yang tepat bila tidak pernah disajikan dengan jujur, maka kebenaran hanya akan ekslusif dinikmati mereka yang paham saja.

Saatnya kita menyampaikan pendapat dan kritik dengan jujur, serta tidak hanya berfokus pada narasi-narasi negatif tentang Bangsa kita sendiri.

Mengutip pendapat pengajar psikologi dan sains kognitif dari Universitas Sheffield, Tom Stafford: Alasan kenapa berita berpusat pada hal-hal negatif karena berhubungan dengan insting ketakutan manusia.

Apa yang didapat dari menakut-nakuti Bangsa sendiri? Siapa yang akan menangguk untung dari rasa takut ini?

Mari kita lawan ketakutan dengan membangun optimisme sebagai bagian dari Bangsa yang besar. Tetaplah bangun narasi-narasi positif. Karena di luar sana, belum tentu juga ada yang sehebat Indonesia.
___
*Mantan Pemred Pekanbaru Pos dan JPNNTV, Tenaga Ahli Menteri LHK, Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, Riau.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun