DR.TERAWAN, TIME IS YOURS
Penulis : Dr.Abidinsyah Siregar,DHSM,MBA,MKes
(Sekretaris KKI 2006- 2008/ Ketua IDI Cab. Medan 2003- 2005/
Ketua PB IDI 2006- 2009/ Majelis Pakar PB IDI).
Muktamar XXXI IDI di Banda Aceh sudah berakhir pada 25 Maret 2022.
Muktamar yang dihadiri sekitar 1.700 orang, menjadi Muktamar dengan peserta terbanyak dalam sejarah kehadiran peserta selama 30X Muktamar IDI sebelumnya sejak Tahun 1950.
Banyak Keputusan penting diambil dalam forum kekuasaan tertinggi Organisasi IDI. Selain Penetapan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IDI. Juga Program Kerja Strategis IDI dalam Periode 2022-2025.
Selain terpilihnya tokoh old crack Dr.Slamet Budiarto, SH,MH menjadi Ketua Terpilih. Sekaligus penetapan Ketua Terpilih Muktamar XXX Dr.M.Adib Khumaidi, Sp.OT dikukuhkan menjadi Ketua Umum PB IDI Periode 2022-2025.
Diluar hal rutin strategis, terjadi pengambilan Keputusan dalam forum Muktamar XXXI atas kasus etik yang dikenakan kepada sejawat Dr.Terawan Agus Putranto, Sp.Rad yang sudah direkomendasikan sejak Muktamar terdahulu, yang proses nya sudah berjalan sejak tahun 2013. Sudah berulang berganti Ketua Umum PB IDI dan MKEK, masalah tidak terselesaikan.
Putusannya Pemberhentian keanggotaan Permanen atas Dr.Terawan sebagai Anggota IDI itu merupakan kehendak seluruh peserta Muktamar. Selanjutnya memerintahkan kepada Ketua Umum PB IDI untuk mengeksekusi dan menetapkan dalam 28 (dua puluh delapan) hari. Persisnya itu akan jatuh pada tanggal 22 April 2022.
KEDUDUKAN TESTIMONI DALAM DUNIA KESEHATAN
2 (dua) minggu setelah Putusan Muktamar IDI, berbagai peristiwa penting terjadi.
Ada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi IX DPRRI dengan Pengurus Besar IDI pada 4 April 2022.
Juga ada TVShow Hotroom yang digawangi Bang Hotman Paris Hutapea, yang mengangkat judul "Ada Apa Dengan Terawan?".
Selain berbagai pemberitaan dan opini lewat berbagai media, termasuk mediasosial yang percakapannya lebih banyak out of context, karena bukan ahli, bahkan boleh jadi tidak mengerti apa yang dibicarakan dan dikomentari.
Juga banyak testimoni tokoh.
Tentang Testimoni, Penulis saat ditugaskan menjadi Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional Alternatif dan Komplementer Kemenkes RI (2011- 2013), sudah harus menertibkan Testimoni masyarakat, tokoh dan figure yang mengaku hanya dengan minum atau ditangani sekali duakali sudah mengaku sembuh dari berbagai penyakit seperti Stroke, Kanker, Jantung, Penyumbatan Pembuluh Darah, Penyakit Ginjal dan lain-lain.
Barang kali masih ingat ada Taong Fang, Jeng Anu, Tong Reng Fang, dan banyak lagi, yang setiap jam muncul tayang dilayar TV Nasional dan TV Lokal.
Mengapa testimoni sangat tidak dibenarkan dalam dunia kesehatan, apalagi sampai dipublikasikan.
Masalah kesehatan tidak bisa digeneralisasi, dipersamakan satu kasus dengan kasus lainnya, penyakit bersifat individual. Tanda dan Gejala boleh jadi sama, tetapi akar masalah berbeda, dan kondisi fisik, psikis dan social setiap orang juga berbeda.
Testimoni tidak bisa mewakili pembuktian ilmiah cara pengobatan, sebanyak apapun testimoni itu.
Justru yang terjadi dapat menyesatkan masyarakat.
Dalam Permenkes No.1787 Tahun 2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan, tidak diperbolehkan antara lain memberikan pernyataan yang tidak benar, termasuk antara lain mempublikasikan metode, obat, alat atau tehnologi baru yang keamanan dan manfaatnya masih diragukan dan belum terbukti.
Dengan pendekatan komunikatif, persuatif dan tegas Tim Kemenkes bekerjasama dengan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), mendatangi satu demi satu penyelenggara pelayanan dan lembaga penyiaran/ TV dan Radio.
Sehingga dalam 6 (enam) bulan semua publikasi bentuk testimoni bersih tidak muncul lagi.
Dalam dunia Kedokteran (Konvensional dan Tradisional), mengiklankan yang pasti dan sudah teruji pun tidak dibenarkan secara etik.
Dalam pengobatan pada pelayanan kesehatan Tradisional pun tidak dibenarkan, karena segala sesuatu yang digunakan sebagai bahan atau cara pengobatan yang belum terbukti secara ilmiah atau uji klinik seperti dibidang Kedokteran Konvensional, tidak dibenarkan dan tidak diakui kebenarannya, bahkan bisa menyesatkan masyarakat, sebelum dilakukan Uji Pre Klinik dan dilanjut Uji Klinik kepada manusia sesuai protocol yang berlaku.
Kecuali yang bersifat empirik, yaitu suatu kebiasaan yang turun temurun.
Jika kini kembali muncul testimoni macam-macam, tentu Kementerian Kesehatan dan KPI harus segera memberikan pencerahan.
RDPU KOMISI IX DPR RI
RDPU Komisi IX DPRRI pada 4 April yang bisa diikuti masyarakat lewat live streaming terdengar bagai sedang menyidangkan PB IDI.
Seluruh anggota dan Pimpinan Komisi IX mencecar PBI IDI. Tampak PB IDI tenang-tenang adem saja.
Akhirnya setelah mendengar Tanggapan singkat PB IDI yang disampaikan Ketua Umum PB IDI, yang meminta pengertian Komisi IX bahwa apa yang terjadi adalah masalah Internal IDI, hal yang biasa terjadi.
Minta DPRRI memberi kesempatan untuk penyelesaian secara Internal.
Dr.Adib, Ketua Umum PB IDI menambahkan Justru banyak masalah besar lainnya yang perlu difikirkan IDI dan tentu juga DPRRI untuk membantu Pemerintah seperti masalah maldistribusi (kesenjangan ketersediaan Dokter antar wilayah) dan kurangnya perhatian Daerah terhadap Insentif pengabdian Dokter di Daerah.
Rapat yang berlangsung sejak sore dan berakhir pukul 20.35 WIB ditutup Pimpinan Rapat yakni Wakil Ketua Komisi IX DPRRI Ibu DR.Hj.Nihayatul Wafiroh,MA dengan 3 point kesimpulan yang intinya Komisi IX DPRRI memberikan apresiasi atas Presentasi PB IDI dan meminta PB IDI Bersama Dr.Terawan Agus Putranto,Sp.Rad (K) secepatnya menyelesaikan perbedaan terkait penerapan Etika Kedokteran secara kekeluargaan.
TVSHOW BANG HOTMAN SANGAT JELAS MELIHAT KESENJANGAN KOMUNIKASI
Dalam TVShow "HOTROOM" yang digawangi Bang DR.Hotman Paris Hutapea,SH,LLM,M.Hum berjudul "Ada Apa Dengan Terawan", hadir langsung Dr.HR.Agung Laksono (Anggota Wantim Presiden RI) yang bercerita 2 kali mendapat "semprotan" terapi DSA atau cuci otak.
Juga narasumber lainnya DR.Saleh Partaonan Daulay,M.Ag,M.Hum,MA (Anggota DPRRI, juga pernah mendapat terapi DSA), Dr.Iwan Ariawan,MSPH (Biostatistik Uji Klinik/FKM UI) dan DR.Dr.Theresia Monika Raharjo, Sp.An, KIC, M.Si, MM, MARS (inisiator Terapi Konvalesens/ Dosen Kopertis Wil.IV/ Dirut RS UKM). Semenara Dr.Pandu Riono, MPH, Ph.D (Epidemiolog UI/ Peneliti) hadir secara Virtual.
Dalam penjelasan Dr.Pandu Riono, berulang menegaskan dalam acara HOTROOM bang Hotman Paris, mengungkapkan kesungguhan IDI untuk membantu Dr.Terawan menghadapi Rekomendasi MKEK IDI (2018), yakni menunda pengenaan Sanksi Etik.
Juga Menteri Kesehatan Prof Nila Moeloek (2014-2019) membentuk Tim Ahli bersama Balitbang Kemenkes untuk membantu Dr.Terawan melakukan membuktian ilmiah dan memfasilitasi Uji Klinik atas terapi Cuci Otak yang di praktikkan.
Bang Hotman yang selalu meledak-ledak dan sering membandingkan dengan Hukum Acara Pidana atau Perdata, minta pembuktian kesalahan Terawan dengan kewajiban IDI membuktikan secara ilmiah bahwa praktik cuci otak Dr.Terawan salah.
Pandangan itu dibantah narasumber lain Dr.Iwan Ariawan maupun Dr.Theresia Monica yang mengatakan dalam Bidang Kedokteran modern, harus dibuktikan oleh Dokter yang menggunakan terapi itu melalui uji klinik, bukan oleh IDI dan bukan dengan testimoni.
Terobosan Dr.Terawan adalah inovasi dan keberanian, maju selangkah dari standar penggunaan DSA dari semula untuk membantu Diagnosa menjadi Treatmen (Pengobatan).
Untuk digunakan dalam Treatmen inilah perlu ada pembuktian ilmiah sesuai Protokol baku yang berlaku pada semua disiplin Ilmu Kedokteran Modern.
Dalam kasus Etik Kedokteran, pembuktian secara benar dan prosedural bukan dilakukan oleh Organisasi Profesi seperti IDI.
Pelaku harus membuktikan kebenaran ilmiahnya sesuai ketentuan Profesi dan prinsip dasar Ilmu Kedokteran modern.
Banyak muncul pernyataan para ahli yang bicara tentang DSA yang katanya sudah dilakukan sejak puluhan tahun sebagai metode Diagnostik, bukan Treatmen.
Selama ini, banyak kasus Etik bisa dan biasanya diselesaikan dengan mudah melalui komunikasi yang hangat dari para pihak yang terlibat.
Beberapa hari ini muncul pula Banner dan Flyer dari Organisasi Profesi Spesialis yang menyatakan dukungan kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Dorongan Komisi IX DPRRI agar terbuka Komunikasi kekeluargaan dan bermartabat, selayaknya disambut bersama PB IDI dan Dr.Terawan.