Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Konsekuensi dari Menyebut Manila sebagai "Provinsi dari Negara China"

21 Agustus 2020   20:52 Diperbarui: 21 Agustus 2020   20:41 107 29
Sejauh ini, negara Filipina dan negara China mempunyai hubungan bilateral yang aman-aman saja. Perbedaan perspektif memang ada. Terlebih khusus persoalan tapal batas di Laut China Selatan.  Selebihnya, relasi kedua negara ini berlangsung aman terkendali.

Namun, sebuah persoalan kecil mencuat ke permukaan beberapa hari ini. Entah apa yang merasuki sebuah produk kecantikan hingga mereka menulis di salah satu produk mereka bahwa Manila merupakan provinsi dari China (GMA News. 20/8)

Sontak saja, hal ini mendapat reaksi keras dari pemerintah Filipina. Siapa pun pastinya sulit menerima apa yang dilakukan itu. Toh, negara Filipina dan China adalah dua kedaulatan berbeda, dan seyogianya mesti ada saling penghargaan di antara satu sama lain.

Bahkan beberapa pihak meminta pemerintah melakukan investigasi atas apa yang dilakukan itu. Pasalnya, produk tersebut merupakan buatan China, tetapi itu didistribusikan secara lokal di Manila. Terlepas dari hal ini, reaksi pemerintah Filipina atas apa yang terjadi terbilang tepat.

Bayangkan, jika hal yang sama dilakukan di Indonesia. DKI Jakarta, misalnya, disebut sebagai provinsi dari China. Tentunya, kita akan bereaksi keras. Bahkan aksi demonstrasi pun mungkin sulit terhindarkan.

Barangkali hal seperti itu menjadi persoalan sangat serius dan sensitif. Lihat saja, berita hoaks tentang foto seorang yang berpakaian mirip ala etnis Tionghoa di mata uang baru 75 ribu.

Hal ini menjadi perdebatan masyarakat. Padahal, apa yang dilihat itu tidak benar. Entah apa yang menyebabkan orang-orang terjebak pada kesesatan berpikir. Seorang bocah dikira mengenakan pakaian etnis Tionghoa.

Walaupun hoaks, tidak sedikit orang yang bereaksi keras. Apalagi jika ada produk kesehatan seperti di Manila, yang mana menulis jika Manila adalah provinsi dari China. Pasti reaksinya jauh lebih keras lagi.

Tentunya, apa yang dilakukan oleh produk kecantikan itu seperti bentuk sebuah penghinaan.  Filipina dan China adalah dua negara yang masing-masing berkedaulatan. Penghargaan antara sesama negara menjadi hal yang paling mendasar dari relasi bilateral di antara kedua negara.

Lantas, apa akibat dari perusahan kesehatan tersebut? Pemerintah kota Manila langsung beraksi. Tidak tanggung-tanggung, tempat yang mendistribusikan dan menjual produk itu langsung disegel. Bahkan pemerintah berjanji mengecek ijin pengoperasiannya.

Saya sepakat dengan langkah ini. Ini merupakan langkah untuk menunjukkan jika Filipina sebagai sebuah sebuah adalah negara berkedaulatan yang mesti dihargai oleh bangsa lain.

Selain itu, apa yang dilakukan oleh perusahan kesehatan itu bisa menyulut reaksi yang negatif di tengah masyarakat. Bersyukur masyarakat tidak turun ke jalan dan melakukan demonstrasi besar-besaran tentang persoalan itu. Rupanya, langkah yang ditempuh oleh pemerintah sudah menjadi langkah yang tepat di mata masyarakat.

Persoalan menyebut Manila dan bahkan Filipina sebagai provinsi dari China menjadi perhatian banyak pihak. Bukan kali ini saja, hal yang serupa terjadi. pernah di tahun 2018, sebuah spanduk tertulis, "Welcom to the Philippines, Province of China." Spanduk ini ditempatkan di beberapa titik di Manila (GMA News 20/8).

Seperti di Indonesia, di Filipina juga pernah mempersoalkan kehadiran tenaga kerja asing, terlebih khusus yang berasal dari China. Namun, persoalan ini coba diklarifikasi oleh pemerintah. Tentunya, sebagai tuan tanah kehadiran mereka perlu dipertanyakan agar itu tidak menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat.

Kedaulatan negara harus dijaga sekaligus dihormati oleh bangsa lain. Kemajuan sebuah negara tidak serta merta menjadi kesempatan menganggap rendah bangsa lain.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun