Paling kurang, kita masih bisa berkomunikasi dengan tetangga di depan, samping dan belakang rumah kita. Atau juga berkomunikasi dengan tetangga sekompleks, walau waktu hanya sementara dan ruangnya dibatasi.
Tetangga menjadi orang terdekat yang bisa secara fisik hadir di hadapan kita. Kalau lewat media sosial, kehadiran teman-teman medsos kita sangat terbatas.
Lewat relasi kita dengan tetangga, kehadirannya itu bisa menjadi nyata. Dengan ini pula, perhatian bisa terekspresikan secara riil.
Sambil mematuhi aturan social/physical distancing, kita mungkin berkesempatan untuk berbagi kabar dan cerita dengan tetangga. Hal itu bisa berupa suka dan duka selama masa pandemi.
Dengan ini, situasi bosan tinggal di rumah bisa mencair karena bertegur sapa dan berbagi kisah dengan tetangga yang kebetulan kita temui. Bahkan kita mungkin merasa kalau kesulitan yang kita hadapi dialami juga oleh para tetangga. Ataukah, kesulitan mereka melebihi apa yang kita alami.
Tidak hanya itu, lewat berelasi dengan tetangga kita belajar tentang seni membagi dan menerima. Barangkali selama pandemi ini, ada tetangga yang mau berbagi kelebihan yang dimiliki dengan kita yang berada di sekitar rumahnya.
Salah satu tetangga saya di belakang rumah begitu sering membagi makanan kepada orang-orang yang bertugas di checkpoint. Letak checkpoint itu tidak terlalu jauh dari lingkungan kami. Sekitar 100 meter saja.
Hampir tiap pekan dia memasak dan memberikannya itu kepada orang-orang yang bertugas di checkpoint. Jadinya, mereka yang berada di checkpoint, walau berasal dari tempat-tempat yang berbeda, merasa dekat dengan tetangga tersebut. Karena ini pula, terjadi persaudaraan yang disebabkan oleh perhatian di antara satu sama lain.
Atau juga, kita mungkin menerima bantuan-bantuan tertentu dari tetangga kita di sekitar rumah. Selama sebulan lebih berada dalam situasi masa karantina, saya sendiri beberapa kali menerima bantuan dari tetangga di sekitar rumah.
Rupa bantuannya berbeda-beda. Bahkan masker yang saya kerap pakai kalau keluar rumah merupakan pemberian dari tetangga.
Dengan ini, saya merasa tidak berkurangan. Malah berkelimpahan, bukan saja soal barang, tetapi perhatian dari tetangga. Perhatian itu semakin menguatkan persaudaraan saat berada di tengah situasi krisis meskipun secara umum kami berasal dari latar belakang yang berbeda.
Di balik pengalaman ini, saya juga berpikir tentang apa yang saya bisa bantu kepada beberapa tetangga di kompleks kami. Saya mencari tetangga yang secara ekonomi sangat berkekurangan. Karena kekurangan itu, mereka tidak bisa memiliki kemampuan untuk mempunyai makanan.
Setelah itu, saya memberikan bantuan beras. Jumlah bantuannya tidak terlalu banyak. Tetapi bantuan itu membuat relasi antara saya dengan mereka semakin dekat. Mereka juga merasa kalau saya adalah tetangga mereka.
Tetangga merupakan saudara dan saudari kita selama masa pandemi. Persaudaraan ini menjadi kuat kalau kita memupuknya lewat sebuah relasi yang kita bangun setiap hari.
Hemat saya, perhatian yang dialami selama masa pandemi ini tidak lepas dari relasi yang sudah terbangun sebelumnya. Tanpa adanya keakraban dan perhatian pada relasi sebelumnya, boleh jadi perhatian selama masa pandemi ini akan tidak terjadi.
Di tengah masa pandemi, kita sebenarnya melanjutkan upaya kita untuk memupuk relasi persaudaraan antara tetangga yang sudah terbangun sebelumnya. Malahan, itu bisa menjadi momen untuk menguatkan persaudaraan yang telah terjadi.
Tetangga yang berkekurangan dibantu. Yang berkelebihan membuka hati dan menyodorkan tangan dermawan guna menolong yang berkesusahan. Jadinya, relasi itu menciptakan iklim saling melengkapi antara satu sama lain selama masa krisis pandemi.
Inilah salah satu potret persaudaraan yang menyata selama pandemi. Persaudaraan yang terjadi di antara para tetangga. Tetangga menjadi saudara-saudari yang riil dan terdekat yang bisa kita bantu dan bisa menolong kehidupan kita.
Persaudaraan antara tetangga menjadi luntur dan tidak terjadi saat setiap orang hanya mengingat diri sendiri. Bersikap egois dan apatis dengan kehidupan sosial. Dalam mana, kita lebih fokus pada diri sendiri daripada peduli pada orang lain. Jadinya, kesulitan tetangga tidak dipedulikan. Namun, saat kita berhadapan dengan kesusahan, tetangga yang lain juga akan bersikap apatis.
Pada masa pandemi ini, kita mungkin belajar tentang relasi kita dengan tetangga di sekitar kita. Perhatian tetangga kepada kita tidak lepas bagaimana kita berelasi dengan mereka. Saat kita selalu menjalin relasi yang baik dengan tetangga, saat itu pula tetangga akan peduli kepada kita, begitu pun sebaliknya.
Dengan kata lain, relasi yang terbangun setiap hari dengan tetangga menjadi tolok ukur dalam menguatkan persaudaraan di antara kita. jadi, marilah kita membangun relasi yang baik dengan tetangga-tetangga yang berada di sekitar kita.