Persoalan juga bisa menjadi kesempatan emas bagi seorang pemimpin. Strategi dan cara seorang pemimpin dalam menangani persoalan itu bisa menjadi kesempatan untuk mendongkrak pamornya di mata masyarakat.
Semakin seorang pemimpin berlaku efektif dan efesien di tengah situasi krisis, semakin tinggi kepercayaan masyarakat kepada figur pemimpin tersebut. Akibat lanjutnya, masyarakat akan sulit berpaling kepada figur-figur lain.
Pandemi corona menjadi persoalan banyak pemimpin saat ini. Ini berlangsung secara global. Ini tidak hanya menimpa satu atau dua orang pemimpin.
Pandemi ini menjadi ujian sekaligus kesempatan bagi para pemimpin tanpa memilah status negara dan tempat yang dipimpin. Kualitas sebagai seorang pemimpin mendapat ujian hebat.
Untuk pemimpin yang dipilih lewat kontestasi politik lewat suara rakyat, janji politiknya pun ikut ditagih dan dipertaruhkan. Yang tidak becus dan gagal, mereka mesti siap menerima kritikan, celaan dan bahkan ketidakpercayaan dari masyarakat.
Sementara yang berhasil di tengah situasi krisis pandemi, tingkat kepercayaan bisa naik. Bahkan mereka bisa menjadi sorotan, tidak hanya dari masyarakat yang dipimpinnya, tetapi juga dari masyarakat dari luar. Ujung-ujungnya, masyarakat mulai membuat perbandingan antara para pemimpin.
Ya, di tengah masa pandemi ini, tidak sedikit orang yang membandingkan performa di antara pemimpin yang satu dengan pemimpin yang lain. Apalagi pengaruh media sosial.
Orang gampang memposting apa yang mereka lihat dan alami bersama pemimpin mereka. Prestasi dan kegagalan seorang pemimpin dalam menangani krisis pandemi menjadi sorotan banyak pihak. Diposting dan dikupas di media sosia. Jadinya, banyak orang yang menjadi tahu.
Tidak sedikit orang yang memposting upaya serius dan strategi ampuh pemimpin mereka dalam menangani wabah virus Corona. Saat ada masyarakat lain dari dari daerah lain melihat situasi itu lewat media sosial, mereka tidak hanya memberikan apresiasi. Mereka pun mulai mengukur kapasitas dan membandingkan kualitas pemimpin mereka sendiri dengan pemimpin tersebut.
Contohnya, dari bantuan sosial (bansos) yang diberikan pemerintah. Setiap pemerintah tidak mempunyai standar umum dalam memberikan bansos kepada masyarakat. Tiap pemerintah mempunyai kebijakan dan caranya sendiri dalam memberikan dan membagikan bansos kepada masyarakat.
Persoalannya, saat lewat bansos masyarakat membuat perbandingan. Biasanya, dari jenis dan jumlah bansos. Saat jenis dan jumlah bansos itu berbeda, mereka mulai menilai pemimpin yang satu lebih tahu kebutuhan masyarakat daripada pemimpin yang lain. Apalagi kalau budget dari dua daerah itu hampir sama. Perbandingan bisa berujung pada celaan dan kritikan kepada seorang pemimpin.
Ya, saya pernah mendengar masyarakat membandingkan kepala desa mereka dengan kepala desa di tempat lain. Gara-gara jumlah dan jenis bansos yang diterima.
Perbandingan itu mencuat saat mereka melihat postingan bansos dari masyarakat di desa tetangga. Mereka kagum pada kepala desa tetangga karena bansosnya lebih banyak dan jenisnya menjawabi kebutuhan masyarakat, daripada apa yang mereka peroleh. Padahal, anggaran desa antara kedua desa itu tidak jauh berbeda.
Perbandingan ini pun terarah pada kritik dan kecurigaan pada manajemen desa dalam pengaturan anggaran. Muaranya mereka mulai tidak percaya kepada pemimpin mereka.
Perbandingan antara pemimpin menjadi fakta yang tidak bisa dihindari saat sebuah bencana dan krisis merupakan persoalan global. Perbandingan bisa menjadi sumber penilaian tentang kualitas antara pemimpin yang satu dengan pemimpin yang lain.
Perbandingan bisa menjadi standar pengetahuan tentang siapa yang patut diteladani. Perbandingan juga bisa menjadi bahan evaluasi untuk para pemimpin itu sendiri dan masyarakat.
Meski demikian, perbandingan ini juga patut untuk dikritisi. Pasalnya, setiap pemimpin mempunyai konteks dan karakter tempat dan orang-orang yang berbeda-beda.