Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Bansos, Tidak Wajib untuk Semua dan Bebas Kepentingan

24 April 2020   07:58 Diperbarui: 24 April 2020   08:00 80 6
Hilangnya pendapatan pada masa karantina berujung pada keterbatasan pada kebutuhan pokok. Banyak  orang terhimpit. Kelaparan bisa menjadi ancaman serius bagi masyarakat. Pada situasi seperti ini, pemerintah menjadi salah satu sandaran di tengah situasi krisis.

Bantuan sosial (bansos) menjadi pilihan pemerintah dalam menolong masyarakat di masa krisis. Rupa bansos itu pun beraneka macam. Itu bisa berupa bantuan langsung tunai maupun kebutuhan barang tertentu. Kalau dalam rupa bantuan barang, umumnya itu berwujud kebutuhan makanan pokok.

Di Filipina, pemerintah memberikan bansos itu dalam rupa kebutuhan barang dan finansial. Secara umum, bansos kebutuhan barang mencakupi semua masyarakat. Ini dihitung per keluarga dan bukan per individu.

Seperti misal, satu keluarga mendapat satu bungkusan barang kebutuhan pokok tanpa mempertimbangkan jumlah anggota keluarga di dalamnya. Bansos ini pun dicanangkan mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah desa.  

Sementara itu, bantuan uang tunai ini diperuntukan berdasarkan kategori. Kategorinya itu berupa masyarakat lansia, para sopir, para pekerja bangunan dan orang yang tergolong sangat miskin. Dengan ini, tidak semua keluarga mendapat bantuan uang tunai. Fokusnya pada pekerja non-formal yang kehilangan pekerjaan dan pendapatan karena situasi krisis.  

Memberikan bansos kepada masyarakat bukanlah perkara gampang. Pada titik seperti ini, pemerintah seyogianya melakukan survey. Bahkan sebelum survey, pemerintah berupaya memberikan orientasi untuk menjelaskan intensi dari bansos tersebut. Terlebih khusus, bansos dalam rupa uang tunai. Oritentasi juga bertujuan agar masyarakat tahu pemaanfatan bansos itu dalam kehidupan mereka.

Biasanya, pemerintah desa yang melakukan survey dan mendatakan masyarakat yang pantas menerima bantuan. Alasannya, karena mereka yang sangat dekat dan bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Survey ini bertujuan untuk mencari dan menentukan siapa yang pantas menerima bansos. Jadi, tidak semua wajib menerima bansos.

Dari hasil survey itu, mereka bisa mengalokasikan anggaran kalau itu berupa bantuan dari dana desa. Atau, mereka akan memberikan hasil survey itu ke pemerintah daerah kalau bansos itu berasal dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Makanya, pemerintah desa begitu sibuk di tengah wabah virus Corona. Selain mereka sibuk mengontrol kehidupan desa selama masa karantina, mereka juga sibuk mendata masyarakat yang pantas untuk menerima bansos.

Aparat desa harus mendatangi rumah penduduk, meminta mereka yang pantas menerima bantuan untuk mengisi formulir, menyiapkan dokumen yang dibutuhkan dan menginfokan waktu bantuan itu tiba.  

Pemerintah pun akan mengucurkan bantuan berdasarkan data yang dilaporkan. Kesalahan acap kali tidak bisa dihindarkan.

Kesalahan itu terjadi saat ada orang yang masuk kategori penerima bantuan tidak mempunyai nama dalam daftar penerima. Pada situasi seperti ini, yang bersangkutan bisa protes. Persoalan kian rumit apabila tidak ada solusi. Konflik antara pemerintah desa dan masyarakat bisa saja terjadi.  

Kesalahan lain adalah pada faktor nilai dan makna "kepantasan" penerima bantuan. Ada penerima bantuan yang seharusnya bukan penerima. Dengan kata lain, mereka tidak masuk kriteria sebagai penerima. Ada juga yang pantas masuk daftar penerima bansos, tetapi nama mereka tidak tercantum.

Pertanyaannya, mengapa nama mereka bisa masuk dalam daftar bansos dan yang seharusnya penerima tidak terdaftar?

Pada titik inilah, aroma korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) boleh saja sedang bermain. Apalagi kalau nama-nama yang terdaftar adalah mereka yang lebih dekat dengan aparat desa. Kedekatan itu dilatari faktor hubungan keluarga, pilihan politik dan relasi pertemanan.

Sementara itu, mereka yang cenderung menjadi lawan politik dan tidak mempunyai kedekatan tidak dimasukan ke dalam daftar penerima bantuan. Padahal, mereka juga pantas menerima bansos.
 
Kriteria kepantasan penerima bansos itu dimulai dari awal pendataan atau survey. Survey ini mesti membebaskan pikiran aparat pemerintah dari bentuk kepentingan tertentu. Fokus dan menuruti pada kriteria penerima mesti menjadi standar utama dalam survey dan pendataan.

Kemarin, pemerintah desa di mana saya tinggal sibuk membagikan dana yang dikucurkan pemerintah pusat. Dana bantuan tunai itu diberikan kepada para pekerja bangunan, sopir, kaum lansia dan orang yang masuk kategori miskin.

Persoalannya, saat ada penerima yang berasal dari keluarga yang terbilang mampu. Ada juga penerima yang merupakan pasangan suami dan istri. Padahal, penerimanya hanya boleh salah satu anggota dari keluarga.

Situasi seperti ini menunjukkan kalau pendataan penerima mengabaikan aspek kriteria, tetapi lebih mengedepankan kepentingan tertentu. Kepentingan itu bisa berupa kepentingan politik dan ikatan keluarga. Di lain pihak, hal itu malah melukai perasaan orang-orang yang seharusnya pantas menerima, tetapi nama mereka tidak tercantum.

Bansos itu seharusnya bantuan yang tidak wajib untuk semua. Pasalnya, tidak semua orang kekurangan. Terbukti, tidak sedikit orang yang mengembalikan bansos kepada pemerintah. Ini menunjukkan kalau penerima bansos tidak berkekurangan dan mampu secara finansial. Selain itu, ini membahasakan pendataan yang keliru.

Selain itu, pemberian bansos mesti bebas dari kepentingan, terutama dari praktik KKN. Ini mungkin menjadi persoalan klasik yang kita hadapi. Program pemerintah secara umum sangat baik. Namun, itu terbentur dengan praktik KKN yang terjadi lapangan. Jadi, bansos yang seyogianya membantu masyarakat, malah menyakiti hati sebagaian masyarakat.

Bansos seharusnya menjadi penghiburan bagi masyarakat di tengah situasi krisis. Dengan ini, masyarakat akan menyadari keberadaan, peran dan kepedulian pemerintah. Ujung-ujungnya, tingkat kepercayaaan masyarakat bisa meningkat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun