Dua pekan lalu, saya mendapat kabar tentang salah seorang saudara saya. Dia bekerja sebagai perawat pada rumah sakit daerah di kabupaten kami. Hanya karena pasien yang mereka layani masih dalam statu pengamatan (PDP), dia bersama beberapa temannya harus dikarantina. Karantina selama 14 hari di area rumah sakit.
Tidak tanggung-tanggung, mereka harus meninggalkan keluarga selama 14 hari. Tinggal tanpa pekerjaan sembari menanti hasil pemeriksaan dari pasien yang mereka layani itu. Puji Tuhan, hasil pemeriksaan adalah negatif. Mereka pun diperkenankan pulang ke rumah.
Tugas sebagai tim medis terasa berat untuk konteks saat ini. Peluang terjangkit virus Corona sulit dihindari. Tidak heran, beberapa di antaranya harus kehilangan nyawa karena pengorbanan itu.
Kematian tim medis bukan saja terjadi di Indonesia. Ini juga terjadi di sejumlah negara yang berhadapan dengan wabah virus Corona. Ini bisa berarti kalau untuk saat ini pekerjaan sebagai tim medis merupakan pekerjaan yang sangat rentan terjangkit wabah virus Corona.
Filipina adalah salah satu negara yang harus kehilangan beberapa tim medis karena pelayanan mereka kepada pasien Covid-19. Namun, sejauh ini tak terdengar satu berita apa pun tentang penolakan jenasah tim medis saat dikuburkan. Sebaliknya, mereka diperlakukan dengan penuh penghargaan.
Berkat pengorbanan mereka, banyak masyarakat yang menaruh respek. Respek itu diungkapkan lewat nyanyian, entah itu lewat stasiun TV maupun aneka kreativitas yang kemudian diupload di media sosial. Respek itu juga dinyatakan lewat pelbagai macam bantuan, baik berupa Alat Perlindungan Diri maupun logistik makanan dan kebutuhan mendasar lainnya.
Tidak sedikit orang yang mengekspresikan ungkapan penghargaan mereka lewat membentangkan poster di titik-titik strategis. Poster-poster itu berisi dukungan dan cinta kepada para tim medis yang menjadi garda terdepan dalam melayani pasien Covid-19.
Bahkan ada sekelompok orang yang mau menawarkan mobil pribadi untuk mengantarkan tim medis ke tempat kerja. Gratis dan tanpa cemas kalau salah satu tim medis itu menderita Covid-19. Hal itu dilakukan sebagai dukungan atas kerja keras yang sementara mereka lakukan.
Selain itu, banyak stasiun TV yang mengekspresikan ungkapan terima kasih kepada tim medis lewat program dan acara tertentu. Intinya, para tim medis menjadi orang yang patut dihargai di tengah wabah virus Corona. Tanpa mereka, penanganan wabah virus Corona mungkin berjalan di tempat atau tanpa perkembangan apa-apa.
Menariknya, dari sekian penghargaan, salah satu sebutan yang selalu tersemat kepada tim medis adalah pahlawan. Setiap kali ada tim medis yang meninggal dunia akibat pelayanannya pada pasien corona, pemerintah dan publik selalu menyebut mereka dengan sebutan pahlawan. Bahkan semua tim medis (frontliners) yang mendedikasikan diri dalam melayani pasien tim medis, mereka mendapat pengakuan sebagai pahlawan.
Bahkan dalam salah satu sesi konfrensi pers, tidak tanggung-tanggung Presiden Filipina, Duterte menyebut tim medis yang meninggal dunia karena pelayanan mereka pada pasien Covid-19 sebagai pahlawan masa kini.
Bahkan akhir-akhir ini mencuat wacana agar mereka dikuburkan di tempat makam pahlawan laiknya sebagai pahlawan. Tidak berlebihan untuk menyebut mereka pahlawan bila menimbang pengorbanan yang mereka berikan untuk saat ini.
Toh, jati diri seorang pahlawan selalu identik dengan pengorbanan. Untuk konteks wabah Corona, pengorbanan tim medis sulit dibahasakan. Secara umum, mereka mengorbankan hidup mereka demi menyelamatkan hidup orang lain.
Karenanya, sangat disayangkan jika balasan yang mereka peroleh adalah tindakan diskriminasi. Tindakan diskriminasi itu berupa penolakan kehadiran mereka di lingkungan di mana mereka tinggal. Bahkan tragisnya, jenasah beberapa tim medis ditolak warga untuk dikuburkan di tempat pemakaman mereka.
Hemat saya, penolakan jenasah tim medis merupakan bentuk kesempitan berpikir. Kurangnya edukasi dan terbatasnya pemahaman tentang Covid-19.
Padahal, mereka memberikan nyawa mereka karena pengorbanan mereka untuk banyak orang. Balasan yang patut diberikan bagi mereka adalah penghargaan. Respek.
Kita berlaku respek karena mereka mau mengorbankan jiwa dan raga mereka demi menyelamatkan banyak orang dan melindungi kita dari serangan virus Corona.
Sekiranya, pelbagai bentuk tindakan diskriminasi yang menimpa tim medis tidak terjadi lagi. Mereka patut mendapat respek dari kita. Kita bisa saja masih selamat dan nyaman hingga saat ini karena upaya tim medis yang sedang dan sudah memberikan diri mereka secara langsung melawan wabah virus Corona.