Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Virus Corona Mengingatkan Kita Adalah Mortal

11 April 2020   16:55 Diperbarui: 11 April 2020   17:07 166 22
Judul tulisan ini merupakan kepingan kothbah seorang pastor Katolik. Pastor Raniero Cantalamesa.

Bagian dari isi kotbah Pastor Cantalamesa ini memantik hati dan pikiran untuk merenung lebih jauh di hari Sabtu ini. Bagi umat Kristen Katolik, hari ini disebut dengan Sabtu Suci.

Sabtu Suci merupakan momen untuk merenungkan kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus. Ini juga merupakan momen di mana umat siap menantikan dan menghadapi Pesta Paskah, pesta kebangkitan Tuhan.

Pastor Cantalamesa memberikan kotbahnya kepada Pemimpin agama Katolik, Paus Fransiskus dan beberapa orang yang menghadiri upacara Jumat Agung di Vatikan kemarin (Inquirer.net 11/4/2020).

Untuk menegaskan refleksinya itu, Pastor Cantalamesa menyatakan kalau sejauh ini kekuatan militer, kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi belum bisa memberikan solusi pada pencegahan pada wabah virus Corona.

Kita tidak berdaya. Kita lemah sebagai makhluk hidup yang mortal di hadapan wabah virus Corona.

Hemat saya, refleksi ini benar. Wabah virus Corona menyerang dan menantang sisi kemanusiaan kita. Korban meninggal dunia berjatuhan setiap hari. Yang sembuh meninggalkan rumah sakit dan kemudian diganti oleh orang lain yang sakit.

Pertanyaan yang kerap dilontarkan, kapan wabah ini berakhir dari kehidupan kita?

Jawabannya tidak pasti. Terbukti, banyak negara yang sudah menetapkan jangka waktu lockdown dan karantina. Namun, ketetapan itu tidak berjalan sesuai dengan rencana. Wabah virus Corona tidak mengikuti aturan permainan manusia. Sebaliknya, manusia yang seolah harus mengikuti permainannya.

Masa karantina diperpanjang. Bahkan perpanjangan masa karantina itu tidak dibarengi dengan kepastian. Perpanjangan tanpa jaminan akhir dari wabah.

Ini bisa berarti ketidakberdayaan kita menjawab akhir yang pasti dari keberadaan wabah virus Corona. Bisa jadi, kita memperpanjang dan memperpanjang hingga wabah itu perlahan menghilang.

Kita boleh berspekulasi menurut data dan pengalaman yang telah terjadi. Namanya spekulasi, akurasinya juga sangat bergantung. Bergantung pada proses penanganan pada kasus yang terjadi.

Kalau penanganannya cepat dan akurat, bisa saja spekulasinya bisa benar. Tetapi kalau tidak, spekulasi itu bisa hanya tinggal catatan data dan retorika.

Wabah virus Corona sedang menguji dan menantang kelemahan kita sebagai manusia. Kita boleh memiliki banyak hal, tetapi hal itu belum tentu memampukan kita berhadapan dengan virus Corona.

Kita terpaksa tinggal dan berdiam di rumah dengan pelbagai harapan. Berharap virus Corona tidak masuk ke rumah dan keluarga kita. Berharap agar wabah ini berlalu. Juga, sembari berharap kepada upaya pihak medis, kita juga berharap lewat iman dan kepercayaan kita.

Sisi kemanusiaan kita seolah berada di ambang batas. Karenanya, mau tidak mau kita beralih pada Sang Khalik yang memiliki kekuatan tak terbatas.

Serangan wabah virus Corona menunjukkan kepada kita kalau kekuatan yang kita miliki bukanlah segalanya. Barang kali kita kerap membanggakan siapa dan apa yang kita miliki. Tetapi, semuanya itu bisa tidak berarti apa-apa saat berada dalam situasi batas.

Situasi batas yang bisa saja kita hadapi seperti kesusahan, sakit, umur tua dan kematian. Situasi batas itu juga berupa wabah virus Corona yang mendera kita saat ini. Kita berhadapan dengan penyakit tanpa solusi yang pasti. Kita terbatas untuk menemukan vaksin dan obat yang ampuh.

Terbukti, kita tidak berdaya di hadapan virus yang tak terlihat mata ini. Kita harus berhenti dari aktivitas dan rutinitas kita.

Barangkali selama ini, kita membanggakan rutinitas kita sebagai kemuliaan diri, namun semuanya itu luluh di hadapan wabah virus Corona. Kita berhenti dari rutinitas kita.

Apa yang kita miliki juga tidak berarti apa-apa di depan wabah Corona. Harta, kekuasaan dan posisi masih sulit menaklukan serangan virus Corona.

Malah sebaliknya. Kekuatan ekonomi tergoncang. Pengangguran melimpah ruah. Krisis perlahan datang, merayap dan siap menggerogoti kestabilan kehidupan kita.

Posisi duniawi tergoncang. Kepala pemerintahan, baik itu yang menyebut dirinya sebagai negara ad daya maupun negara kecil, mengalami goncangan hebat. Wabah virus ini tidak bisa diselesaikan dengan retorika semata.

Wabah ini mengingatkan kita pada eksistensi kita sebagai manusia. Kita bukanlah manusia super tanpa kelemahan dan keterbatasan. Sebaliknya, kita diingatkan pada kelemahan dan keterbatasan kita. Kita adalah mortal.

Pada situasi lemah dan terbatas ini, sekiranya kita mencari sandaran agar tidak semakin terpuruk. Sandaran itu bisa berupa iman dan kepercayaan yang kita anuti. Relasi di antara kita, dalam mana kita bisa saling menguatkan dan melindungi. Juga, kerendahan hati kita untuk menyadari keterbatasan diri.

Saya yakin wabah virus Corona bisa dijadikan bahan pelajaran untuk kita. Pelajarannya bukan saja untuk kepentingan medis, tetapi juga demi kebutuhan hidup spiritual kita.

Kita adalah pribadi yang mortal. Mortalitas kita ini sekiranya mengarahkan kita kepada yang immortal. Siapa?

Iman dan kepercayaan kita bisa menjadi petunjuk. Karenanya, beriman secara sungguh dan bukannya karena kepentingan.

Sabtu Suci menjelang Paskah

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun