Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Nasib Pemudik, Dicurigai daripada Disambut Hangat

5 April 2020   09:20 Diperbarui: 5 April 2020   09:18 162 8
Wabah virus Corona yang masuk Indonesia mempengaruhi rutinitas harian dan tahunan. Rutinitas harian menjadi berbeda. Mungkin banyak yang bingung, bosan, shock dan stress.

Kalau hampir setiap hari, sebagian besar dari kita keluar rumah untuk bekerja dan bersekolah, gara-gara wabah virus Corona kita mesti berhenti sejenak. Kita bahkan dianjurkan untuk tinggal dan menghabiskan banyak waktu di rumah.

Kalau setiap tahun, sebagian besar dari kita mesti pulang kampung untuk mudik alasan Ramadan atau upacara keagamaan lainnya, gara-gara virus Corona, mudik pun dianjurkan untuk dibatalkan.

Memang, ada yang sudah dan masih mau mudik, tetapi mereka bisa saja menanggung segala resiko yang mungkin terjadi.

Salah satu resiko besar kalau ada salah satu pemudik yang kebetulan merupakan carrier virus Corona. Toh, virus Corona ini sampai ke Indonesia disebabkan oleh orang-orang yang melakukan perjalanan dari luar.

Hal yang sama bisa terjadi dalam penyebaran virus Corona di Indonesia kalau masih banyak orang mau mudik ke kampung halaman. Mudik adalah mobilisasi massa yang tidak boleh dipandang enteng saat adanya wabah virus Corona. Apalagi sejauh ini alat untuk mendeteksi seseorang sebagai carrier virus Corona masih terbatas dan tidak terlalu akurat.

Ujung-ujungnya, situasi ini pun tidak saja mengancam satu atau dua orang, bahkan itu bisa menyebabkan beban bagi banyak orang. Karena ini, pandangan dan sikap kepada pemudik bisa saja mulai berubah.

Ya, tidak sedikit berita yang memuat tentang para pendatang. Beritanya bukan semata-mata karena kehadiran mereka, tetapi lebih bernada curiga pada kemungkinan penyebaran Corona.

Kalau pada mudik-mudik sebelumnya, kehadiran para pemudik menjadi berita bahagia bagi orang di kampung, kali ini para pemudik bisa saja dilihat dengan kecurigaan. Mereka bisa saja dicurigai sebagai carrier dan penderita Covid-19.

Ya, saya masih ingat di awal masa karantina di sini, di salah satu provinsi Filipina. Gara-gara satu kasus pertama positif Corona yang menimpa perantau dari luar negeri, sontak saja hal ini menimbulkan kecurigaan bagi siapa saja yang baru tiba dari luar negeri.

Siapa saja yang baru tiba dari luar negeri, terutama tiba dalam rentang waktu penyebaran wabah virus Corona, mereka didatangi tim medis dan aparatur desa. Kesehatan mereka dicheck. Bahkan mereka diminta untuk melakukan karantina di rumah selama 14 hari.

Beberapa di antaranya guna meyakinkan aparatur medis dan pihak medis tentang kesehatan mereka, mereka menunjukkan surat pernyataan tanda sehat. Surat pernyataan tanda sehat itu mereka peroleh dari tempat mereka bekerja dan negara mereka bekerja.

Dengan itu, mereka menjadi aman di mata masyarakat. Tetapi kalau tidak, mereka harus mengikuti aturan karantina. Kalau tidak, masyarakat akan menaruh curiga dipadu dengan rasa cemas.

Selain situasi ini, mulai muncul pandangan berbeda di mata masyarakat tentang siapa saja pemudik dari tanah rantau dan pendatang baru dari luar. Mereka dilihat dengan mata curiga daripada rasa kangen dan hormat laiknya kepada seorang tamu atau anggota komunitas yang lama pergi merantau.

Bukannya ungkapan kerinduan yang didapatkan, malah mereka dilihat dengan kecurigaan. Kecurigaan ini bisa berujung pada rasa marah jika pemudik tidak mengikuti arahan dan aturan yang diterapkan pemerintah.

Kita sementara pada situasi mudik. Beberapa orang mungkin saja sudah mudik ke kampung halaman dan berada di rumah mereka. Beberapa orang mungkin masih berencana untuk mudik.

Hingga saat ini, larangan mudik hanyalah sekadar himbauan. Namanya, himbauan hal itu bisa dituruti tetapi bisa juga tidak. Dengan kata lain, pilihan mudik masih bergantung pada pemudik itu sendiri.

Persoalannya saat para pemudik tiba di tempat tujuan mereka. Di tengah wabah virus Corona pasti ada saja yang menaruh curiga dengan Kehadiran dan keberadaan mereka.

Kecurigaan itu hanya dilatari oleh situasi yang sementara dihadapi. Jadinya, kehadiran mereka bukan mendatangkan rasa nyaman, tetapi kecemasan.

Hemat saya, mudik bisa ditanggukan. Toh, apa jadinya kalau mudik itu hanya menghadirkan rasa curiga dan bukannya kegembiraan bagi sesama. Kalau memang berpendirian untuk mudik, yakinlah jika kita tidak sedang memikul bencana bagi orang yang kita jumpai.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun