Setelah Covid-19 menyebar di China, beberapa liga Eropa masih melangsungkan pertandingan secara normal. Para penonton tetap berada di tribun.
Situasi perlahan berubah. Awalnya penonton tidak dijinkan untuk berada di stadion. Kedua kesebelasan harus rela berlaga tanpa penonton.
Mungkin terasa hambar. Tetapi itu dilakukan demi kebaikan bersama-sama. Berbarengan dengan kasus penyakit Covid-19 yang meningkat, laga demi laga dibatalkan.
Hingga banyak badan sepak bola memutuskan untuk menghentikan kompetesi untuk sementara waktu.
Di balik penghentian ini, kenyataan juga menunjukkan kalau para pemain dan pelatih tidak luput dari penyakit Covid-19. Ironis memang karena secara umum mereka -- para pemain dan pelatih mempunyai pola hidup teratur. Pada titik ini, kita bisa disadarkan kalau virus Corona sangat beresiko untuk siapa saja.
Yah, pertandingan sepak bola sangat riskan dalam penyebaran virus Corona. Ini karena keterlibatan suporter dalam jumlah banyak. Pembatalan kompetesi adalah langkah yang tepat dalam mencegah penyebaran virus Corona.
Seturut apa yang disampaikan oleh pelatih Liverpool, Jurgen Klopp, "Menangani Kesehatan lebih mendesak daripada pertandingan sepak bola."
Sepak bola dikorbankan. Nyawa manusia mesti diselamatkan. Toh, pada dasarnya, sepak bola menjadi hidup karena keberadaan manusia.
Pertandingan sepak bola dinilai menjadi salah satu penyebab penyebaran virus Corona. Mayor Bergamo, Italia, Giorgio Gori menilai kalau laga antara Valencia dan Atalanta di kompetesi Liga Champions pada leg pertama serupa dengan serangan bom biologis (marca.com 25/030/2020).
Bergamo sendiri merupakan salah satu kota yang paling berdampak karena virus Corona di Italia.
Bupati Bergamo juga yakin kalau kasus penyebaran virus Corona di Italia dan Spanyol tidak lepas dari keberadaan para suporter yang hadir dalam laga antara Valencia versus Atalanta tersebut.
Pada laga pertama, tim Valencia asal Spanyol bertandang ke Italia (19/2/2020). Ada 44,000 ribu fans yang memadati stadion di Milan, Italia.