Atau juga ada kebijakan klub yang tidak memperkenankan nomor punggung tertentu sebagai bagian dari nomor punggung pemain. Misalnya, nomor punggung yang "dipensiunkan" sebagai kenangan kepada legenda klub.
Motif dari pemilihan kostum pemain bisa berbeda-beda. Ada yang mungkin karena faktor posisi, kepercayaan pada tanda keberuntungan di balik nomor tersebut atau juga berhubungan dengan tanggal lahir dari sang pemain.
Di Brasil, nomor 24 seolah dielakkan oleh klub dan banyak pemain dalam waktu yang cukup lama. Saat ini, klub dan beberapa pemain mulai melawan arus dan pikiran masa lalu itu dan mengenakan kostum bernomor 24.
Berdasar pada sejarah, nomor 24 sempat tidak menjadi nomor punggung pemain karena diasosiasikan dengan homoxesual. Latar belakang dari pandangan ini bermula dari permainan hewan yang dinamai dengan "Jogo do bicho." Permainan ini berlangsung selama 74 tahun dan sudah menjadi bagian dari budaya Brasil.
Permainan ini pertama kali dibuat oleh Joao Batista Viana Drummond pada abad ke-19. Drummond membuat kebun binatang tahun 1870. Selain adanya kebun binatang ini, Drummond juga melangsungkan sebuah permainan.
Dalam permainan itu, ada 25 hewan yang dipilih bebas dan kemudian didaftarkan seturut abjad nama depan hewan tersebut. Entah kebetulan atau tidak, nama Rusa yang dalam bahasa Portugis disebut dengan "Veado" berada di nomor 24.
Di Brasil, Rusa diasosiasikan dengan kaum gay. Kata "Veado" itu sendiri pun dihubungkan dengan homophobia.
Homophobia dipahami sebagai ketakuatan dan prasangka yang keliru kepada kaum homosexual. Ketakutan dan prasangka yang keliru ini bisa berujung pada pembatasan yang ketat pada kaum gay dalam konteks sosial, tindakan perundungan bagi kaum gay dan bahkan kekerasan kepada kaum gay (britannica.com). Homophobia ini menjadi salah satu fenomenan di masyarakat Brasil.
Dalam perjalanan waktu, asosiasi nomor 24 dengan homophobia masuk ke ranah sepak bola. Nomor 24 dihindari oleh klub dan para pemain. Para pemain menghindari pemakaian no 24 karena hal itu diasosiasikan dengan homosexual.
Butuh waktu membongkar pandangan ini. Klub dan para pemain coba membongkar pola pikir yang sudah lama terbangun dalam pikiran orang Brasil ini. Salah satu contohnya, Victor Cantillo yang bergabung dengan Corinthians bulan Januari.
Victor Cantillo memilih no 24 karena nomor ini dipakainya saat masih bermain di Colombia. Pihak klub awalnya menolak permintaan dari sang pemain. Tetapi kemudian, pihak klub mengijinkan Cantillo mengenakan nomor 24. Tanpa peduli pada prasangkat negatif kepada gaum gay, Cantillo mengenakan kostum itu dengan bebas di lapangan hijau.
Selain itu, klub Sao Paulo memikirkan untuk memberikan pemain dengan nomor punggung 24. Tujuan pemberian no 24 ini sebagai bagian dari respek dan toleransi kepada kaum gay.
Kobe Bryant, pemain bola basket yang dikenal bernomor punggung 24 ini direncanakan diundang saat salah satu pemain memakai nomor punggung 24. Namun hal ini tidak terealisasi karena kecelakaan mau yang menimpa Kobe Bryant.
Makanya, momen memakai nomor 24 bukan hanya membahasakan tentang respek dan toleransi tetapi sebagai bentuk mengenang Kobe Bryant.
Sao Paulo memberikan nomor 24 kepada salah satu pemain, yakni Flavio. Flavio, gelandang bertahan Sao Paulo dipilih karena klub melihat sang pemain tidak ragu untuk menggunakan nomor punggung yang dinilai tabu tersebut.
Flavio sendiri mempunyai alasan di balik penerimaan nomor punggung 24. Dia menyatakan kalau dia menerima dan mengenakan nomor punggung 24 hingga akhir musim ini karena dia ingin mengakhiri pola pikir yang salah tentang kaum gay.
Selain itu, dia juga ingin mengenang Kobe Bryant yang mengenakan nomor punggung 24 dalam karirnya sebagai seorang pebasket hebat.
Tidak gampang menggunakan nomor punggung 24. Suporter tidak begitu saja menerima dan mengakui kalau ada pemain yang mengenakan kostum bernomor 24.
Prasangka negatif di balik nomor punggung 24 masih mendiami pikiran sebagain besar masyarakat. Konsekuensinya, pemain mesti kuat mental dalam menghadapi cemohan dari para suporter.
Di balik pikiran para pemain dan klub, pemakaian nomor 24 merupakan upaya untuk mengakhiri homophobia dan pikiran keliru tentang homosexual. Bahkan para pemain ingin kalau sepak bola menjadi instrumen untuk mengtranformasi pola pikir masyarakat.
Memang sulit untuk melawan pandangan yang sudah terbangun lama. Bagi Flavio yang sudah memilih nomor 24, dia menyatakan kalau dia tidak peduli pada apa reaksi suporter tentang hal itu.
Menurutnya, yang paling penting adalah setiap orang menghargai satu sama lain tanpa mempertimbangkan ras, gender dan orientasi sexual.
Kisah nomor 24 dari dunia sepak bola di Brasil bisa membuka pikiran tentang makna dari olahraga tersebut. Sepak bola bisa menjadi ladang advokasi yang mendukung keadilan sosial dan kesetaraan gender.
Kalau hal ini terus terjadi dan dilakukan, bukan tidak mungkin homophobia bisa terhapus dari jejak pikiran suporter. Yang dipraktikan dan dikenang adalah toleransi dan respek di antara satu sama lain.