Pemerintah dengan tegas menolak pemulangan WNI yang menjadi simpatisan dan anggota eks ISIS. Bahkan ada pula yang berpendapat kalau status mereka bukanlah WNI tetapi eks WNI yang memutuskan untuk menjadi anggota ISIS.
WNI ini bergabung dengan ISIS sebagai sebuah pilihan. Mereka memilih meninggalkan kewarganegaraan asli mereka dan menjadi bagian dari ISIS, yang kononnya berintensi untuk menjadi sebuah negara baru.
Setelah ISIS mengalami pelemahan karena kalah perang, mereka pun terjepit di kamp-kamp pengungsian. Pelemahan ini dibarengi dengan sikap otoritas Syria yang mulai mengambil langkah keras degan menyelidiki dan mengadili siapa saja yang terlibat dalam organisasi ISIS ini.
Betapi tidak, ISIS menjadi salah satu kekuatan teror yang telah mengganggu stabilitas Syria selama berapa tahun. Pengadilan dan hukuman kepada anggota ISIS merupakan konsekuensi dari aksi pengkhianatan dan pembangkaran pada kedaulatan sebuah negara.
Situasi kalah perang hingga terjepit di kamp-kamp pengungsian yang tidak mendukung menjadi salah satu dalil dari niat dan rencana dari WNI untuk pulang kembali ke Indonesia.
Namun rencana para WNI anggota dan simpatisan ISIS itu bertepuk sebelah tangan. Setelah melewati polemik dan pertimbangan, pemerintah Indonesia menolak pemulangan WNI ini.
Menkopolhukam, Mahfud MD menyatakan kalau (eks) WNI yang pernah bergabung dengan ISIS ditolak kepulangan mereka ke Indonesia (bbc.com 11/2/2020)
Alasan utama dari penolakan itu adalah bisa menciptakan peluang tersebarnya virus terorisme pada 267 juta rakyat Indonesia lewat kehadiran 600-an anggota ISIS itu di Indonesia (cnnindonesia.com 15/02/2020).
Karena itu, pintu negara Indonesia ditutup bagi mereka yang diduga menjadi pasukan petempur teroris lintas Batas di beberapa negara di Timur Tengah.
Dengan ini, mereka kehilangan hak dan identitas mereka sebagai orang Indonesia.
Situasi yang dialami oleh WNI eks anggota ISIS ini hampir serupa dengan nasib Shamima Begum, salah seorang eks ISIS berasal dari Inggris.
Shamima Begum adalah seorang yang berkewarganegaraan Inggris. Kemudian dia memutuskan untuk bergabung dengan ISIS.
Hampir serupa dengan situasi orang-orang Indonesia, pemerintah Inggris juga mencabut kewarganegaraannya karena keterlibatannya dengan organisasi teroris ISIS.
Shamima Begum mengajukan pada pengadilan Inggris untuk mengembalikan kewarganegaraannya sebagai orang Inggris pada tahun lalu. Tetapi di awal bulan ini, pengadilan menolak pengajuan itu. Begum mengetahui hal itu lewat berita di media tanpa informasi resmi dari pemerintah untuknya. (The guardian.com 17/2/2020).
Orangtua Begum berasal dari Bangladesh. Sebelum melakukan perjalanan ke Syria, Begum pernah hidup di Inggris dan berkewarganegaraan Inggris. Situasi menjadi berbeda, saat Begum memutuskan untuk bergabung dengan ISIS di Syria. Seperti WNI di kamp pengungsian, Begum juga mengalami kondisi tidak nyaman.
Selain itu, otoritas keamanan Inggris juga menilai kalau Begum pernah menjadi pasukan keamanan dari Al-Hisba, polisi moralitas dari organisasi ISIS. Bahkan Begum juga dikabarkan pernah dilatih menjadi pengebom bunuh diri.
Mungkin karena ini menjadi salah satu pertimbangan penolakan pengajuan Begum untuk kembali ke Inggris. Seperti apa yang dikemukan oleh pemerintah Indonesia, kepulangan Begum bisa menjadi virus yang mempengaruhi warga negara Inggris.
Saat ini Begum berada di al-Roj camp di Kurdis, bagian utara Syria. Dia tinggal bersama Kimberley Polman yang memiliki dual kewarganegaraan, Amerika Serikat dan Kanada.
Seperti Begum, Polman juga sedang menanti jawaban dari pemerintahnya apakah dia diperbolehkan pulang ataukah tidak.
Begum juga merupakan salah satu dari 4000 perempuan yang berasal dari lebih dari 50 negara yang hidup di kamp pengunsian di bagian utara Syria.
Dikabarkan kalau otoritas Syria berencana untuk mengadakan pengadilan kepada 1000 pejuang laki-laki. Para pejuang ini merupakan orang-orang asing yang berasal dari bebarapa negara.
Mereka ditempatkan di beberapa penjara berbeda di Syria. Meski demikian, sejauh ini belum ada informasi mengenai nasib kaum perempuan (the guardian 17/2/2020).
Shammima Begum dan 600-an warga negara Indonesia menghadapi nasib yang hampir serupa. Mereka ditolak oleh negara asal mereka.
Sikap negara seperti Indonesia dan Inggris merupakan bagian konsekuensi serius pada keputusan beberapa warga negara yang bergabung dengan organisasi ISIS. Bergabung dengan ISIS merupakan keputusan untuk menyangkal kewarganegaraan mereka.
Apalagi mereka menjadi anggota ISIS dan dijejali dengan ideologi dan pandangan radikal. Jadi penolakan negara bukan hanya menyangkut kecemasan pada kehadiran mereka di waktu-waktu yang akan datang, tetapi konsenkuensi dari keputusan mereka bergabung dengan ISIS.
Keputusan negara-negara yang tidak mau menerima kembali warga negara mereka yang terpaut dengan organisasi ISIS merupakan bagian konsekuensi dari sebauh pilihan anggota dan simpatisan ISIS tersebut. Penolakan dari negara-negara asal mereka mestinya tidak hanya dilihat sebagai hukuman, tetapi ketidaknyaman pada keberadaan mereka sendiri.