Berbeda dengan Agung Laksono, beberapa ketua umum Golkar selepas era Soeharto merupakan orang-orang baru yang tidak memiliki ikatan kesejarahan yang panjang dengan partai yang pada era Orde Baru enggan disebut partai itu. Mungkin hanya Akbar Tanjung yang dapat disebut sebagai anak kandung dari partai tersebut, yang jasanya sebenarnya sangat besar mempertahankan partai dari hujatan berbagai pihak di era euforia masa reformasi. Akbar Tanjung dengan lihai bermain cantik, sehingga Golkar dapat bertransformasi menjadi partai sebagaimana partai lainnya menjadi Partai Golkar. Dengan lihai, Akbar Tanjung mampu menjaga eksistensi Golkar, dengan jargon baru Golkar Baru, yang seolah mampu lepas dari bayang-bayang dosa era Orde Baru yang selalu dikaitkan dengannya. Saat ini, siapa yang masih ingat dan berniat untuk menuntut partai itu dari keterpurukan yang terjadi pada akhir era Soeharto? Yang terjadi malahan seringkali romantisme masa-masa aman dan tenang dalam ideologi pembangunan yang sukses dilaksanakan pada era tersebut.Di sini Golkar menunjukkan diri sebagai partai yang berpengalaman dalam mengatasi krisis dan hantaman yang datang dari berbagai arah.
Namun, kader-kader partai ini dalam perjalanannya sepertinya harus menyerah kepada kelompok kepentingan lain, bukan dari unsur-unsur pendukung aslinya, atau lazim disebut sebagai Kino seperti Soksi, Kosgoro, MKGR dan sebagainya, yang pada era Soeharto dulu masih sering terdengar kiprahnya. Di era reformasi, kader-kader asli partai tersebut sepertinya harus menyerah kepada kelompok yang sepertinya sangat kuat mampu mengintervensi kader Golkar yang sesungguhnya sangat berpengalaman itu. Mereka adalah kelompok saudagar dan pedagang besar, atau lazim kita kenal sebagai konglomerat pribumi. Berawal dari jatuhnya kursi ketua umum Golkar kepada Jusuf Kalla, seorang pedagang besar dari Timur yang memiliki beragam usaha. Kemudian, kursi tersebut jatuh kepada Aburizal Bakrie, pedagang besar lain, yang kali ini berasal dari Pulau Sumatera. Demikianlah, Golkar akhirnya dikemudikan oleh pedagang-pedagang besar yang sesungguhnya bukan anak kandungnya sendiri.
Dan kini, kemudi kapal itu sepertinya akan kembali kepada salah satu anak kandungnya. Tidak mengherankan, banyak pendukung dari Agung Laksono berasal dari berbagai Kino yang dulu menjadi penyusun utama partai itu, misalnya Priyo Budi Santoso yang merupakan Ketua MKGR. Kita akan tunggu, seperti apakah kiprah anak-anak kandung partai itu dalam membesarkan partai yang saat ini tentu memiliki tantangan yang sangat berbeda dibanding era bapak-bapak mereka dahulu. Ya, kita akan tunggu, apakah Partai Golkar akan makin besar, atau justru makin bubar.