“Sudahkah kita merdeka?”
“Pantaskah kita merdeka?”
“Sudahkah kita merdeka sepenuhnya”
“Merdeka dari apa?”
“Merdeka dari siapa?”
“Merdeka bagaimana?”
Beberapa kalimat singkat yang tiga hari kemarin memadati beberapa jejaring sosial. Pertanyaan ramai dan menimbulkan decak serta gelitik. Hampir ketika awal detik pagi menjelang, bahkan sebelum ayam berkokok kalimat ini memburu dan menjejali mata. Pertanyaan tadi diikuti dengan “Dirgahayu Republik Indonesia ke-68”.
Semua deretan kata itu bukan tidak berdasar. Bersamaan dengan tanda tanya, disuguhkan data-data dan alasan mereka ber”teriak sepi” di jejaring sosial.
Secara resmi dalam teks proklamasi yang singkat diikarkan oleh soekarno-hatta atas nama Indonesia. Maka, berteriaklah rakyat Indonesia lantang, Merdeka!. Euforia membludak sampai saat ini dalam peringatannya. Makan kerupuk, lari karung, panjat pinang, dan semua kekhasan masa kini dalam meramaikan peringatan kemerdekaan. Maka merdekalah bangsa ini.
Para pengguna jejaring tidak ada yang menyangkal Indonesia telah merdeka secara de jure, hanya bertanya ulang dengan membawa setumpuk atau sederet alasan. Kemanakah hasil bumi kita? Dari sabang sampai merauke tergambar peta Indonesia dengan beberapa bendera Negara lain. Artinya apa, hasil bumi tidak sepenuhnya dikelola dan dikuasai oleh Negara. Kemanakah budaya lokal kita? Sedikit demi sedikit dihirup oleh popularitas nyanyian, film, dan tarian serta konser dari negara tetangga. Segala macam gaya hidup dan busana asing sudah perlahan tapi pasti merasuk ke urat nadi. Pada sebuah lembaga survey nasional, membawakan 74 persen responden menyatakan Indonesia belum merdeka dari investasi asing. Mereka mengatakan masih banyak lagi kekuasaan yang tak kuasa atas Indonesia.
Namun, tidak sedikit yang mengatakan “kalian munafik atas pertanyaan ini!”. Indonesia sendiri kenapa melulu di cecar dengan ketidakberdayaannya. Apa salah bunda pertiwi mengandung. Kita bisa melihat sendiri betapa banyaknya potensi alam dan manusia yang kuat serta bermartabat. Berhentilah mencaci, berikan kontribusi.
Lihat pulau-pulau yang berjajar rapih dengan elok tanpa berpangku tangan memberikan devisa bagi Negara. Anak-anak bangsa gigih memperjuangkan nama baik di kancah dalam dan luar negeri berpacu dengan waktu hingga mereka menunjukkan tajinya. Di korea, mahasiswa Indonesia menghebohkan mata internasional pada ajang International Student Green Car Competition, kebudayaan lokal Indonesia sangat disanjung oleh bangsa lain, sudah nampak ada proses perbaikan oleh putra bangsa yang tak terblow up di media mainstream. Tidakkah kita berterima kasih dengan perjuangan ‘pahlawan-pahlawan’ bergerak di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, dan keamanan. Mereka membawa ide besar dan realisasi nyata untuk bangsa ini.
Perdebatan memang tidak akan usai sebelum bangsa ini benar-benar dikatakan sejahtera dan merdeka seutuhnya. Semua akan terus bergulir seiring jalannya waktu.