Perjalanan dari Tangerang saya tempuh dengan menggunakan bis 157 jurusan Cimone, Islamic, Senen. Sementara motor saya titipkan kepada orang yang menggantungkan nafkahnya dengan menjaga motor milik orang lain. Saya sendiri melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kereta jurusan jakarta kota - bogor setelah sebelumnya membeli tiket ekonomi di stasiun Juanda.
Hmmm ini mungkin perjalanan dengan menggunakan kereta saya yang belum genap sampai 20 kali.
Saya disini bukannya ingin berbicara tentang perjalanan saya. Namun tentang apa yang saya lihat di sekitas Stasiun Cawang sekembalinya saya dari pertemuan dan akan pulang ke Tangerang. Di stasiun yang bersebelahan dengan Tebet itu saya melihat orang yang nekat mempertaruhkan nyawanya saat naik kereta api. Apa yang saya lihat di TV selama ini, saya lihat secara langsung sore itu. Saya melihat kereta yang berangkat dari Jakarta Kota menuju Bogor penuh sesak dengan orang yang pulang kerja, sekolah atau aktifitas lain yang dilakukan di Ibu Kota.
Saat kereta berhenti sejenak untuk manaikan dan menurunkan penumpang di Stasiun Cawang. Saya melihat penumpang baru yang naik dari Stasiun cawang melalui jalur rel, bukan jalur penumpang atau tempat tunggu penumpang yang telah di sediakan oleh PJKA. Saya juga dibuat sedikit takjub (baca:bingung) ketika melihat diatas masing-masing gerbong ternyata juga penuh dengan penumpang. Ada yang baru naik dan duduk diantara para penumpang lain yang sudah lebih dulu duduk disana sambil merokok, sms, denger musik dan lainnya.
Belum sampai disitu, saat kereta akan mulai melanjutkan perjalanannya ke Stasiun Bogor saya dibuat terkejut saat melihat 3 orang yang bergelayutan dibelakang rangkaian gerbong kereta. satu orang duduk ditempat/ alat yang dijadikan untuk menyambung antara gerbong yang satu dengan yang lainnya. Namun saat itu posisi mereka adalah posisi paling belakang. Sementara dua orang yang lain mereka berpegangan di kawat pelindung kaca luar tempat masinis melakukan kewajibannya.
Dari apa yang dilihat itu saya berpikir, apakah karena tiket yang didapatkan sangat murah? Sehingga mereka meng-obral nyawanya dengan seharga ujung jari yang mereka kaitkan pada sebuah kawat pelindung kaca?
Hmm...bagi saya sih, walaupun dengan Rp 1000,- harga tiket ekonomi. Tetap mencari yang paling aman dan nyaman. Kalau memang ada pilihan begitu, kalau anda?