Belum lagi pengeluaran lembaga terkait seperti Kemeninfo, Kemendagri, Kemenkopolhukam, dan Mahkamah Konstitusi. Jumlahnya relatif sedikit dibanding biaya2 yang telah disebut di atas tapi tetap saja bernilai rupiah.
Jadi kasarnya pemerintah 'mengorbankan' anggaran sebesar total 30 trilyun rupiah untuk perhelatan akbar ini.
Jika jumlah tersebut dibagi dengan total mereka yang berhak memilih sebesar 185 juta orang, maka pemerintah mengalokasikan dana sebesar 162 ribu rupiah untuk setiap pemilih.
Perlu dicatat, ini baru dana yang dikeluarkan oleh pemerintah saja, dan belum menghitung dana yang dikeluarkan parpol, para caleg DPR berbagai tingkatan, caleg DPD, dan para Capres/Wapres nanti. Dana kampanye yang dilaporkan oleh parpol untuk tahapan pemilu legislatif yang baru lalu sebesar 3,1 trilyun. Itu yang dilaporkan resmi dan saya yakin jumlah yang tidak dilaporkan pasti jauh lebih besar. Lihat saja kuis-kuis terselubung di beberapa channel televisi Indonesia pasti biaya tidak dilaporkan ke KPU.
Untuk tahapan pemilu Presiden/Wakil Presiden tentu masih banyak biaya yang perlu dikeluarkan oleh parpol dan para capres/cawapres dalam tahapan kampanyenya. Belum lagi kalau sampai dua putaran.
Di luar itu juga masih banyak tangible dan intangible cost yang dikeluarkan oleh masyarakat. Jumlahnya mungkin bisa melebihi semua pengeluaran yang dilakukan pemerintah dan pelaku politik.
Pertanyaannya, is it worth the money? 162 ribu rupiah per pemilih nampaknya kecil saja jika dibandingkan dengan hutang pemerintah yang sekitar 8 juta rupiah perkapita. Tapi jika dibandingkan dengan besarnya subsidi pemerintah untuk pembayaran premi iuran jaminan kesehatan pada BPJS Kesehatan sebesar sekitar 19 ribu rupiah per kapita per bulan, jumlah pengeluaran pesta demokrasi kita itu membuat trenyuh hati.
Apalagi melihat 'prestasi' dan reputasi parpol dan para anggota dewan yang terhormat.
Is it really worth the money?