Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Lunturnya Identitas Pemuda Bangsa, di Tengah Geliat Pengaruh Budaya Luar

28 Oktober 2014   18:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:26 922 0
Sumpah Pemuda Indonesia merupakan dasar semangat persatuan dalam sanubari para pemuda untuk merebut kemerdekaan, setidaknya Muhamad Yamin Mengatakan arti dan hubungan persatuan dengan pemuda adalah dilandasi dari 5 faktor. Yakni faktor-faktor yang dapat memperkuat persatuan yang diantaranya sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan dan kemauan hal ini diungkapkan saat rapat pertama di gedung katholike jongenlingen bond sehari sebelum hari sumpah pemuda disepakati 1928 silam.

Dewasa ini jika dilihat dari kelima faktor tersebut, sangat wajar jika Pemuda di negeri ini luntur terbawa oleh zaman, kini Sumpah Pemuda hanya tinggal slogan-slogan yang maknanya tak sampai pada perbuatan.

Faktor-faktor yang dijelaskan Muhammad Yamin sabagai dasar pemersatuan terpengaruh akibat masuknya budaya dari luar.

Sekarang dilihat dari segi sejarah, kebanyakan diantara kita pemuda Indonesia lupa akan sejarah kemerdekaan negara ini yang berangkat dari perlawanan hingga pertumpahan darah dan dengan semangat persamaan nasib yang sepenanggungan dijajah oleh Belanda 3,5 abad lamanya ditambah dijajah Jepang. 3,5 tahun belum lagi pemberontakan dari dalam negeri sendiri.

Kita lupa hari-hari nasional, kita lupa tokoh-tokoh nasional, kita lupa mentauladani perlawanan, kita enggan belajar dari semangat nasionalisme dan jiwa patriot pendahulu, bahkan kita lupa kita ini Indonesia. Kita pemuda hari ini adalah pemuda yang hanya menjadi penikmat kemerdekaan bukanlah pemuda yang seharusnya mengisi kemerdekaan untuk kemajuan bangsa.

Sementara Bahasa Indonesia, yang tadinya merupakan  alat pemersatu bangsa dan juga sebagai bukti identitas persatuan negara yang meskipun negara ini terdiri dari gugusan suku dan memiliki bahasa daerah masing-masing, akan tetapi pemuda saat itu sadar akan perlunya bahasa pemersatu yakni Bahasa Indonesia. Namun, sangat ironis dengan kenyataan sekarang. bahasa Indonesia yang kita banggakan terpengaruh bahasa ALAY yang merusak tatanan tetapi dijadikan tren pemuda negara ini.

Kemudian persoalan Budaya, tradisi dan kearifan lokal perlahan ditinggalkan  karena dirasa tidak keren, tidak gaul dan ketinggalan, sehingga pemuda bangsa indonesia kehilangan identitas diri, budaya dan tradisi luntur,  hal ini karena pemuda hari ini masuk dan mengikuti tren serta gaya hidup, pemuda kita mencontoh pergaulan korea dan budaya barat, sehingga identitas menjadi korban budaya hasil didikan film-film dan budaya luar yang menjadi tren dan disajikan di televisi. Sehingga gerasi muda dapat dengan muda mencontoh budaya luar dari tayangan-tayangan itu.

Sebagai bahan perbandingan, kita kalah telak oleh India yang kemerdekaannya hampir sama dengan negara Indonesia, di India mereka berani menampilkan Identitas budaya mereka dengan dimuatnya budaya dan kearifan lokal disetiap film  Bollywood. Dengan adanya unsur budaya tidak serta merta membuat produksi film mereka tidak laku dipasaran melainkan kita ketahui Bollywood satu-satunya produsen film yang mampu bersaing dengan Hollywood. Sehingga dengan mempertahankan budaya, generasi muda mereka mampu mengisi kemerdekaan dengan prestasi baik dari segi teknologi maupun politik dari tahun ketahunnya tanpa kehilangan identitas diri.

Mengenai hal di atas  bukanlah persoalan persaingan yang kita garis bawahi. Akan tetapi persoalan keberanian memuat identitasnya dalam setiap film, India tidak pernah meninggalkan sisi budaya dan tradisi negaranya dalam film baik segi tatakrama, norma serta pakaian dan bahasa,  sehingga mereka mampu mempertahankan muatan budaya dalam film-filmnya karena mereka sadar bahwa media adalah sarana pendidikan bagi generasinya. Hal tersebut terbukti sangat mencolok, Walau menonton sambil memejamkan mata, akan tetapi kita tentu tau yang ditayangkan di tv adalah film india karena sudah khas dan menjadi identitas negara mereka.

Lantas di negara kita tayangan media sinetron dan perfilman sudah jauh melupakan identitas budaya negara sendiri dalam setiap muatan ceritanya.

Kita seringkali disuguhi siaran-siaran film, budaya, musik yang mengadopsi budaya luar seperti halnya sinetron yang meniru gaya korea, amerika atau barat yang mencontohkan budaya bermewah-mewahan, membantah orang tua, bebas, dan muatan tatakrama dan norma timur hampit ditinggalkan, padahal itu bukanlah identitas kita. Sehingga sangat wajar kalau pemuda di negeri ini lupa akan identitasnya sebagai bangsa yang berbudaya dan memiliki tatakrama.

Harusnya ini menjadi perhatian, Peranan pemerintah dalam memperhatikan dan mengontrol dunia perfilman, budaya musik dan media harus lebih aktif, sehingga tidak kebablasan menayangkan hal yang jelas-jelas bukan budaya kita, sementara  hal itu bukanlah budaya yang baik untuk generasi penerus.

Disamping itu peranan media  baik elektronik, cetak, maupun insan musisi yang  merupakan sarana pendidikan juga haruslah arif dan dapat mengembangkan budaya kita sendiri dalam memproduksi hiburan sehingga merubah pola pikir kembali pada identitas bangsa.

Kemudian  peranan keluarga dan orang tua juga dibutuhkan, keharusan dalam menanamkan nilai-nilai budaya daerah dan budaya negara Indonesia sejak dini serta mengontrol tontonan dan bacaan anak-anaknya. Ini dimaksudkan agar tidak mengikuti budaya luar sehingga tertanam nilai  identitas Indonesia yang kuat pada diri generasi penerus.

Dan terakhir kemauan dari setiap generasi muda untuk mencintai budaya, mencinta tanah air, mencintai bangsa Indonesia, mencintai bahasa Indonesia sebagai dasar identitas negara haruslah kita kembalikan pada niat dan kemauan generasi untuk membangun bangsa.
Selamat Hari Sumpah Pemuda ke- 86 (28 Oktober 1928- 28 Oktober 2014) *DONO CIPUTRA

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun