Mohon tunggu...
KOMENTAR
Financial Pilihan

Kontraksi Ekonomi dalam Deglobalisasi

28 September 2022   13:36 Diperbarui: 28 September 2022   13:46 371 3
Beberapa hal telah terjadi di dunia. Yang pertama, setelah ada laporan inflasi setinggi 9,1% di Amerika Serikat, The Fed menjadi agresif untuk menurunkan inflasi dengan cara menaikkan suku bunga. Inflasi adalah penurunan nilai uang, turun daya belinya. Langkah meningkatkan suku bunga adalah upaya meningkatkan nilai uang, menaikkan daya belinya.

Kita perlu ingat prinsip barter antara dua barang. Kalau barang yang satu nilainya naik, itu berarti lawannya mengalami penurunan nilai. Nilai ditentukan oleh penawaran (supply) dan permintaan (demand). Kalau banyak barangnya tapi sedikit yang meminta, nilainya turun. Kalau sedikit barang tapi banyak yang meminta, nilainya naik.

Uang juga merupakan semacam barang. Kalau uang dicetak, maka barang yang disebut uang ini jumlahnya makin banyak, sehingga nilainya turun. Kalau suku bunga dinaikkan maka biaya untuk memperoleh uang juga meningkat sekaligus lebih banyak orang menaruh uangnya ke bank sehingga jumlah uang beredar turun, hasilnya nilainya naik.

Mata uang US Dollar adalah mata uang cadangan devisa di dunia, disebabkan dua hal. Pertama adalah kesepakatan Bretton Woods di akhir PD II, ketika dunia runtuh akibat perang dan emas langka. Amerika Serikat masih pegang banyak emas dan mata uangnya disetarakan dengan emas. Amerika Serikat juga memberikan bantuan finansial kepada negara-negara Eropa yang dicabik perang, tentunya dalam mata uang US Dollar sebelum dikonversi ke mata uang masing-masing negara Eropa. Begitulah prosesnya Eropa pulih dari perang dunia kedua.

Hal kedua, mata uang US Dollar dipakai untuk jual beli minyak bumi, karena Amerika Serikat menguasai seluruh tambang minyak di Arab Saudi. Alhasil, transaksi minyak bumi dunia hanya dilakukan dalam mata uang USD. Orang butuh USD untuk membeli minyak bumi dan turunannya, padahal seluruh budaya manusia semakin bergantung pada minyak bumi: energi, plastik, bahan kimia. Memang belakangan ladang minyak itu dibeli seluruhnya oleh Arab Saudi, tapi sistematika jual beli minyak bumi tetap memakai USD.

Tidak ada yang bertanya kenapa Arab Saudi jual minyak bumi tidak dalam mata uang Saudi Riyal, melainkan USD? Karena itu, USD disebut juga Petro Dollar.

Apa yang terjadi di tahun 2008 hingga 2014? Selama 6 tahun, The Fed mencetak USD melalui program Quantitative Easing. Harusnya berhenti dan normalisasi, namun sejak 2019 dijalankan lagi dan Pandemi tahun 2020 membuat pencetakan USD sangat besar untuk memberikan bantuan sosial kepada rakyat Amerika Serikat yang dilockdown akibat Pandemi.

Kalau suatu mata uang dicetak banyak, biasanya terjadi penurunan nilai yang besar, kehilangan daya beli, sehingga inflasi meningkat tajam. Tetapi karena ini adalah USD, mata uang cadangan devisa dan mata uang transaksi dunia, percetakan USD mengalir ke seluruh dunia dan membuat negara-negara lebih mudah bertransaksi, harga-harga barang lebih murah.

Kita perlu mengingat ini: semakin rendah nilai mata uang, semakin murah produk yang ditawarkan dalam mata uang tersebut. Kalau USD turun, maka perdagangan global lebih bergiat karena produk lebih murah. Orang lebih besemangat dan percaya masa depan cerah. Untuk itu negara-negara berhutang lebih banyak, buat mengerjakan lebih banyak proyek, didorong USD murah melimpah.

Lalu, terjadilah berbagai macam hal, utamanya adalah Pandemi Covid, hingga terjadi inflasi. Pada bulan Juni 2022, The Fed melakukan kebalikan dari Quantitative Easing, yaitu Quantitative Tightening. Ini mengguncangkan seluruh dunia. Kemudian, The Fed menaikkan tingkat suku bunga USD.

Ingat bagaimana perdagangan dunia memakai USD? Negara juga berhutang dalam USD. Kalau nilai USD dinaikkan oleh The Fed, artinya (1) hutang dalam USD menjadi lebih mahal dibayar mata uang lokal, dan (2) jumlah USD berkurang, likuiditas USD menurun. Biaya memperoleh USD meningkat, bunga kredit USD juga meningkat. Maka, segala sesuatu di dunia menjadi semakin mahal, perdagangan dunia menurun.

Karena energi berkorelasi langsung dengan produktivitas industri, penurunan perdagangan dunia berarti produktivitas industri juga menurun (siapa yang mau terus memproduksi barang yang kini jumlah pembelinya menurun tajam?), artinya pemakaian energi juga turun.

Berita baik bagi kita: harga minyak bumi menjadi turun, semoga harga bensin juga turun. Dan memang turun di minyak mentah. Namun, karena produktivitas industri turun maka pengolahan minyak mentah dan transportasinya juga berkurang, sehingga biaya pengolahan minyak dan biaya pengangkutan meningkat. Bagi rakyat, harga bensin tidak turun walaupun harga minyak bumi turun.

Di sisi lain, barang-barang pokok harganya juga naik. Makin mahal biaya produksinya, makin mahal biaya transportasinya. Soal biaya ini juga diperparah oleh cuaca yang buruk di belahan bumi utara. Banyak gagal panen terjadi untuk hasil jagung, kedelai, dan gandum.

Di bulan Agustus 2022, walaupun harga bensin turun banyak tapi inflasi tetap naik dari bulan ke bulan, sebesar 0,1%. Artinya, nilai USD tetap turun. Bagaimana The Fed merespon? Tentu saja, suku bunga The Fed dinaikkan kembali. Nilai mata uang USD didorong naik lebih tinggi, likuiditas lebih kering, nilai hutang USD lebih besar.

Meningkatnya The Fed Rate, suku bunga The Fed, mendorong bank sentral - bank sentral seluruh dunia ikut menaikkan suku bunga mata uang masing-masing. Mereka harus menanggulangi naiknya inflasi yang terjadi (baca: turunnya nilai mata uang mereka) karena naiknya USD, bukan?

Apa yang terjadi kemudian? Likuiditas setiap mata uang turut mengalami penurunan. Biaya untuk memperoleh uang (baca: bunga kredit) meningkat, perekonomian semakin berat. Lalu, ada masalah dengan surat hutang alias obligasi yang ada.

Ketika suku bunga perbankan naik, maka yield atau pengembalian dari obligasi juga naik, karena keduanya berkompetisi. Misalnya ya, seseorang mau berinvestasi tunai 1 milyar. Apakah dia taruh di bank yang naik returnnya, atau taruh di obligasi yang returnnya tetap? 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun