Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Mitos dalam Statemen Baswedan

11 Juni 2014   19:02 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:13 938 3
Pasca debat capres tahap pertama yang diselenggarakan oleh KPU tempo hari, ada satu statemen dari Anis Baswedan yang akhir-akhir ini mulai populer. Statement tersebut tertulis dalam sebuah poster dengan foto Anis Baswedan dan bertuliskan sebagai berikut:

"Cara berpikir yang menyatakan kekayaan bangsa adalah minyak, gas, tambang, adalah cara berpikir penjajah kolonial. Kekayaan terbesar sebuah bangsa adalah manusianya".

Statemen ini cukup menarik untuk dikritisi. Namun sebelum mulai mengkritisi, perlu penulis tegaskan bahwa ketika penulis mengkritisi Baswedan, yang saat ini merupakan timses Jokowi, bukan berarti penulis tengah membela rivalnya yaitu Prabowo. Penulis menegaskan diri bahwa penulis tidak memilih keduanya. Bagi penulis, turut menentukan nasib bangsa tidak terbatas pada memilih kedua capres tersebut.

Penulis tidak mengetahui dengan pasti apakah sepotong kalimat yang tertera dalam poster tersebut diunggah oleh Baswedan sendiri atau dibuat oleh pihak lain yang hanya mengambil sepotong kalimat dari penjabaran keseluruhan Baswedan tentang konsep pikirnya atas Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM). Namun kenyataan yang ada menunjukkan bahwa poster tersebut telah mengembara di dunia maya dan akan ditafsirkan oleh para pembacanya.

Dalam poster tersebut terdapat dua kalimat:

A. Cara berpikir yang menyatakan kekayaan bangsa adalah minyak, gas, tambang, adalah cara berpikir penjajah kolonial.

B. Kekayaan terbesar sebuah bangsa adalah manusianya.

Dalam poster tersebut disusun secara berurutan dari kalimat A menuju kalimat B. Kalimat A dalam hal ini berfungsi sebagai kritik dan kalimat B sebagai solusi yang ditawarkan.

Kedua kalimat tersebut niscaya akan diinterpretasi oleh pembacanya. Dari kalimat ke dua dapat ditarik suatu makna langsung bahwa kekayaan terbesar suatu bangsa adalah SDMnya. Dengan demikian maka secara otomatis akan ada makna ikutan yaitu; SDA bukan merupakan kekayaan terbesar alias nomer dua. Salah satu contoh interpretasi positif yang muncul dari kalimat ini adalah; SDM merupakan aset utama. Hal itu dilandaskan pada ide bahwa tanpa SDM maka SDA yang melimpah ruah tidak akan ada manfaatnya. Ide ini terdengar sangat brilian. Kemungkinan, sebagian besar orang, termasuk penulis, akan setuju dengan ide tersebut.

Namun sayangnya untuk memperkuat heroisme kalimat kedua, Baswedan menggunakan retorika dalam kalimat pertama: Cara berpikir yang menyatakan kekayaan bangsa adalah minyak, gas, tambang, adalah cara berpikir penjajah kolonial. Kalimat ini dengan tegas memvonis; cara pikir yang menyatakan bahwa kekayaann bangsa adalah minyak, gas, dan tambang, adalah cara berpikir penjajah kolonial. Padahal semua pihak tentu tahu bahwa kekayaan bangsa adalah keduanya; SDM sekaligus SDA.

Konsekwensi logis dari kalimat pertama, meminjam istilah Barthes, akan memunculkan mitos atau makna kedua yaitu;  karena memikirkan SDA adalah cara pikir penjajah kolonial maka kita tidak perlu memikirkannya. Kita tidak perlu lagi memikirkan bahwa berpuluh tahun SDA bangsa ini dieksploitasi pemodal asing.

Sesungguhnya SDA maupun SDM keduanya harus dilindungi dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan bangsa dan negara. Tidak menjadi soal; mana salah satu di antara keduanya merupakan kekayaan terbesar?

Penulis berusaha untuk tidak berburuk sangka bahwa kalimat tersebut sengaja digunakan untuk mencari pembenaran atas pelegalan eksploitas SDA oleh pemodal asing atau sering disebut kapitalis. Seiring waktu, nanti kita akan membuktikan bersama.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun