Dimasa lalu, ada politik pemerintahan kolonial memanfaatkan budaya feodalisme bangsa kita dalam upayanya menguasai bangsa kita yaitu dengan mengangkat para ningrat menjadi pejabat pemerintahan kolonial. Menyandang gelar kebangsawanan menjadikan seseorang mendapat tempat yang dihormati dimasyarakat, budaya ini dimanfaatkan dengan baik untuk menundukkan bangsa ini berabad lamanya. Setiap pejabat pemerintahan kolonial yang berasal dari bangsa pribumi diwajibkan mencantumkan gelar kebangsawananya dan nama keluarga besarnya. Dari gelar dan nama kebangsawanan yang harus dicantumkan  tersebut dimaksudkan agar rakyat patuh dan hormat dengan pejabat yang diangkat pemerintahan kolonial tersebut. Budaya feodal yang kental dalam masyarakat jawa tersebut, para terdidik yang diperlukan dalam pemerintahan kolonialpun dalam perkembangan selanjutnya diharuskan mencantumkan gelar akademis. Demikian pula dalam ijazah, tercantum sebuah kalimat " Berhak menyandang gelar ...... ". Artinya gelar akademispun delegalisir penggunaanya, ini tak lain merupakan warisan kolonial dalam politik menguasai rakyat yang minim pendidikan pada waktu itu.
Gelar akademis pada akhirnya menjadi lambang status sosial didalam masyarakat sehingga gelar akademis merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. Situasi ini menjadikan gelar lebih berharga dari ilmunya, ijazah palsupun diburu orang. Budaya berburu gelar, bukan berburu ilmu, mungkin inilah yang menjadikan bangsa kita tertinggal dalam penguasaan iptek. Orang Yahudi tidak ada yang mencantumkan gelar tetapi dalam penguasaan iptek sangat menonjol. Mencantumkan gelar akademis sederet tanpa prestasi sebetulnya memperolok diri sendiri, namun budaya feodal itu telah menghapus perasaan itu.
Lama kelamaan, karena tujuan belajar adalah berburu gelar untuk kepentingan status sosial, lulusan perguruan tinggi akhirnya dihargai murah, bahkan yang berguna hanya kemampuan baca tulisnya, ilmunya tidak terpakai karena tidak memenuhi syarat bekerja sesuai dengan pendidikannya. Banyak lulusan perguruan tinggi yang bekerja asal ada pekerjaan dari pada menganggur. Yang masih menghargai gelar hanya pemerintahan, tak heran menjadi PNS menjadi tempat yang menjanjikan. Berbondong2 berebut menjadi PNS, segala cara dihalalkan, tarifpun berlaku, sekian puluh juta, sekian ratus juta untuk menjadi PNS dimaklumi. Inilah keadaan negeri kita yang nantinya diurus oleh korban2 feodalisme yang ditinggalkan oleh pemerintahan kolonial. Budaya yang dibuat oleh pemerintahan kolonial agar bangsa ini tidak pernah maju, ternyata masih berlanjut. Hal itu masih ditunjukkan oleh mantan menteri negeri ini Yusril Izha Mahendra yang merasa tidak perlu berdebat dengan Hendarman Supanji yang katanya hanya bergelar S1.