"Rasanya kok ukhuwah kita semakin kering ya, Akh !", seorang yang lebih tua memulai pembicaraan.
"Seakan-akan dakwah ini hanya di pikul oleh sebagian kecil orang, padahal wilayah kita merupakan wilayah paling banyak kadernya. Lihat saja setiap ada kegiatan, yang nampak hanya wajah-wajah itu saja. Lalu yang lain kemana ? ", yang lebih muda hanya bisa mendengarkan.
"Dulu tidak seperti ini, Akh. Dulu, setiap ada ikhwah atau keluarganya yang sakit, kita berombongan untuk menjenguknya. Ketika ada ikhwah yang terbelit kesulitan, kita ramai-ramai menanggungnya. Ketika ada yang membutuhkan bantuan, tak segan-segan kita singsingkan lengan baju ataupun rogoh saku kita untuk mereka. Sekarang, rasanya kok kering ya Akh ! Sedih ! Miris !", lagi-lagi yang lebih muda hanya bisa mendengarkan.
" Sering saya itu ngobrol sama istri, "kok di wilayah kita adem ayem saja ya, Bi. Gak seramai dulu". Istri saya saja juga merasakan hal yang sama. Lihat saja di setiap pertemuan kita, laporan yang ada justru tidak menambah semangat kita untuk lebih berdiri tegak. Tapi semakin membuat surut langkah kaki kita",
"Antum tahu, Akh. Ketika ada program-program dari pusat, rasanya aneh kalau para kader kita tidak segera menyambutnya. Kadang saya itu juga ikut-ikutan males akhirnya. Semangat melemah. Lalu kalau bukan kita, siapa lagi ?!",
"Pingin rasanya kita ngumpul bersama, mabit bersama untuk membicarakan semua ini. Bisa jadi ada kader yang selama ini tidak nampak wajahnya karena mempunyai beragam permasalahan.", yang lebih muda masih mendengarkan. Dengan senyum mirisnya.
"Bisa jadi ada masalah di keluarganya. Istrinya sakit, anak-anaknya yang harus sudah masuk sekolah sementara tidak ada biaya, bapak-ibunya yang sudah renta tidak ada yang mengurusnya, adiknya yang bikin kerusuhan. Atau barangkali masalah pekerjaannya, dia tidak cocok dengan tempat kerjanya, dia belum punya pekerjaan tetap, punya masalah dengan bosnya, masalah dengan bisnisnya, bisnisnya terlilit hutang atau barangkali tempat kerja yang mengekang aktifitas dakwahnya. Barangkali pula ia punya masalah dengan rumah kontrakannya yang harus segera pindah sementara ia tak punya cukup uang untuk memperpanjangnya, atau tagihan kredit yang membengkak. Dan segudang permasalahan kehidupan."
"Dimana ukhuwah kita, ya Akh ?!"
Miris rasanya. Saat dunia yang semakin mendekati ajalnya, justru semakin membuat kita menjadi pribadi-pribadi yang terlena.
Teringat jelas sebuah pesan dari Ustadz kita, Ustadz Rahmat Abdullah (Semoga Allah merahmatinya).
"Dakwah adalah Cinta", ujar beliau.
"Dan cinta akan meminta semuanya darimu, sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu. Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah, tentang umat yang kau cintai."
Tak hanya pesan itu. Sebuah contoh nyata yang telah di ceritakan para pendahulu dakwah ini, yang membuktikan bahwa ia lebih mencintai dakwahnya di atas segalanya. Beliaulah Ust. Hasan Al Banna (Semoga Allah merahmati dan menyayangi ruh beliau).
Suatu hari anaknya sakit. Demam yang amat sangat. Padahal pada saat itu ia ada tugas dakwah yang mengharuskannya keluar rumah.
"Haruskah kau pergi padahal anak kita demamnya sangat tinggi ?", Istri sang Imam itu bertanya saat dipamiti setelah sang Imam menginggalinya obat penurun panas.
"Istriku, kalau tidak pergi, apakah anak kita akan sembuh ?", Hasan Al Banna balik bertanya.
"Tidak," jawab sang Istri. "Tapi bagaimana jika dia meninggal ?"
"Kakeknya lebih tahu bagaimana cara memandikan dan mengkafaninya."
Allahu Akbar !
Adakah cinta kita pada level seperti ini ?
Jika cinta kepada lawan jenis mampu mengubah manusia menjadi kreatif, cerdas, dan berdaya secara ekonomi serta berani menanggung resiko dan bertanggung jawab, harusnya Cinta Dakwah akan membawa efek yang sama, bahkan lebih besar dari itu semua.
Ketika dakwah adalah cinta, maka ia pun meningkatkan kekuatan tekad dan perjuangan dai untuk menggapai cintanya. Ketika dakwah itu cinta, maka ia pun mengubah sisi takut menjadi keberanian, mengubah kelemahan jadi kekuatan, dan melipatgandakan kecerdasan.
Cintailah dakwah dan cintailah umat yang kau dakwahi, lalu perhatikan apa yang terjadi.
"Akhi, beri aku seteguk air dari cangkirmu !"
Wallahu a'lam