Bukan tanpa sebab, ia menganggap air dari Tirta Kamandanu sangat malati sehingga tidak boleh habis dari kendi yang ia cucup dalam sehari.
Sehari-hari paling sedikit Barada sambang tiga kali. Jelang fajar, tengah hari, dan sebelum petang berpulang. Air dari Tirta Kamandanu Barada gunakan untuk keperluan menyeduh kopi, menjerang teh, meracik jamu, serta air minum setelah makan.
Bila Jumat Kliwon, Selasa Kliwon dan Jumat Wage, Barada tandang lima kali ke Tirta Kamandanu. Dua waktu tambahan yaitu selepas petang dan tengah malam untuk jadi air tuah pengunci dicampur dengan tujuh mata air dari berbagai penjuru yang ditempatkan dalam tempayan besar di padepokan.
Air tersebut sebagai medium pengobatan, selain juga sarana untuk berkomunikasi dengan makhluk tak kasat mata yang kerap mengganggu manusia.
Paling sering orang minta pertolongan adalah bila raja kayanya hilang secara misterius. Pelakunya ada tiga yang paling sering dijumpai yakni Tuyul, Nyi Blorong dan Putri Babi.
Dengan rapalan mantra khusus sembari mengaduk kopi dengan menyebut nama yang kehilangan biasanya prewangan itu akan muncul dan bicara dengan Barada. Paling banyak ya setan gundul tuyul. Pencuri uang paling sering. Kalau sudah habis satu gelas kopi disesap, Barada akan meminta untuk mengembalikan raja kaya yang diambil.
Entah ancaman apa yang disampaikan, biasanya prewangan itu akan mengembalikan paling lama sehari setelah ngopi bareng duduk bersila.
Kalau saja Barada masih ada hari ini barangkali caleg caleg yang dicuri suaranya itu pasti juga mengadu padanya.
Sebab konon katanya banyak suara dicuri makhluk gaib sehingga tidak jadi menang. Padahal sudah habis uang banyak sekali. Hanya sayangnya Barada sudah lama tiada. Ceritanya saja yang masih hidup di ingatan warga Dalangan. Sebuah desa terpencil di dekat Candi Kedulan, Candi Kalasan, Candi Prambanan. Sekitar 1200 tombak dari kutanagari.