Tetapi semua berjalan mulus setelah suami dari adik istrinya, Wisalaksa, iparnya, merubah undang undang untuk melancarkan jalan keponakan bisa maju.
Tak cukup dengan itu, Togog yang dipasrahi mengurus bagian Tri Matra Bregada, diberikan keleluasaan lebih untuk bisa merebut hati rakyat agar gangsar tak ada yang bikin ambyar mimpinya jadi raja.
Bambang Lengkungkusumo sejatinya belum cakap, tapi siapa lagi yang akan diwarisi Jamus kalimasada kalau bukan darah daging sendiri?
Petruk yang seharusnya netral malah lebih banyak menguntungkan Togog dan Lengkungkusumo dengan berbagai kuasa yang ia punya. Praktis ini membikin sejumlah punggawa kritis, ini merusak tatanan yang sudah dibuat para pendiri kerajaan. Hilangnya sikap kenegarawanan ini memicu sejumlah guru besar dari berbagai kadewaguruan angkat bicara. Ini peristiwa penting sebab selama satu dekade, tidak ada suara vokal dari kadewaguruan semenjak Loh Gawe ditarik Petruk jadi kerani. Loh Gawe adalah guru besar dari kadewaguruan Petruk pernah mengecap pendidikan.
Loh Gawe sangat pintar bermain catur. Dalam pengondisian pion, luncur, Beteng, kuda, ratu dan raja ia praktikkan dalam kasunyatan. Derma pada banyak kadewaguruan tak habis disosorkan demi tidak menentang kebijakan kerajaan yang dinilai menindas rakyat. Para guru disibukkan membuat penelitian dan hal hal administratif sehingga lupa akan pilar pengabdian dan berdarma bakti pada rakyat.
Loh Gawe bahkan menjadi tokoh kunci untuk menjadi penerima tamu, penghubung, pengatur taktik agar Petruk tetap bisa berkutik.
Berangkat dari ngopi sore di Sasana Krida Dongeng Kopi akhirnya sejumlah guru dari berbagai Kadewaguruan sepakat bahwa kelompok cerdik cendekia harus mengingatkan dan menyerukan akan ketidak adilan agar tata kelola negara tidak berantakan.
Memang asupan kopi benar benar mendorong keberanian, keberpihakan serta perubahan. Coba sebutkan revolusi di belahan mana yang tanpa dimulai dari secangkir kopi, pasti kamu kesulitan bukan memberikan jawaban?