Ketersediaan kopi yang kurang hingga berdampak pada kenaikan harga beras kopi yang cukup tinggi mungkin menjadi refleksi kita bersama, jangan jangan di bagian hulu ada paksaan tanaman tumbuh untuk digenjot terus terusan melimpah dengan rekayasa genetika dan unsur kimia yang membuat tanah jenuh sehingga pada satu titik hasilnya jeblok.
Sudah saatnya sepertinya kita kembali pada kearifan lokal dimana tanah juga butuh waktu untuk pulih kembali dengan unsur hara dan bahan bahan organik sebelum hasilnya kembali seperti sediakala. Kearifan lokal dalam pertanian membentuk sistem religi, yang kaya akan filosofis. Jauh dari sifat tamak dan aji mumpung.
Tanpa kearifan lokal, rantai sosial, ekonomi, dan lingkungan pasti terganggu. Sebab orientasi produktivitas justru mengabaikan akan kelestarian tanah yang sesungguhnya adalah demi pertanian berkelanjutan.
Bayangkan saja dalam satu tahun ini sudah ada kenaikan bahan dasar sampai dua kali dengan rentang kenaikan antara 27-57 persen berdasar keadaan panen tidak bagus. Sehingga barang kurang-kurang.
Padahal tidak penting genjotan produktivitas tinggi, bila ujungnya pada satu titik harus gigit jari lantaran hasil meleset jauh dari prediksi.