Saat saya sedang menunggu hasil photocopy lembaran kertas mewarnai untuk anak saya, sekelompok anak berusia sekitar 8-9 tahun – datang menghampiri sambil membawa beberapa kertas yang juga bergambar. Dalam hati saya tersenyum: wah, koq sama ya? Mereka begitu bersemangat. Namun, ada hal yang membuat saya agak kaget dengan obrolan mereka. Seorang dari mereka tiba-tiba bicara tentang seorang temannya yang punya keinginan untuk merusak dan membakar gereja serta menghancurkan salib dalam gereja. Ah, namanya juga anak-anak, biasanya suka main-main. Begitu pikir saya. Tapi, kenapa ide atau keinginan negatif itu bisa muncul? Apa tidak mungkin hal itu dipicu oleh isi media informasi yang dikonsumsi anak-anak kita? Atau mungkin para pendidik tak lagi memperkenalkan dengan bijak perbedaan-perbedaan yang semestinya dihormati? Bagaimana dengan peran orang tua dan para guru agama? Apa yang sedang berlangsung dalam dunia pendidikan agama anak-anak kita? Apakah semuanya ‘baik-baik’ saja seperti yang terlihat? Apakah tidak mungkin ada semacam pergerakan diam-diam yang mencoba mengindoktrinasi anak-anak kita agar mentah-mentah menganggap apa yang beda sebagai tabu, musuh dan harus diperangi? Rentetan pertanyaan itu saling berburu dalam benak saya, ketika saya melangkah pergi dari tempat photocopy itu. (Ada yang menganggap cerita ini fiktif. Ini adalah kenyataan yang saya dengar langsung tanggal 19 Februari 2011 dekat tempat tinggal saya).
KEMBALI KE ARTIKEL