Sejak kecil saya sering disuguhkan alm. ibu saya ikan gabus dalam bentuk masakan gabus pucung.
Orang betawi mengatakan bahwa gabus pucung adalah masakan khas betawi.
Orang Surabaya bilangnya rawon, masakan rawon dagingnya dari sapi.
Sedangkan ikan gabus pucung dagingnya dari ikan gabus.
Warna kuahnya masakan gabus pucung sama hitamnya dengan rawon Surabaya, karena mengunakan kluek (Maaf bila salah tulis kluek)
Rasanya sangat gurih dan sedap, sehingga saya bawa banyak teman untuk makan.
Semua teman saya senang makan gabus pucung, kecuali teman yang memang tidak suka makan jenis ikan.
Ikan gabus biasanya sangat sulit diternakan sehingga makin lama makin sulit didapatkannya.
Rawa, danau, sawah atau sungai tempat berkembang biak sudah makin sedikit.
Tidak heran bila kota Jakarta harus “import” dari luar kota seperti Banten atau Krawang.
Karena itu tidak heran bila harga ikan gabus menjadi lebih mahal dari ikan bandeng.
Saat saya kecil; ayah saya yang juga seorang dokter selalu menyarankan saya untuk banyak makan ikan bandeng, ikan kembung maupun ikan bagus pucung.
Setelah saya menjadi dokter, saya sering kali mendengar bahwa ikan gabus pucung sangat baik untuk penyembuhan luka. Baik luka operasi atau luka bakar.
Tentu saja, saya sebagai dokter ingin memahami zat aktip yang terkandung dalam ikan gabus tersebut.
Sayangnya, saya tidak menemukan literature yang menunjang penelitian zat aktip pada ikan bagus.
Baik saya maupun alm. ayah saya, kami hanya berpendapat bahwa ikan bagus seperti ikan lainnya, mempunyai protein yang sangat tinggi.
Daging ikan yang dikenal sangat kaya proteinnya, putih telur (Albumin), yang pasti membuat penyembuhan luka menjadi lebih cepat sembuh.
Yang membuat saya kaget adalah saat membaca artikel tentang ketakutan dunia terhadap ikan gabus ini.
Mungkin karena tidak kenal maka tidaklah menjadi sayang.
Sepertinya orang bule yang hidupnya jarang ketemu ikan bagus menjadi sangat takut, karena ikan gabus bisa menjadi sangat besar. Kadang bisa menjadi lebih besar dari satu meter.
Sedangkan ikan gabus yang pernah saya makan, seingat saya paling besar sekitar panjang 45 cm.
Siapa yang pernah melihat ikan gabus ?
Maka pastilah bisa takut bila melihat ikan gabus itu.
Ikan gabus memang berkulit licin seperti belut, berbentuk seperti ikan lele serta rakusnya seperti ikan pembersihan.
Kuat bertahan hidupnya luar biasa, bila sawah atau rawanya kering, maka ikan gabus mengumpet dibawah lumpur dan bernapas dengan insang. Luar biasa daya tahan hidupnya.
Ganasnya karena giginya sangat banyak dan tajam sekali untuk mengkoyakan korbannya.
Karena ciri ciri yang demikian, orang bule menamakan ikan gabus sebagai Franken Fish
Maka tidaklah heran bila saja orang bule sangat kuatir bila negara mereka tercemar ikan gabus.
Tetapi sungguh di sayangkan bila Indonesia tidak memanfaatkan jenis ikan gabus yang mempunyai kaya protein untuk kesejakteraan rakyat Indonesia.
Semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi yang perlu paham tentang penyembuhan luka maupun persiapan terapi kedokteran seperti operasi maupun kemo-terapi.
Karena disaat saat itu kebutuhan protein untuk penyembuhan luka sangat dibutuhkan.
Bagaikan bangunan rumah seperti tembok yang mulai plesterannya terkelupas maupun temboknya yang bolong harus di re-generasi-kan ulang.
Dan memang secara nyata ikan gabus terbukti untuk secara awam untuk mempercepat penyembuhan luka.
Semoga pula ikan gabus tidak punah akibat makin meluasnya lingkungan hidup manusia modern di perkotaan.