Seorang trainer yang sedang mengadakan pelatihan pasutri ( pasangan suami istri ), mempersilahkan peserta untuk menuliskan kekurangan pasangannya masing-masing. Setelah selesai menuliskan kekurangan, mereka dipersilahkan membalik kertas masing-masing.
Selanjutnya di halaman yang baru, peserta dipersilahkan menulis kelebihan pasanganmasing-masing.
Setelah selesai menuliskan kedua hal tersebut, peserta diminta menjumlahkan catatan di halaman depan dan di halaman belakang. Apa yang didapatkan dari hasil Quiz sederhana tersebut, membuat seluruh peserta tercengang, serasa tak percaya, namun “make sense” alias masuk akal.
Ternyata di halaman depan rata-rata dapat menuliskan lebih dari 20catatan, sementara dihalaman belakang rata-rata tidak melebihi 5 catatan. Itu berarti, menuliskan kekurangan dan kelemahan pasangan kita, jauh lebih mudah ketimbang kelebihannya. Ini adalah fakta.
Jika dalam tulisan saya kemarin yang bertajuk “bagaimana mengungkapkan kasih sayang” di sini, dapat kita lihat betapa romantis dan indahnya kata-kata yang terucap tatkala masa-masa berpacaran. Tak kurang dari beberapa pria sampai gemetar manakala mengutarakan isi hatinya. Bahkan tidak sedikit yang tidak mampu melakukannya.
Namun selanjutnya, apa yang terjadi setelah mereka menjadi pasutri? Tak jarang mereka terjebak ke dalam penyakit yang disebut “collector of dislikeness” ( sebut saja penggemar kekurangan).
Tidak jarang dalam romantika kehidupan sepasang suami istri (pasutri) terjadi percekcokan. Diakibatkan oleh hal-hal yang remeh temeh sampai hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan. Fakta ini dapat dibuktikan, dengan tingginya angka perceraian yang terjadi di Negara kita.