Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Arti sebuah nama

1 Februari 2010   11:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:08 19728 0
[caption id="attachment_65981" align="alignleft" width="300" caption="Seindah Nama"][/caption]

Nama dalam tataran Manusia.

Kerap kali kita mendengar jargon ataupun adagium yang menyatakan, “Apalah arti sebuah nama?”

Sepintas lalu, bila kita berbicara dalam konteks kehidupan sehari-hari, jargon itu tidak menjadi masalah alias dapat dimengerti. Misalnya dalam pergaulan muda-mudi sekarang, nama malah sering dibuat menjadi object pembenaran terhadap jargon di atas. Seringkali mereka menggampangkan nama dengan dalih agar tidak ribet, gaul, atau agar… agar… yang lain, karena anak muda cenderung menghindari hal-hal yang mempertanyakan arti dan makna.

Nama yang sudah baik itu tidak jarang diubah sedemikian rupa sesuai selera si pemakai nama. Itu dilakukan semata-mata untuk mendapatkan “label” tertentu. Misalnya nama yang tadinya kental kedaerahan, dimodifikasi dengan nama yang berbau kebule-bulean. Nama yang sudah baik, diubah menjadi lebih “Cool” dengan tambahan kata-kata seram hingga kata-kata “nyeni” sekedar untuk mendapatkan sensasi.

Karena menganggap nama itu tidak memiliki makna, maka dalam hal memberi nama pun, orang hanya latah dan ikut-ikutan. Misalnya begitu mengingat nama anak tetangga atau teman sekomplek, ya itu saja diberikan menjadi nama anaknya. Sering mendengar nama Yudhi, ya diberilah nama anaknya Yudhi. Namun apabila dipertanyakan tentang makna nama Yudhi tersebut, hanya dijawab dengan mesem-mesem saja.

Pengalaman seseorang yang baru-baru ini berbincang dengan saya, sewaktu ia bertugas di Lampung. Ceritanya ia bertemu dengan seorang anak remaja yang cantik jelita di sana. Namun sayang seribu sayang, sang anak ternyata diberi nama Agli oleh kedua orang tuanya. ( ugly – bah inggris = buruk ).

Apa jawab orang tuanya ketika dikonfirmasi tentang arti nama agli tersebut? Jawabanya hanyalah, “Saya tidak mengerti maknanya, kebenaran saja dulu ada nama Agli di komplek perumahan kami.”

Coba kita pikir, apakah kedua orang tua dari Agli, secara tidak langsung menganut prinsip jargon “Apalah arti sebuah nama?”, atau “cuek”, tanpa berfikir akibat yang harus ditanggung anaknya kelak, jika mengetahui arti namanya?.

Sungguh sebuah arti yang menyesakkan dada, membuat sedih, malu, sehingga cenderung membuatnya minder (inferior), bahkan tidak jarang akan mengait-ngaitkan arti namanya itu dengan kesulitan hidupnya kelak.

Nama dalam tataran Ilahi.

Nama dalam tataran Ilahi memiliki makna kemuliaan, Doa, panggilan, dan permohonan.

Namun dalam hidupnya, manusia seringkali menyalah gunakan Nama Tuhan, dengan menjadikanya “perisai” dalam pembenaran diri, atau mencari keuntungan diri sendiri dengan menyebut Nama Tuhan.

Kita mengenal adat orang Jahudi yang jumawa, sehingga tanpa dijelaskan pun banyak manusia tidak bersimpati terhadap perilaku orang Jahudi. Namun walaupun begitu, ternyata untuk meyebut nama Tuhan (YHWH) mereka sebut “adonai”. Hal ini semata-mata untuk menghindari menyebut Nama Tuhan dengan serampangan, dan tidak tepat.

Sebaliknya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seringkali para Pejabat mengatas namakan Tuhan, bahkan disumpah memakai kitab Suci, sebelum ia memangku jabatan tertentu,

namun apabila kita telisik kenyataan yang terjadi, apakah para pejabat itu menepati janjinya terhadap sang khalik setelah menjalankan masa jabatannya? Apakah serta-merta korupsi dapat dihentikan dengan sumpah Jabatan itu? Semudah pejabat itu mengucapkan sumpahnya dengan embel-embel Nama Tuhan? Nyatanya tidak bukan.

Nyata benar bahwa sebuah Nama tidak dapat diucapkan dengan mudah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun