Rusuh di lapas terus berulang dan seolah menjalar dari satu lapas ke lapas lainnya. Belum lagi kasus kaburnya napi dan yang paling menggegerkan adalah ada 'pabrik sabu' di dalam Lapas Narkotika Cipinang, Jakarta saat Menkum HAM Amir Syamsuddin melakukan inspeksi mendadak pada awal Agustus lalu.
Kementerian Hukum dan HAM sebagai pihak yang bertanggung jawab seolah tidak berdaya menangani masalah ini. Masing-masing lapas seolah menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja menjadi kerusuhan.
Kasus kerusuhan di Lapas Labuhan Ruku hingga kini belum diketahui penyebab utamanya. Namun, dari beberapa peristiwa sebelumnya, berikut “alasan klasik” penyebab utama kerusuhan di dalam lapas sering terjadi.
1.Kondisi Lapas Kelebihan Kapasitas / Over Capacity
Over capacity alias kelebihan kapasitas selalu menjadi penyebab utama kerusuhan di lapas terjadi. Bayangkan saja, Rutan Salemba Jakarta yang berkapasitas 1.500 dihuni 3.500 napi dan tahanan. Sementara Lapas Cipinang yang berkapasitas 880 napi dihuni 2.900 napi.
Rata-rata, lapas di Indonesia dihuni para napi dan tahanan yang berjumlah tiga hingga empat kali lipat dari kapasitas awal.
Di Lapas Labuhan Ruku misalnya, Kasubdit Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Akbar Hadi mengatakan, persentase kelebihan kapasitas napi di lapas itu mencapai 400 persen.
"Lapas itu idealnya hanya untuk menampung sekitar 300 warga binaan.Tapi kekinian, terdapat 867 napi di dalam lapas tersebut," ujarnya.
Sementara ketika kerusuhan terjadi di Lapas Tanjung Gusta, Wamenkum HAM Denny Indrayana mengatakan total ada 2.600 napi dan tahanan dari kapasitas 1.054 orang.