Pilkada serentak akan digelar pada 27 November 2024, tak terasa tinggal beberapa minggu lagi perhelatan politik ini dihelat.
Kota Padang, salah satu kota yang juga akan menikmati perhelatan besar ini. Tiga pasang Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota ikuti kontestasi sebagai pemimpin kota Padang lima tahun kedepan.
Tak tanggung-tanggung, tiga pasang nama besar Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota mencoba meraih simpati masyarakat kota Padang. Ada pasangan Fadly Amran dan Maigus Nasir, Iqbal dan Amasrul, lalu ada incumbent Hendri Septa yang berpasangan dengan Hidayat. Latar belakang ke tiga pasang ini pun luar biasa, ada mantan Walikota, mantan anggota DPRD Provinsi, ada mantan jubir Capres 2024 lalu! Berlatar belakang politikus, pengusaha, psikolog dan ada juga ustadz. Seru ini tentunya. Didukung pula oleh partai-partai besar.
Dari semua pasangan ini sudah pasti menjanjikan yang terbaik bagi kota Padang. Bahkan hal-hal yang rasanya tidak terjangkau oleh APBD kota Padang  pun mereka janjikan.
Tapi apakah itu akan benar-benar akan membawa perubahan bagi kota Padang, yang terdapat beribu masalah selama beberapa waktu ini?.
Mari kita lihat satu persatu yang dominan saja.
Masalah Pasar Raya Padang.
Saat ini, pasar raya Padang tak bisa dipungkiri termasuk pasar yang semrawut untuk ukuran kota besar di Sumatera Barat. Penataan yang tidak jelas, bangunan lama masih mendominasi. Pedagang yang menggelar dagangan sesuka hati saja tanpa mempertimbangkan masyarakat lain, seperti pengguna jalan misalnya. Jalan utama di pasar raya Padang di penuhi oleh lapak pedagang, dengan dalih mencari penghidupan. Parkir pun asal jadi. Sehingga hal ini menyebabkan kemacetan dan mengganggu penggunaan jalan, baik yang berkendaraan maupun yang berjalan kaki. Ibaratnya, dimana ada tempat kosong maka disana lapak digelar. Dimana ada tempat yang lapang, maka arena parkir bisa dibuka.
Begitupun trotoar di beberapa pusat kota Padang, kerap di jadikan tempat menggelar dagangan, baik yang musiman ataupun yang menetap. Sehingga kenyamanan dan hak pejalan kaki terganggu. Penertiban oleh pihak pemerintah kota dalam hal ini penegak Perda tentu dilakukan, tapi sayangnya tidak maksimal dan tidak berdampak positif. Terbukti permasalahan diatas tetap menjadi pandangan umum di kota Padang.
Demikian pula untuk wilayah yang menjadi objek wisata, seperti pantai Padang, kondisinya pun tak jauh berbeda dengan pasar raya. Tempat yang diperuntukkan sebagai fasilitas umum pun dikuasai oleh mereka yang menggelar dagangan. Trotoar digunakan sebagai tempat mencari penghidupan. Itu bisa dilihat dari mulai arah mesjid Al Hakim sampai ke pantai Cimpago Muaro Lasak. Dalam hal ini tentu tidak bisa mencari siapa yang salah dan siapa yang benar, keputusan tetap berada pada pimpinan kota.
Masalah Infrastruktur.
Kota Padang sebagai pusat Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat. Tentunya sebagai Ibu Kota Provinsi di pantai barat Sumatera ini harusnya memiliki infrastruktur yang memadai sebagai sebuah Ibu Kota Provinsi.
Saat ini kondisi jalan di kota Padang tidak ada perkembangan. Masih jalan yang lama dan minim pengembangan. Trotoar masih sesuatu yang langka, kalaupun ada, sudah tak jelas bentuk dan kondisinya. Kecuali di jalan protokol di pusat kota ini yang ada pembaharuan, tapi selain itu hampir sama kondisinya. Kondisi trafic light (lampu merah) di beberapa ruas jalan juga tidak terpelihara, ada lampunya yang mati, berkedip tak jelas, bahkan tidak sampai beberapa menit sudah berganti-ganti warna, sehingga ini juga jadi faktor kemacetan. Ditambah sikap pengguna jalan yang tidak tertib, semua terkesan ingin mendahului.
Kota Tua, sepanjang muara Padang yang sarat nilai sejarah, kondisinya memprihatinkan. Harusnya wilayah ini bisa menjadi tujuan wisata sejarah, karena memang wilayah ini sarat dengan sejarah masa lalu.
Begitupun drainase, masih gaya lama, sehingga pada saat hujan kota Padang dipastikan menjadi kolam, mungkin genangan air dalam skala besar lebih tepatnya, itu tidak hanya terjadi di pusat kota, tapi juga melanda daerah pinggiran.
Termasuk juga pembangunan infrastruktur daerah pinggir kota Padang yang masih minim, jangankan untuk pembangunan baru, memperbaiki yang sudah ada saja masih sulit. Ada memang beberapa daerah pinggir kota ini yang sudah tersentuh, tapi itupun belum merata. Beberapa objek fasilitas umum yang dibuat oleh pemerintah terdahulu juga tidak termanfaatkan, sebut saja Velodrome sarana olah raga balap sepeda di Lubuk Kilangan, jangankan terpakai sesuai fungsinya, termanfaatkan saja tidak.
Masalah pembinaan terhadap generasi muda.
Kota Padang selama beberapa tahun ini termasuk kota yang rawan dengan kenakalan remaja. Tawuran sudah bertahun-tahun tidak teratasi, bahkan semakin menjadi. Ini kerap memakan korban, mirisnya pelaku dan korban masih dibawah umur. Bahkan ada yang masih di bangku SD! Salah satu kasus tawuran di kota Padang bahkan pernah jadi berita nasional.
Belum lagi tingkat pencari kerja yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia.