Mohon tunggu...
KOMENTAR
Hukum

Semen Padang, Antara Instruksi Holding, Kebutuhan Lingkungan dan Sejarah Masa Lalu

12 Maret 2022   21:48 Diperbarui: 1 April 2023   22:19 2069 4

Holding atau perusahaan induk adalah perusahaan yang menjadi perusahaan utama yang mengatur, mengendalikan dan mengawasi kinerja dari beberapa anak perusahaan yang tergabung ke dalam satu grup perusahaan. Pengertian Holding Company menurut Ray August, menyatakan bahwa holding company adalah perusahaan yang dimiliki oleh induk perusahaan atau beberapa induk perusahaan untuk mengawasi, mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan usaha anak- anak perusahaannya.

Terkait dengan PT Semen Padang, pada tahun 1995 Pemerintah mengalihkan kepemilikan sahamnya di PT Semen Padang ke PT Semen Gresik (Persero) Tbk. Dan terhitung dari tanggal 07 Januari 2012, dimana PT Semen Gresik (Persero) Tbk mengumumkan perubahan nama menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk yang dilaksanakan di Grand City Convex Surabaya oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan. Sehingga Pabrik Semen tertua itu telah menjadi Holding dari Semen Indonesia Group, posisi PT Semen Padang tidak lagi independent, karena sebagaimana layaknya sebuah holding, tentu status telah berubah menjadi anak perusahaan.

Artinya, PT Semen Padang bukan lagi Perusahaan mandiri yang selalu disebut sebagai Perusahaan kebanggaan urang awak. Peran dan fungsi PT Semen Padang yang pernah dibanggakan tersebut telah dikebiri, PT Semen Padang tidak lebih sebagai anak perusahaan yang semuanya di atur oleh Induk, yakni Semen Indonesia Tbk. Yang semua aktifitasnya telah dikontrol dan dibatasi oleh induk itu sendiri. Baik persoalan kebijakan internal dan eksternal, persoalan anggaran, pengelolaan keuangan, produksi dan pemasaran, termasuk juga persoalan operasional dan pemeliharaan pabrik, sudah pasti berada dibawah instruksi Semen Indonesia.

Sementara menikam jejak sejarah Semen Padang, bahwa pabrik ini adalah peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda, yang dibangun berdasarkan kesepakatan dengan Ninik Mamak pemangku Adat Nagari Lubuk Kilangan, lalu diteruskan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan disupport lagi sepenuhnya oleh Masyarakat Anak Nagari Lubuk Kilangan, yang terakhir dengan menyerahkan lahan 412 Ha sebagai Deposit bahan baku bagi PT Semen Padang yang saat ini berada di bawah kontrol Semen Indonesia Tbk.

Sehingga sejak berada dan dikontrol penuh oleh Semen Indonesia, PT Semen Padang seperti telah kehilangan gairahnya, khususnya bagi masyarakat setempat yang berusaha di PT Semen Padang, baik sebagai karyawan, tenaga harian lepas, outsourcing, termasuk kontraktor lokal. Karena kebijakan dan kontrol yang dilakukan dan dibuat oleh Semen Indonesia dengan aturan yang dibuat sedemikian rupa, ini dinilai telah membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi masyarakat lingkungan, khususnya yang berusaha dan menggantungkan hidup di PT Semen Padang.

Bahkan, Manajemen Semen Padang saat ini juga seperti tidak bisa mengambil kebijakan serta membuat aturan sendiri, baik secara Internal ataupun eksternal. Semua keputusan berada dibawah pengawasan dan kebijakan Semen Indonesia. Termasuk dalam persoalan kesempatan berusaha bagi pengusaha lokal, dimana aturan yang dibuat harus mengikut keputusan Holding, sehingga untuk hal yang berkaitan dengan izin berusaha saja semua ditentukan oleh Semen Indonesia. Harusnya dalam membina dan membangun ekonomi masyarakat lokal, Semen Indonesia sebagai Holding juga memberi keleluasaan kepada Semen Padang untuk membuat regulasi serta memberi kemudahan dengan mempertimbangkan aspek lokal.

Selain itu, sampai saat ini juga belum ada kejelasan konpensasi dari pemanfaatan lahan 412 Ha yang sudah dijadikan asset Semen Indonesia Tbk, sementara pada akta penyerahan tanah ulayat jelas terbunyikan, bahwa tanah ulayat nagari Lubuk Kilangan diserahkan kepada PT Semen Padang, dan digunakan sepenuhnya untuk pengembangan PT Semen Padang.
Dan sesuai tertulis pada perjanjian penyerahan lahan 412 ha pada akta notaris Dasrizal, SH nomor 03 tanggal 5 Agustus 2004 pasal 5 yang berbunyi : Sesuai kesepakatan antara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA, maka PIHAK KEDUA setuju memberikan kompensasi bentuk lain kepada PIHAK PERTAMA atas dimanfaatkannya tanah ulayat seluas 412,03 Ha tersebut oleh PlHAK KEDUA yang digunakan untuk pembangunan Nagari Lubuk Kilangan berupa., dipoint 2 disebutkan : Program pembangunan nagari senilai 65% dari bagian laba bersih yang disisihkan oleh pemegang saham setiap tahunnya, merupakan hak nagari Lubuk Kilangan yang diterima setiap tahunnya oleh PIHAK PERTAMA terhitung mulai tahun 2005 dan seterusnya.

Tapi kenyataan sampai saat ini belum ada kesepakatan tentang hal tersebut, dan Semen Indonesia Tbk telah menjadikan asset PT Semen Padang sebagai asset holding. Apakah sudah ada kesepakatan dengan pihak terkait atau ada regulasi yang mengatur tentang itu, ini yang masih samar.

Bahkan saat ini, pabrik Indarung II dan pabrik Indarung III sudah tidak akan dioperasikan lagi, dan ini kabarnya akan berlanjut ke pabrik Indarung IV. Perihal tidak dioperasikan lagi 3 pabrik tersebut sampai saat ini belum ada alasan yang jelas, entah karena biaya operasional yang besar atau karena ada faktor lain. Yang jelas dengan tidak beropeasi lagi 3 pabrik tersebut untuk jangka panjang tentu akan berimbas kepada pengurangan tenaga kerja dan hilangnya peluang kerja bagi kontraktor lokal yang selama ini menggantungkan hidup di pabrik tersebut. Ini tentu juga akan berdampak kepada perputaran ekonomi di Kota Padang dan Sumatera Barat.

Dan apakah nasib 3 pabrik itu akan sama dengan pabrik Indarung I yang sampai saat ini menjadi rongsokan besi tua tanpa ada perhatian, padahal eks pabrik Indarung I peninggalan Belanda itu bisa digarap menjadi warisan cagar budaya yang tentu juga bisa dikembangkan menjadi objek wisata sejarah yang akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Sumatera Barat.

Terlepas dari persoalan tersebut diatas, harusnya Pemerintah Provinsi Sumatera Barat juga memberi perhatian terhadap kondisi PT Semen Padang saat ini, karena mengingat sejarah Semen Padang, ia didirikan atas kearifan lokal, salah satu pabrik semen tertua peninggalan pemerintah kolonial Belanda, yang tentu memiliki kaitan sejarah yang panjang dengan masyarakat Sumatera Barat, dimana tanah dan lahan tidak pernah dibeli, melainkan melalui penyerahan secara sukarela oleh ninik mamak dan anak kemenakan nagari Lubuk Kilangan yang didukung oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan harusnya Pemerintah Provinsi Sumatera Barat memiliki hak kontrol dan pengawasan terhadap PT Semen Padang.

Dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam hal ini sebagai representasi masyarakat Sumatera Barat, diharapkan memiliki nyali untuk menjadikan PT Semen Padang kembali menjadi perusahaan kebanggaan urang awak, bukan sekadar narasi saja, tapi lebih kepada implementasi yang jelas dan mendudukkan posisi dan porsi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat terhadap PT Semen Padang.

Bisa saja dengan mengembalikan posisi PT Semen Padang seperti semula ketika belum di akuisisi sebagai Asset Sumatera Barat, dan bisa juga Pemerintah Provinsi Sumatera Barat atau Nagari Lubuk Kilangan sebagai bagian dari pemegang saham PT Semen Padang, atau seminimal mungkin Manajemen PT Semen Padang dikembalikan lagi ke fungsi awal, dimana Direksi bersama Manajemen bisa mengatur rumah tangga sendiri, membuat regulasi yang berkaitan dengan internal dan eksternal perusahaan, walaupun tetap dibawah Holding Semen Indonesia.

Merujuk kepada sejarah Semen Padang, yang dibangun dan didirikan oleh Belanda pada tanggal 18 Maret 1910 dengan nama NV Nederlandsch Indische Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM) yang merupakan pabrik semen pertama di Indonesia, diawali dengan penyerahan tanah ulayat oleh Ninik Mamak nagari Lubuk Kilangan kepada Bangsa Belanda pada tahun 1907. Tujuan penyerahan tanah ulayat itu adalah sebagai tempat berdiri pabrik semen tersebut, dan disisi lain dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku bagi pabrik semen yang akan dibangun itu.

Pada perjanjian penyerahan tanah ulayat tersebut oleh Ninik Mamak nagari Lubuk Kilangan kepada Belanda, ada beberapa point yang mengatur konpensasi yang di dapatkan nagari Lubuk Kilangan dari perusahaan Belanda tersebut.

Kemudian pada tanggal 5 Juli 1958 Perusahaan dinasionalisasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dari Pemerintah Belanda. Selama periode ini, Perusahaan mengalami proses kebangkitan kembali melalui rehabilitasi dan pengembangan kapasitas pabrik Indarung I menjadi 330.000 ton/ tahun. Selanjutnya pabrik melakukan transformasi pengembangan kapasitas pabrik dari teknologi proses basah menjadi proses kering dengan dibangunnya pabrik Indarung II, III, dan IV.
Dan saat ini sudah berkembang dan bertambah menjadi pabrik Indarung V dan VI, yang tentu juga dengan kapasitas produksi yang lebih besar dari pabrik terdahulu.

Pada tahun 1995, Pemerintah mengalihkan kepemilikan sahamnya di PT Semen Padang ke PT Semen Gresik (Persero) Tbk bersamaan dengan pengembangan pabrik Indarung V. Pada saat ini, pemegang saham Perusahaan adalah PT Semen Indonesia (Persero)Tbk dengan kepemilikan saham sebesar 99,99% dan Koperasi Keluarga Besar Semen Padang dengan saham sebesar 0,01 %. PT Semen Indonesia (Persero) Tbk sendiri sahamnya dimiliki mayoritas oleh Pemerintah Republik Indonesia sebesar 51,01%. Pemegang saham lainnya sebesar 48,09% dimiliki publik.

Dan pada tanggal 07 Januari 2012 PT Semen Gresik (Persero) Tbk mengumumkan perubahan nama menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk yang dilaksanakan di Grand City Convex Surabaya oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Keputusan perubahan nama ini adalah salah satu hasil dari Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) perseroan di Jakarta 20 Desember 2012. Perubahan nama ini telah mendapat persetujuan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia.

Dari sejarah diatas, tentu sangat besar peran Nagari Lubuk Kilangan. Dimana pada tahun 1907 Ninik Mamak nagari Lubuk Kilangan menyerahkan tanah ulayat nagari kepada pemerintah Belanda untuk pembangunan pabrik semen di Indarung, (Sesuai Surat Keboelatan tekad Kerapatan Nagari Lubuk Kilangan- Akte Nomor 20/1907 Notaris Jan Frede Hendrik Van Hameer), dimana disalah satu point menyatakan bahwa Pemerintah Belanda memberikan konpesasi kepada Nagari Lubuk Kilangan yang berbunyi : "Bahwa hal itu dapat dilaksanakan dengan persetujuan semua anggota, bahwa pihak lain (Belanda) diwajibkan membayar ganti rugi setiap tahun uang sebesar 400 Gulden, atau setengah tahun 200 Gulden yang dibayar pada tanggal 01 Juni dari tahun bersangkutan atau setengah tahun dengan jumlah 150 Gulden", berdasarkan Kurs keuangan pada masa itu.

Dan setelah di Nasionalisasi pada 1958 dari Pemerintah Belanda, pabrik ini murni menjadi milik Pemerintah Republik indonesia. Tapi dalam perjalanannya masih banyak kendala, mengingat usia Republik yang terbilang muda di masa itu, selain terkendala masalah pendanaan juga terkendala masalah lahan untuk pengembangan pabrik.

Maka terkait pengembangan lahan untuk pabrik ini, pada tahun 1971, kembali Ninik Mamak nagari Lubuk Kilangan menyerahkan tanah ulayat milik nagari untuk pengembangan PT Semen Padang. (Piagam Pernyataan Pelepasan Hak atas Tanah Ulayat : 20 Februari 1971, yang ditanda tangani oleh Ir, Azwar Anas selaku Direktur Utama PT Semen Padang).

Perjanjian penyerahan tanah ulayat tersebut walau secara cuma-cuma dengan dasar mendukung pembangunan, namun disisi lain juga masih menyebut kontribusi bagi masyarakat Lubuk Kilangan untuk diperhatikan di Semen Padang sebagai tenaga kerja serta pembangunan fisik dan ekonomi masyarakat setempat.

Kemudian pada tahun 2004, kembali dilakukan penyerahan tanah seluas 412 Ha oleh nagari Lubuk Kilangan untuk pengembangan lokasi bahan baku bagi PT Semen Padang, (Surat Pernyataan Pelepasan Hak atas Tanah dari KAN Lubuk Kilangan tanggal 26 Juli 2004, Nomor : 37/SPPHATN/KAN/VII/2004).
Hal ini diawali oleh Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingakat I Sumatera Barat Nomor, 503.545/9/EXPL/DTB-1997, tanggal 06 Juni 1997 tentang pemberian izin Pertambangan Daerah (Eksploitasi) kepada PT Semen Padang untuk bahan galian golongan C (Batu Kapur) untuk tanah seluas 412,03 Ha. Dan Surat Keputusan Walikota Padang Nomor SK.188.45.06.54.1998, tanggal 18 Maret 1998 tentang Pembentukan Panitia Khusus Pembebasan tanah Bukit Karang Putih untuk PT Semen Padang.

Yang perlu dipahami adalah bahwa kondisi dan sejarah PT Semen Padang tidak sama dengan sejarah Pabrik Semen lain yang ada di Indonesia. Semen Padang berada diatas tanah ulayat orang Minang di nagari Lubuk Kilangan, yang diberikan secara cuma-cuma oleh Ninik Mamak kepada Semen Padang, tentu dalam hal ini Semen Indonesia harus memberikan perlakuan khusus kepada PT Semen Padang, memberi kewenangan yang lebih luas terhadap Direksi dan Manajemen PT Semen Padang mengelola perusahaan dan menghormati hak ulayat Nagari Lubuk Kilangan yang dimanfaatkan oleh PT Semen Padang yang sekarang menjadi asset Semen Indonesia.

Dan sangat diharapkan Manajemen Semen Padang beserta Serikat Pekerja juga bersuara, karena mereka lah yang lebih paham kondisi Semen Padang saat ini, tidak perlu khawatir terhadap intervensi karena ini adalah persoalan masa depan dan menyangkut kepentingan orang banyak. Sebagai saran, bangun komunikasi dengan stakeholder yang berada dilingkungan perusahaan agar terwujud tujuan, "Semen Padang Maju, Masyarakat Sejahtera",!. Karena baik dan buruk kondisi di Semen Padang tetap akan berimbas kepada masyarakat lingkungan.

Sebagai penutup, demi untuk mengembalikan marwah PT Semen Padang sebagai perusahaan kebanggan Urang Awak, tempat mencari rezeki masyarakat Sumatera Barat, sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah, saya sarankan kepada para pihak pemangku kepentingan dari unsur Pemerintah Daerah, Legislatif, Ninik Mamak dan Tokoh Masyarakat Sumatera Barat serta Serikat Pekerja Semen Padang (SPSP) harus duduk bersama untuk mencarikan solusi mengembalikan wewenang internal perusahaan, mengisi jabatan Direktur Utama yang masih kosong saat ini (kalau jabatan itu masih ada) dari internal Semen Padang yang mempunyai basic yang kuat di perusahaan dan juga dikenal oleh maayarakat lingkungan, lalu mendudukkan peran pemerintah daerah, semua itu untuk menjaga Pabrik PT Semen Padang yang kita cintai ini kembali menjadi kebanggan Sumatera Barat. Jangan sampai "Jalan dialiah dek rang lalu, cupak dipapek dek rang manggaleh".

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun