Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature Pilihan

Mafia Kebakaran Lahan Hutan

9 Oktober 2014   18:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:43 135 0
KABUT asap di Sumatera datang dan pergi. Sudah hampir satu bulan ini, asap seolah mengamuk tiada henti. Traragedi asap tidak hanya menghantui warga Sumatera, tapi juga seluruh Indonesia, dan bahkan internasional. Ribuan lahan dan hutan terbakar dengan dahsyat. Api berkobar-kobar hampir di seluruh daerah kabupaten tanpa mampu terpadamkan.
Kerugian sudah tidak terhitung lagi, penderita penyakit saluran pernafasan dan tenggorokan mencapai ratusan ribu jiwa. Belum lagi kerugiaan dunia bisnis akibat terganggunya jalur transportasi udara dan laut.
Kemarin, analis Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru M. Ibnu Amiruddin mengemukakan, pola pergerakan angin membuat asap dari kebakaran lahan dan hutan di provinsi tetangga, Sumatera Selatan (Sumsel) bergeser ke Riau.
Jarak pandang di beberapa daerah menurun. Di Pekanbaru, jarak pandang pada pukul 16.00 WIB menurun menjadi 1 kilometer. Padahal, paginya sekitar pukul 07.00 WIB, jarak pandang yang dipantau BMKG Pekanbaru masih berkisar 5 Km.
Terkait kabut asap kiriman dari Sumsel, menurut Ibnu, dapat dilihat dari jumlah titik panas (hotspot) yang di pantau BMKG Pekanbaru melalui satelit Terra dan Aqua, Selasa sore pukul 16.00 WIB. Dari 75 titik hotspot di Sumatera, paling banyak terdapat di Sumsel, yaitu 54 titik. Sisanya tersebar di Riau, Jambi, Lampung dan Bangka Belitung.
Jumlah titik panas Selasa sore meningkat lebih dari tujuh kali lipat dibandingkan pukul 05.00 WIB, yang mana masih 10 titik panas. Dia mengemukakan, kabut asap dari kebakaran lahan dan hutan diperkirakan akan terus melanda Riau karena potensi hujan masih kecil.
Sampai saat ini, tim pemburu pembakar hutan dan lahan memang terus bergerak memburu sang pelaku pembakaran. Sudah banyak pelaku yang tertangkap tangan. Bahkan ada juga perusahaan yang terindikasi melakukan pembakaran.
Seperti kita ketahui bersama, untuk menggarap lahan dan merambah hutan, biasanya aktivitas pembakaran yang paling sering ditempuh. Membakar, diyakini para pelaku, sebagai upaya paling mudah dan murah untuk membuka lahan.
Operasi perburuan tidak berhenti hanya di situ saja, tim bahkan lalu menangkap dan berhasil mengendus pelaku-pelaku perambahan hutan. Kabar mengenai keterlibatan oknum TNI dan Polisi dalam aksi perambahan hutan cagar biosfir- cagar biosfir barangkali tidak mengejutkan.
Kabar tersebut sudah lama terdengar, tapi seolah hilang tertelan tiupan angin.
Kita perlu belajar dari ketegasan dan kesungguhan Komandan Satgas Pasukan Darat Operasi Darurat Asap Riau Brigjen TNI Prihadi Agus Irianto. “Sekarang lagi hobi menyebut oknum aparat. Apa saja aparat-aparat. Sebut saja setan. Setan itu akan kita tindak,” ujar Prihadi Agus Irianto seperti dikutip Media Indonesia.
Kegeraman Prihadi memang cukup beralasan, pasalnya sejumlah perwira dan anggota polisi/TNI, anggota DPR, pengusaha, dan tokoh masyarakat diketahui menguasai ratusan hektare hutan lindung.
Kita tidak bisa membayangkan, para tokoh masyarakat, tokoh panutan dan yang seharusnya melindungi rakyat serta lingkungan, ternyata justru menjadi pelanggar hukum. Pagar makan tanaman. Kepercayaan yang diemban dari masyarakat ternyata dikhianati.
Tidak dipungkiri, keterlibatan oknum aparat, DPR, maupun tokoh masyarakat akan semakin menyuburkan praktek perambahan dan pembakaran hutan/lahan. Keterlibatan mereka seolah menjadi legalitas bagi siapa saja yang hendak ikut-ikutan merusak hutan.
Ulah merambah hutan menjadi semakin menggila, tatkala para oknum tersebut menjadi semacam cukong untuk praktek-praktek pembabatan hutan dan perusakan kawasan cagar biosfer. Merambah hutan lalu menjadi gerakan jaringan mafia, yang kemungkinan didukung aparat desa setempat.
Dalam keterangannya kepada perss, Direktur Eksekutif Wahli Abetnego Tarigan menegaskan sangat mustahil Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Kementerian Kehutanan Riau tidak mengetahui adanya perambahan cagar biosfer di Riau.
Dikatakan Abetnego, aktivitas di kawasan konservasi bisa dipantau dengan gerakan yang tak rumit. Sementara Musli, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau, perambahan di cagar biossfer sudah berlangsung sejak bertahun-tahun lalu. Namun celakanya, sampai saat ini, tidak ada tindakan tegas bagi mereka, karena ulah penyerobotan melibatkan oknum aparat, anggota dewan, dan tokoh masyarakat.
Awam akan menilai, munculnya kembali asap dan masih terjadinya kebakaran di beberapa tempat, mengindikasikan biang kerok kebakaran masih belum tersentuh. Kita berharap aparat bertindak tegas terhadap pelaku pembakaran dan menguak bos besar atau otak dari semua bencana ini. ****

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun