Oleh : Dodi Faedlulloh
“Horeeee !”, Teriak ribuan mahasiswa setelah mendengar berita bahwa UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Teriak kemenangan pun berkumandang diseluruh pelosok negeri bagi mereka yang membenci komersialisasi pendidikan. Setidaknya tidak sia-sia perjuangan yang telah diberikan sampai tetes darah penghabisan. Tapi disela-sela kemenangan tersebut malah muncul satu pertanyaan, “Apakah benar kita sudah menang ?”.
Harap maklum, selama masih tinggal di Indonesia apapun selalu bisa terjadi apalagi kalau yang namanya pendidikan di negeri kita tercinta. Contohnya anggaran dari APBN sebesar 20% untuk pendidikan masih jadi jargon yang menarik bagi pemerintahan kita, kata-kata yang seolah keluar dari mulut malaikat untuk membantu orang-orang susah dalam mengenyam pendidikan. Tapi nyatanya ?.
Ini sama sekali bukan provokasi tapi hanya sekedar mengingatkan saja. Pemerintah kita sudah terlanjur teken kontrak loh dengan World Bank melalui proyek pengembangan relevansi dan efesiensi pendidikan tinggi untuk mewujudkan UU BHP paling lambat tahun 2010. Jadi apakah mereka akan sudi begitu saja atas penolakan UU BHP oleh MK ? Mereka kan tak mungkin mau malu dan disalahkan begitu saja oleh World Bank. Ya pertanyaan ini sekedar rasa kekhawatiran saja, mereka kan ga jarang tiba-tiba menjadi pintar nan cerdik serta dipenuh dengan semangat yang tinggi kalau berbicara tentang duit.
Krungu-krungu neh Kementrian Pendidikan Nasional sudah memegang draft regulasi baru pengganti UU BHP kemarin yang akan disodorkan ke presiden. Bentuk regulasinya bisa berupa perpu, UU atau peraturan pemerintah. Krungu-krungu dilihat dari sistematika (kerangka) perpu/RUU/PP yang dipaparkan Kementrian Pendidikan Nasional kepada sejumlah rektor PTN dan PT BHMN beberapa waktu lalu si roh UU BHP seakan dihidupkan kembali loh. Waw !! Jadi caranya tuh cuma sekedar diganti redaksionalnya saja tapi tetap substansinya sama. Gila banget ya ?.
Maklum lah, mengambil istilah yang dipakai oleh Amien Rais, pemimpin kita tuh masih bersifat inlader. Terlalu nurut kalau didikte sama pihak luar. Tampaknya mereka lebih memilih mengabdikan diri kepada World Bank daripada kepada warganya sendiri. Huh !
Dengan dalih mengisi kekosongan hukum kepada beberapa PT BHMN yang sudah ada bukan berarti harus menghidupkan roh UU BHP yang kemarin mati kan ?. Bijaklah dalam menyikapi pengalaman, buka mata dan telinga lebar-lebar. PT BHMN sudah mendapat ribuan kritikan dari masyarakat (yang punya nurani). Secara sudah begitu merampas hak orang-orang miskin untuk mendapat akses pendidikan di perguruan tinggi terbaik di negeri ini. Jadi kiranya kebijakan sekarang-sekarang ini yang paling indah adalah mengganti PT BHMN menjadi PTN lagi. Setuju ?.
Sebelum ini terjadi dan semakin menjadi-jadi seperti saat RUU BHP kemarin, hal ini perlulah kita cermati secara mendalam dan disikapi secara tegas. Bapak Presiden tolong berhati-hati dalam menentukan pilihan, kini warga tidak terlalu bodoh untuk dibodoh-bodohi. Penolakan dan perlawanan akan kami lakukan kalau kami tertindas.
Salam
Purwokerto, Satu hari setelah Hardiknas . Sekedar aspirasi orang kecil dan celotehan sebelum tidur.