Mohon tunggu...
KOMENTAR
Trip Pilihan

Mengunjungi 5 Kelenteng Bersejarah di Ibu Kota

26 Januari 2020   21:57 Diperbarui: 26 Januari 2020   22:20 771 0
Kelenteng-Kelenteng bersejarah menjadi salah satu bagian dan kekayaan sejarah kota Jakarta


Sumber-sumber sejarah menyebutkan bahwa Jakarta sudah bercorak internasional sejak masih bernama Sunda Kelapa. Berbagai macam orang dari berbagai macam latar belakang, suku, bahasa dan agama bertemu dan berinteraksi di kota Pelabuhan yang penting ini.

Seiring dengan perjalanan waktu,  Gubernur Jenderal VOC  Jan Pieterzoon Coen  mendirikan Batavia pada tahun 1619 dan berkedudukan di sana. Sebagai tempat kedudukan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, kota Batavia berkembang dan menjadi pusat untuk segala macam urusan baik untuk urusan politik, ekonomi maupun perdagangan yang tentu saja membuat semakin banyak orang  yang datang dan berinteraksi di sana. Beberapa ratus tahun kemudian setelah Indonesia merdeka Batavia berganti nama menjadi Jakarta, Ibu Kota Republik Indonesia saat ini.

Terdapat berbagai peninggalan bersejarah yang menjadi bukti dari interaksi banyak orang dengan berbagai macam latar belakangnya di kota ini, salah satunya adalah rumah peribadatan warga dari etnis Tionghoa yaitu Kelenteng. Di Jakarta terdapat sejumlah Kelenteng bersejarah yang telah berusia ratusan tahun dan beberapa di antaranya telah menjadi cagar budaya karena tinggi nilai sejarahnya.

Dalam buku-buku tempat bersejarah di Jakarta karya Adolf Heuken, Sj (1997: 173) dituliskan bahwa pada abad ke-16 pedagang-pedagang dan pelaut Tionghoa menjadi saingan kuat pedagang-pedagang Eropa di Nusantara. Tentu para pedagang dan pelaut Tionghoa tersebut pernah berlabuh di Pelabuhan Sunda Kelapa. Tidak semua pedagang dan pelaut Tionghoa tersebut kembali ke negaranya, beberapa di antara mereka menetap dan tinggal di seputaran Batavia dan memiliki mata pencaharian sebagai petani, nelayan, buruh pedagang dan sebagainya.

Ketika orang-orang Tionghoa tersebut berada di perantauan mereka juga memiliki kebutuhan dalam hal spiritual dan untuk memenuhi kebutuhan itu mereka membangun sebuah Kelenteng. Di Kelenteng tersebut mereka dapat berintetaksi, berkumpul dan berdoa dalam tradisi dan keyakinan mereka. Setiap Kelenteng memiliki kisahnya masing-masing dan berkaitan dengan tradisi dan kehidupan spiritual sekelompok orang yang pertama kali mendirikannya.

Satu hal yang menjadi catatan dalam tulisan ini, mungkin saat ini masih terdapat kerancuan antara Vihara dan Kelenteng yang kerapkali dianggap sama meskipun Kelenteng dan Vihara adalah berbeda. Kelenteng merupakan tempat peribadatan umat Konghucu atau Tionghoa perantauan sementara Vihara merupakan tempat peribadatan umat Budha.

Kerancuan tersebut terjadi karena setelah terjadinya peristiwa politik di Indonesia pada tahun 1965, pada tahun- tahun setelahnya terjadi pembatasan segala sesuatu yang mengandung unsur budaya Tionghoa sehingga banyak umat Konghucu bergabung dengan salah satu agama dari 5 agama yang diakui negara saat itu, salah satunya adalah Budha yang mungkin lebih dekat secara tradisi. Begitu pula tempat peribadatannya mulai bergabung dan menggunakan nama Vihara sebagaimana yang dapat kita lihat saat ini. Seiring perjalanan waktu, saat ini agama Konghucu telah diakui dan Tahun Baru Imlek telah  ditetapkan sebagai hari Libur Nasional.

Bertepatan dengan Hari Raya Imlek, Sabtu tanggal 25 Januari 2020 yang lalu saya berkesempatan untuk mengunjungi 4 Kelenteng tua dan bersejarah di Jakarta dan khusus untuk Kelenteng ke-5 Vihara Lalitavistara yang  diulas di akhir tulisan, saya pernah mengunjunginya beberapa waktu yang lalu.

Berikut ulasannya:

1. Kelenteng Ancol (Vihara Bahtera Bhakti)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun