Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Harga BBM: Keputusan Minim Konsep

2 Januari 2015   05:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:00 229 6
Akhir November 2014 saya beruntung dapat mengikuti pemaparan langsung dua orang ahli yaitu ahli ekonomi dan ahli perminyakan tersohor, yang biasanya pendapat dan komentarnya hanya dapat saya baca di media cetak, elektronik atau di media online. Kedua ahli tersebut memaparkan outlook tahun 2015 bidang ekonomi dan migas Indonesia. Tentu tidak terhindarkan diskusi tentang Kabinet Kerja Presiden Jokowi ikut dibahas mendalam.

Kedua ahli tersohor ini memaparkan materinya pada hari yang berbeda dan topik yang pastinya berbeda pula. Tetapi saya menemukan ada pernyataan yang sama persis dari kedua beliau ini tentang tipikal kerja Kabinet Presiden Jokowi. Apa itu? Mereka berpendapat bahwa rezim pemerintahan Jokowi adalah rezim yang kurang menyukai konsep. Konsep adalah sesuatu yang tidak mendapat prioritas tinggi dalam proses kerja dan pengambilan keputusan. Sang ahli ekonomi menambahkan bahwa prioritas diberikan pada "quick decision" dan semua tingkat jabatan didorong untuk terjun pada level operasional. Saya terusik nyeletuk: "kalo begitu, orang dengan gelar Ph.D gak laku dong...". Sang ahli ekonomi spontan menjawab: " wah...iya memang...orang seperti kami kurang populer di kabinet kali ini". Sebagai info, beliau ini adalah pemegang gelar Ph.D dari salah satu negara di Eropa Barat.

Silakan pembaca pikirkan, apakah melesat pernyataan ahli ekonomi dan ahli migas tersebut di atas? Tentu anda ketahui, hari ini harga BBM Premium turun setelah sempat naik selama 2 bulan. Argumentasi yang disampaikan pemerintah masuk akal, karena terjadi penurunan harga minyak mentah dunia, maka harga Premium juga turun. Tetapi, bukankah trend penurunan harga minya dunia sudah terjadi saat pemerintah memutuskan harga BBM bersubsidi naik 2 bulan lalu? Saat itu mengapa bersikeras harga BBM subsidi harus naik? Nilai tukar rupiah yang melemah dalam beberapa bulan terakhir dituding akibat melebarnya defisit transaksi berjalan dan obatnya adalah menekan impor BBM. Nyatanya, nilai tukar rupiah tetap loyo setelah harga BBM naik diikuti harga bahan pokok yang jelas memberatkan rakyat.

Saya beri nilai 100 terhadap dua ahli favorit saya. Apakah masih ingin bukti lemahnya konsep dalam pengambilan keputusan? Mudah saja, kita comot kasus peluncuran Kartu Indonesia Sehat (dan Sabar) tepat 3 minggu setelah Presiden Jokowi dilantik. Menko Puan Maharani tergagap menanggapi pertanyaan ahli hukum Yusril Ihza Mahendra tentang payung hukum Kartu Indonesia Sehat. Belum terjawab pertanyaan tersebut dengan tuntas, anggota DPR kembali bertanya, dimana budget Kartu Indonesia Sehat dialokasikan dalam APBN-P 2014?

Salam Kompasiana.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun