Bila kembali sesaat ke periode penyusunan anggota Kabinet Kerja, Tim Transisi bentukan Jokowi sempat melemparkan 'draft' calon anggota Kabinet ke masyarakat dengan tujuan mendapatkan masukan. Saat itu Tim Transisi mengajukan 3-4 nama sebagai calon pengisi posisi tertentu di Kabinet. Saat itu, cukup banyak nama kader PDIP yang masuk dalam 'draft', seperti Reike Diah Pitaloka, Ribka Tjiptaning, TB Hasanuddin, Maruarar Sirait, Pramono Anung, Eva Sundari dan tentu saja Puan Maharani. Demikian banyaknya kader asli PDIP masuk dalam 'draft' tentu sangat menggembirakan dan memberi harapan besar kepada segenap keluarga besar PDIP. Dalam pikiran mereka, PDIP akan mengatur pemerintahan sedemikian rupa selama 5 tahun ke depan, termasuk memiliki kewenangan menentukan pejabat-pejabat setingkat menteri lainnya bahkan pejabat eselon I dan komisaris BUMN. Ternyata tinggal harapan saja kegembiraan itu.
Fakta yang ada hari ini, hanya empat orang kader asli PDIP yang masuk Kabinet Presiden Jokowi. Rini Sumarno hanyalah orang dekat PDIP dan Megawati, dia bukan asli kader PDIP yang bekerja keras penuh peluh saat Pileg dan Pilpres.  Luhut Panjaitan lebih hebat lagi. Dia bukan orang PDIP, bahkan dekatpun tidak. Dia masuk melalui jalur kedekatan dengan Jokowi. Seperti saya baca di satu edisi majalah Tempo, Luhut Panjaitan adalah rekan bisnis Jokowi khususnya bisnis furnitur. Dan yang lebih penting, Luhut adalah Jend Purnawirawan pertama yang telak menyatakan dukungannya kepada Jokowi sebagai calon presiden.  Tentang Andi Wijayanto, lain lagi. Publik lebih mengenal Andi sebagai pengamat militer dan pertahanan. Benar, ayahnya adalah kader senior PDIP, Theo Syafei. Tapi tetap saja, Andi hanyalah orang dekat PDIP, bukan kader asli PDIP. Konon Andi tidak mendapat restu Megawati sebagai menteri, seperti halnya Ara Sirait. Maka tidak heran, Jokowi menunda penunjukkan posisi Mensekab dengan tujuan menenangkan hati sang Ketua Umum. Andi akhirnya dilantik dalam kesunyian, tidak bersama menteri lain dan dalam acara tertutup.
Saat akhirnya anggota Kabinet secara definitif diumumkan, kita temukan komentar-komentar kecil bernada ketidakpuasan dari sejumlah Kader PDIP seperti Eva Sundari dan Ribka. Diluar yang mereka perkirakan, tarikan pengaruh Luhut Panjaitan dan Hendroprijono serta Surya Paloh justru lebih mewarnai pembentukan Kabinet. Kini, dalam hiruk pikuk konflik KPK - Polri benih ketidakpuasan seolah mendapat justifikasi baru seolah Trio Macan menggiring Presiden Jokowi menjauhi parpol pendukungnya khususnya PDIP.
Saya tidak ragu menyatakan Presiden Jokowi bertanggungjawab atas situasi politik yang memanas hari-hari ini. Dalam berbagai kampanyenya, dulu Jokowi kerap meremehkan perlunya mengelola partisipasi partai politik dalam pemerintahannya. Kini kelalaian mengelola dukungan parpol dan ketidakmampuan berhitung risiko menempatkan Jokowi (dan tentu saja Kabinet Kerja dan seluruh Rakyat Indonesia) dalam posisi yang sangat sulit. Salah satu hasil buruk yang dihasilkan dari keteledoran mengelola parpol koalisi adalah hadirnya Trio Macan ketiga di Indonesia yaitu trio RS, AW dan LP.  Sekali lagi, selamat datang Trio Macan terbaru Indonesia. Salam Kompasiana.