Berita kelangkaan air minum galonan menghiasi media akhir-akhir ini. Banyak analisa di dalamnya. Mulai tersendatnya distribusi, penimbunan, sampai kelangkaan akibat kemarau panjang. Semua ada benarnya, tapi, menjadikan kemarau sebagai kambing hitam cukup menggelitik.
Mekanisme sumber air
Dalam zonasi mata air, ada 3 zona utama yang harus diketahui. Zona 1, radius beberapa meter saja dari mata air. Zona ini harus steril dari sumber bakteri. Zona 2 adalah zona perlindungan dari sampah atau bahan padat lain (seperti sisa semak atau pohon yang ikut longsor) agar tidak menutupi permukaan mata air. Biasanya dilakukan dengan filter berupa vegetasi di sekeliling mata air. Zona 3 adalah zona resapan air. Zona inin harus diberi peluang besar untuk bisa meresapkan air. Biasanya terletak di kelerengan pegunungan hingga puncak.
Air yang disedot melalui sumur bor oleh produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) adalah air tanah . Biasanya, air tanah yang disedot adalah air yang mengalir di kedalaman tanah sebelum muncul menjadi mata air. Biasa disebut air bawah tanah. Tentu, sama dengan mata air. Banyak sedikitnya air bawah tanah bergantung pada jumlah air yang meresap di zona tangkapan air.
Ironisnya, daerah tangkapan air di lereng pegunungan adalah zona rawan intervensi. Penggundulan hutan, kebakaran, aktivitas pertanian dan masih banyak lagi. Jika hutan lebat dan banyak semak serta rumput. Air hujan akan sampai di permukaan tanah dengan kecepatan yang lambat. Karena partikel air hujan akan pecah ketika menimpa vegetasi. Ini membuat air punya waktu yang cukup untuk meresap ke tanah.
Sebaliknya, jika lahan terbuka terutama di kelerengan, maka partikel air hujan akan menimpa tanah dengan kecepatan tinggi. Ini membuat partikel tanah tertabrak dan lepas dari bongkahannya. Partikel yang terlepas akan bergabung dengan air hujan dan memilih mengalir ke bawah menuju saluran air menuju sungai (penyebab keruhnya sungai), bukan masuk ke tanah. Ini menggambarkan bahwa hutan gundul meresapkan air lebih sedikit dibandingkan yang lebat.
Kalau keadaanya seperti ini, supplai air bawah tanah akan menurun. Jumlah air yang bisa disedot oleh pabrik AMDK akan menurun. Otomatis.
Tak bisa dipungkiri, pabrik AMDK yang menjamur di lereng bawah gunung arjuna-Welirang di Jawa Timur akan berebut mendapatkan air bawah tanah yang mengalir di saluran bawah tanah yang sama. Semakin memangkas jumlah air bawah tanah tentunya.
Tak heran, jika produksi air galonan pun tersendat. Maka, jika ingin meningkatkan jumlah air tanah lagi, perhatikan zona tangkapannya. Ini belum ada apa-apanya. Air yang meresap saat hujan, butuh waktu puluhan tahun untuk bisa keluar di mata air, puluhan tahun pula untuk bisa sampai di sumur bor pabrik AMDK.
Kalau Undang-undang pengelolaan hutan tidak segera diperbaiki. Semakin besar peluang eksploitasi hutan yang bakal semakin ramai. Bila perlu, menteri Kehutanan terutama, diganti saja. 5 tahun belakangan ini, sudah terjadi percepatan perusakan hutan yang tak dapat dijangkau akal.
Jika saat ini negara-negara maju berebut sumber minyak, karena cadangan minyak turun. Hingga terjadi pertumpahan darah, maka kelak, Air-lah yang menjadi sumber bencana. Negara yang masih menyimpan air akan dibombardir negara maju. Waspadalah...!Waspadalah...!