Pada saat ini tampaknya profesi pengacara di Indonesia memang sedang booming. Kasus korupsi merupakan lahan terbesar yang digarapnya. Semua koruptor pasti minta jasa pengacara untuk membelanya. Dalam hal ini tentu saja jasa pengacara adalah untuk membebaskan koruptor dari kesalahannya, yang merupakan sisi lain dari pedang bermata dua tersebut. Mereka tidak boleh menolak setiap kasus yang dilimpahkan kepadanya, itu melanggar kode etik pengacara, katanya. Mungkin pada saat ini tidak mungkin lagi muncul seorang pengacara yang memiliki kualitas seperti Yap Thiam Hien.
Justru sebaliknya dengan yang terjadi di Amerika Serikat. Konon, menurut survei, pengacara Amerika mengalani depresi lebih daripada tiga kali lipat dibandingkan dengan profesi lainnya. Dan secara kasar mengalami kecanduan alkohol serta narkoba dua kali lipat dibandingkan dengan yang lainnya (Patrick Krill, CNN.com 21/1/2014). Akibatnya banyak pengacara yang tidak tahan dan bunuh diri seperti yang sering terjadi di Kentucky. Rupanya pengacara di Indonesia lebih "tahan banting" dibandingkan dengan rekan-rekannya di Amerika. Di Indonesia tidak pernah ada berita mengenai pengacara yang bunuh diri. Ada juga berita pengacara yang memamerkan mobil mewah yang dimilikinya supaya tidak stress, mungkin.
Sehubungan dengan itu, ada sebuah pendapat lain yang mengejutkan dari seorang sopir taksi yang saya naiki pada beberapa waktu yang lalu. Sopir taksi Gamya yang berasal dari Tegal ini menyatakan bahwa dunia ini akan aman dan damai kalau tidak ada pengacara. Alasannya karena pengacara adalah orang yang plin-plan dan serakah, hanya membela orang berduit. Dan justru orang berduit ini biasanya adalah orang tidak baik, seperti koruptor, misalnya. Seharusnya orang yang bersalah, langsung saja dieksekusi.Tentu saja pendapat ekstrim seorang sopir taksi tidak akan didengar oleh siapapun, kecuali saya.