Barangkali soal duit ini lah yang jadi pokok persoalan. Suara Pembaruan 17/9/2010 memberitakan tentang jatah uang sebesar Rp 500 juta sampai Rp 1 milyar per orang yang akan dibagikan kepada 10 pejabat di Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR jika pembangunan gedung baru itu dilaksanakan.
Ketua DPR langsung minta buktinya. Jika benar, maka ia akan memecatnya. Tentu saja mana ada maling yang akan mengaku, apalagi mengenai pembagian uang yang salah-salah bisa masuk penjara jika tidak pandai bermain sulap. Isu uang jatah khusus ini rupanya menjadi salah satu faktor yang memperkuat usulan itu jadi kenyataan.
Ada kemungkinan ketua DPR diperalat supaya pembanguann itu diteruskan walaupun telah diprotes oleh masyarakat. Bahkan, Eko Budihardjo, seorang anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia menyatakan bahwa DPR mengidap "kepandiran ekologis" dengan membangun gedung pencakar langit di Senayan, yang seharusnya menjadi kawasan hijau (Kompas 17/9/2010).
DPR telah memberi contoh buruk pelanggaran RTH (ruang terbuka hijau) yang sudah sempit di Jakarta. Dengan adanya bangunan gedung baru 36 lantai ini maka RTH Jakarta jadi semakin sempit. Dampak ikutannya adalah Jakarta akan semakin banjir dan udara pun akan jadi lebih panas karena munculnya fenomena urban heat island di kawasan Senayan.
Saking jengkelnya Eko menyatakan bahwa " Apabila kepandiran ekologis dari para tokoh yang berada di puncak kekuasaan tidak ditangkal, kita tinggal menunggu runtuhnya peradaban kota kita ." Dengan demikian, jelaslah bahwa banyak orang pandir di DPR yang terus ngotot membangun gedung pencakar langit demi gengsi dan kemewahan mereka sendiri, tanpa mempedulikan penderitaan penduduk Jakarta.