Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

It's All You Can Do

24 Mei 2012   12:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:52 73 0
Teriakan Chris Cornell menghentak : ...be yourself is all that you can do..

What?

All I can do is just to be myself?

So what am I now? Half-self thing?

Manusia "setengah diri" ini berpikir apakah memang pencarian diri itu sama sulitnya ketika dunia barat berusaha menemukan belahan jiwanya yang ada di sebelah timur,yang walaupun sebenarnya sejauh barat ialah timur. Intinya, bukan hanya masalah : di sebalik dada kita, ada punggung; tetapi esensi bahwa tangan kita yang buta ini bisa merasakan bagian lain, yang merupakan satu kesatuan badan.

Ah! Pasti ini akal-akalan Chris Cornell! Tapi mestinya bukan ini yang ingin dikatakannya : bukan hanya supaya albumnya laris terjual dan lalu menuai kritik... Tetapi bagaimana manusia "setengah diri" ini menjelajah setiap sudut hidupnya dengan kemenangan dan kekalahan, kegembiraan dan kesedihan, ketegangan dan kebosanan, kerinduan dan kebencian... Supaya utuh menjadi satu.

Borstin dalam bukunya, pernah berpikir bahwa PR besar dalam sejarah hidup manusia ialah menemukan (baca : menyibak) terra incognita, dan bukan hanya america. Amerika sudah ditemukan dan dieksploitasi, tetapi terra incognita tampaknya masih menjadi bidang petualangan banyak orang--dan juga manusia "setengah diri" ini. Terra incognita (daerah asing yang belum terjamah) rupa-rupanya mengilhami banyak orang untuk berkarya, katakan saja Jules Verne dengan 20000 liga di bawah laut dan perjalanan ke pusat bumi, yang khayal dan memang khayal. Tetapi sebenarnya keingintahuan manusia untuk mencari apa yang tersembunyi memang sebuah animo yang besar dan menggoda. Setelahnya manusia perlu belajar tentang incognita dan konsekuensinya. Dalam kebutaan akan animo tadi, sang Hawa melanggar 'batas' incognita dengan mengambil apel Sang Pencipta,,, ups,,, pilihan incognita yang salah rupanya : karena ia melanggar batas ilahi.

Dalam pemahaman manusia "setengah diri", incognita memang tak berbatas dan terus ditelusuri untuk terus menyingkap hal-hal yang baru... Yang sulit dipahami ialah : selalu ada konsekuensi dalam setiap tindakan pencarian ini. Copernicus diasingkan dari komunitasnya sebagai manusia; Galileo dipaksa meninggalkan dunia ini dengan cap sosial yang baru bisa dicabut 400 tahun setelah kematiannya...

Lalu manusia "setengah diri" menjadi ragu untuk meneruskan perjalanannya... tetapi ia berpikir : bodohnya aku hidup, bila tidak menemukan bagian diriku yang lain... Manusia "setengah diri" berpikir : mungkin aku akan dikata oleh Kushner : Kamu memang tidak pernah belajar hidup dan menemukan hidup seperti Ecclesiastes--sang Pengkhotbah, yang menyuruh kita untuk menikmati masa muda dan segala makan-minum kita sambil menanti ganjaran yang akan kita dapatkan di akhir hayat kita.

Jadi, mau terus atau mundur? Tidak memilih? Itu pun juga artinya kita akan dibawa oleh hidup kita untuk menjumpai terra incognita dalam bentuk yang lain. Atau kita bangga dengan status quo? *Hoh, be alive young man!"

Manusia "setengah diri" menarik diri dan melepas penatnya di toilet. Hah,,, lega,,, tidak pernah selega ini. Ia siap sekarang.

Ref : Audioslave, Daniel Borstin, Jules Verne, Harold Kushner, Ecclesiastes, Genesis.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun