Adanya kasus Century berkembang dan mengembangkan pemikiran melangkah lebih jauh yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh masyarakat awam maupun pakar hukum ataupun tokoh-tokoh politik lebih-lebih yang duduk dilembaga Legislatif yakni " Dapatkah Presiden dan/atau Wakil Presiden RI diadili jika terlibat korupsi ?", kemudian "Lembaga mana yang berhak memprosesnya ?"
Dua pertanyaan tersebut tidak semudah yang dibayangkan oleh orang awam, karena pertanyaan demikian sudah melibatkan dua ranah, yakni ranah politik dan ranah hukum.
Dua ranah tersebut dapat sama seirama dan dapat juga saling berbenturan satu dengan lainnya, dapat terjadi ranah politik membenarkan sedangkan ranah hukum menyatakan ada cukup bukti keterlibatan Presiden dan/atau Wakil Presiden untuk diajukan ke pengadilan, sebaliknya ranah politik menyatakan Presiden dan/atau Wakil Presiden salah sedangkan ranah hukum menyatakan tidak cukup bukti untuk diajukan ke pengadilan.
Kalau kedua ranah tersebut menghasilkan ketetapan sama seirama yakni Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak bersalah atau sebaliknya pendapat yang ditetapkan Presiden dan/atau Wakil Presiden salah maka harus dipikirkan kelanjutan dari masing-masing pendapat tersebut antara ranah politik dan ranah hukum.
Ranah politik, dapat dipastikan akan terdapat 3 kubu, yakni 1. kubu pendukung, 2. kubu lawan dan 3. kubu absen (kubu ragu-ragu) kubu dalam hal ini tentunya kekuatan politik kubu pendukung Presiden dan Wakil Presiden sangat menentukan.
Proses-proses politik dapat terjadi didalam gedung atau diluar gedung Legislatif (DPR/MPR).
1. Proses politik di dalam gedung Legislatif :
Prosesnya diawali dari DPR melalui hak menyatakan pendapat dengan alasan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan perbuatan melanggar hukum berat dengan ancaman lebih dari 5 th. Penjara.
Usul hak menyatakan pendapat itu sekurang-kurangnya ditandatangani oleh 25 anggota dewan. Sebagai lembaga politik penentunya adalah kuorum.
Hak menyatakan pendapat harus diputus melalui paripurna DPR yang dihadiri minimal ¾ anggota dan disetujui ¾ anggota yang hadir. Jika disetujui selanjutnay dibentuk pansus.
Setelah pansus bekerja dan merekomendasi hasil kejanya maka rekomendasi pansus hak menyatakan pendapat, kembali dibawa dan/atau dibahas dalam sidang paripurna yang dihadiri minimal 2/3 anggota dan disetujui 2/3 anggota yang hadir. Bila kuorum tidak tercapai, maka penggunaan hak itu sudah berhenti sampai disitu saja alias mentok.
Meskipun kuorum tidak tercapai, tetapi hasil tersebut tetap harus dibacakan sebagai kehendak rakyat artinya memang rakyat tidak menghendaki masalah tersebut dilanjutkan alias harus berhenti sampai disini saja.
Bila kuorum tercapai dan menyatakan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah bersalah melakukan perbuatan pelanggaran hukum berat dengan ancaman 5 tahun lebih, maka hasil sidang paripurna DPR itu di bawa ke MPR untuk diproses lebih lanjut.
Bagaimana dengan peran Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yudikatif akan pasif kecuali ada permintaan/permohonan salah satu pihak atau kedua belah pihak yang mengajukan untuk diperiksa, baru Mahkamah Konstitusi bergerak/bertindak untuk mengadili.
2. Proses politik di luar gedung Legislatif :
Bisa terjadi masyarakat menjadi acuh tak acuh dan bosan, maka masyarakat tidak ambil peduli karena sudah putus asa dan masa bodoh saja buat apa posing-posing.
Tetapi dapat juga terjadi, lawan-lawan politik pemerintah kemudian menggerakkan masa pendukungnya dengan berbagai cara untuk melakukan domontrasi menjatuhkan kreditbilitas Presiden dan/atau Wakil Presiden dengan tak segan-segannya menyatakan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagai mahluk yang paling hina dan bahkan lebih hina dari hewan apapun di dunia ini atau mahluk yang paling hina dari seluruh mahluk ciptaan Tuhan, semuanya demi memperoleh dukungan masa.
Penghinaan-penghinaan demikian bukan tidak terencana, bahkan terencana dengan matang dan dapat terjadi akan memunculkan aksi-aksi teror yang melahirkan terorisme baru dengan alasan klasik demi rakyat dan demi keadilan atau demi tegaknya hukum.
3. Proses hukum.
Hukum yang selalu didengung-dengungkan persamaan hak dimuka hukum, tidak sepenuhnya benar, karena hukum itu sendiri telah membuat aturan-aturan yang memang diskriminatif.
Dalam praktek penegakkan hukum banyak kendala-kendala yang harus dihadapi oleh aparat penegak hukum, aparat penegak hukum tidak senaknya memeriksa seorang anggota DPR atau seorang menteri jangankan sebagai tersangka, sebagai saksipun harus mendapat ijin Presiden jadi berbeda dengan memeriksa orang biasa yang bukan pejabat.
Bagaimana dengan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Presiden dan/atau Wakil Presiden karena kedudukannya mempunyai hak paling istimewa di negara kita.
Belum ada Undang-undang atau aturan hukum acara yang mengatur tentang tata cara memeriksa dan mengadili Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Kedua pejabat tersebut dapat diadili setelah tidak menjabat lagi sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden dan itupun tergantung dari situasi dan kondisi.
Kesimpulan :
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak dapat diperiksa dan/atau diadili selama masih menjabat.