Dulu, saya pikir cuma YouTube yang 'restricted' dalam paket internet BlackBerry, di paket Full Service sekalipun. Seorang teman dekat yang sudah jauh lebih dulu menggunakan BlackBerry pernah menceritakan pengalamannya, iseng buka YouTube dan streaming video berdurasi pendek, pulsa utamanya melayang sekitar 20 ribuan. Durasi video pendek dalam benak saya kurang dari 1 menit. Lalu, berapa yang harus dikeluarkan untuk menonton sebuah video klip berdurasi 3-4 menit, atau 1 seri Upin & Ipin yang rata-rata berdurasi 21 menit?
Itu pertanyaan matematis yang sebenarnya tidak perlu dijawab, karena saya yakin tidak ada satupun pengguna BlackBerry di dunia, apalagi di Indonesia, yang rela membuang pulsa (baca: uang), cuma untuk streaming video via handset, tanpa memanfaatkan WiFi. Kecuali, pengguna baru yang samasekali tidak tahu, atau orang tolol. Tolol? Bukankah pengguna smartphone seharusnya lebih smart dari smartphone-nya? Entah, itu cuma asumsi.
Karena risih dengan notifikasi pop-up yang muncul hampir tiap jam itu, akhirnya saya coba menelpon operator untuk menanyakan kenapa saya bisa dapat notifikasi seperti itu. Dan yang menyedihkan, saya tidak bisa menelpon operator dari handset BlackBerry yang saya pakai... Masalahnya sederhana saja, BlackBerry yang saya gunakan tidak memiliki physical keyboard seperti umumnya handset BlackBerry. Ketika kita menelpon operator, kita pasti dihadapkan pada pilihan untuk menekan nomor-nomor tertentu sehubungan dengan keperluan kita. Dan itu tidak berfungsi di BlackBerry yang saya pakai, cuma ada nada sibuk sebagai gantinya.
Ah, gadget mahal tidak selalu bisa menolong... Ujung-ujungnya saya pakai nomor pribadi di ponsel lama untuk kembali menelpon operator. Memang, BlackBerry ini properti kantor, boleh dibawa pulang, sama seperti MacBook Pro yang bagi saya terlalu berat kalau harus selalu dibawa pulang setiap hari. Lagipula, tanpa koneksi internet, buat apa bawa laptop? Satu hal menyedihkan lagi, BlackBerry yang saya pakai pun tidak mendukung 'tethering'. Istilah umum dalam dunia Android untuk menjadikan ponsel sebagai modem/router.
Soal pop-up notification itu akhirnya operator saya bisa menjelaskan sebab-sebabnya, dan sangat masuk akal. Kenapa? Karena ternyata saya menggunakan aplikasi pihak ketiga yang tidak termasuk dalam paket internet BlackBerry Full Sevice. Lalu muncul pertanyaan, Full Service... Menyeluruh. Apanya yang menyeluruh, kalau pada prakteknya tetap saja penuh keterbatasan. Perlu diingat, saya tidak menyalahkan operator saya soal ini, mengingat operator seluler di Indonesia tidak lebih sebagai media formal penyedia layanan dari BlackBerry. Sedangkan sistemnya, itu urusan BlackBerry selaku penyelenggara paket BlackBerry Internet Service. Dan jangan pernah lupa, BlackBerry (sebelum BB OS 10 rilis) pada dasarnya tidak menjual handset, melainkan servis.
Apa yang bisa diharapkan dari BlackBerry, sebagai gadget, sebagai smartphone, sebagai perangkat kerja dan mungkin juga sebagai status sosial? Tidak pernah ada kebebasan dalam BlackBerry, kecuali harga yang tidak sebanding dengan fitur dan performanya.
Ahh... Mestinya saya bersyukur, bisa menggunakan BlackBerry tanpa perlu keluar uang sepeser pun untuk membelinya, juga tanpa perlu memikirkan dan membayar sendiri biaya langganan paket BlackBerry Internet Service. Tapi saya mungkin terlahir sebagai antagonis oposisi, yang suka mengkritik kekurangan yang sifatnya esensial, dalam hal ini teknologi. Saya tidak pernah berpendapat kalau BlackBerry diciptakan penuh kebebasan bagi penggunanya. Pendapat itu jauh lebih cocok ditujukan pada Android, sebagai teknologi dan gadget yang hampir tanpa syarat (kecuali Gmail, validasi akses ke Google Play, d/h. Android Market).
Dari keterangan operator saya, aplikasi pihak ketiga dikenakan biaya akses GPRS normal, Rp. 1,-/kb. Apa saja aplikasi pihak ketiga itu? Banyak sekali. Dua contohnya adalah Opera Mini dan WhatsApp messenger. Semua aplikasi yang tidak diciptakan oleh BlackBerry (atau dengan nama lama mereka; RIM - Research In Motion). Tapi Yahoo! Messenger tidak dikenakan biaya, alias termasuk dalam paket BlackBerry Internet Full Service. Kenapa WhatsApp tidak? Saya tidak tahu. Kenapa Opera Mini juga tidak, saya juga tidak tahu.
Akses internet melalui native browser (browser bawaan) BlackBerry? Ya, silakan tunggu sampai tua. Lambat. Bukan cuma pada native browser BlackBerry saja, hampir di semua native browser gadget dengan OS (sistem operasi) lainnya. Tapi mungkin Internet Explorer Mobile jaman Windows Mobile 6 yang paling parah... Itu yang pernah saya rasakan. Karena itu ada aplikasi browser lain dari pihak ketiga, yang bisa jauh lebih cepat, dan juga jauh lebih hemat biaya kalau tidak mau ambil paket berlangganan internet.
Pertanyaannya masih tetap sama; apa hebatnya BlackBerry, sebagai smartphone. Tidak peduli itu kelas Gemini dan Curve yang disegmentasikan menengah bawah (dengan harga yang overpricing), ataupun kelas Torch dan Bold yang disegmentasikan untuk kelas menengah atas (dengan fitur dan fungsi yang tidak jauh beda dengan kelas bawahnya).
Tapi bukan berarti BlackBerry samasekali useless. Terlepas dari BlackBerry Messenger, untuk perangkat kerja justru fitur email yang bisa dibilang sangat membantu. Tapi, selalu ada tetapi... Kalau soal pushmail, toh di gadget lain pun bisa. Bahkan, ponsel lama saya yang cuma bersistem operasi J2ME (JAVA) pun bisa. Perbedaannya, cuma soal kecepatan. Kalau di BlackBerry benar-benar pushmail dan realtime, di gadget lain sistemnya searching data terus menerus. Sekilas memang mirip pushmail, tapi agak sedikit berbeda. Email di BlackBerry standby, mirip SMS. Sedangkan di gadget lain, ada koneksi internet yang terus menerus menghubungi server email untuk mencari data.
Perbedaan lain, pushmail di gadget selain BlackBerry bisa di non-aktifkan, dengan sistem manual atau disetting beberapa menit atau beberapa jam sekali. Di BlackBerry? Itu default, tidak bisa dimatikan. Karena justru disitulah kelebihan BlackBerry yang dilupakan banyak orang; realtime pushmail. Masyarakat Indonesia justru menganggap kelebihan BlackBerry ada di BlackBerry Messenger... Kita tidak bisa kirim data atau file berukuran besar melalui pesan singkat tersebut. Masih lebih baik WhatsApp atau Yahoo! Messenger ketimbang BlackBerry Messenger yang tidak lintas platform.
Soal kecepatan, hampir semua pengguna BlackBerry punya pengalaman kurang menyenangkan sewaktu harus mereset, apalagi melakukan hard reset (cabut baterai). Saya bisa bikin mie instant sambil menunggu prosess reboot atau menghidupkan kembali perangkat BlackBerry yang saya pakai, mulai dari memasak air sampai mendidih, memasukkan mie sampai siap dihidangkan, dan masih menunggu perangkat BlackBerry itu mencari sinyal. Selambat-lambatnya proses reboot Windows Mobile yang sudah ketinggalan jaman, proses reboot di BlackBerry sungguh membosankan bagi mereka yang terbiasa dengan kecepatan dalam mengaktifkan perangkat mobile. Dulu, saya pikir itu cuma terjadi di BlackBerry tipe lama. Ternyata tidak.
Sekali lagi, bukan berarti BlackBerry samasekali tidak memiliki kelebihan. Setiap gadget pasti selalu punya kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri. Sebagai contoh; saya penggemar Sony Ericsson seri Walkmanphone (W), dan saya tau pasti kalau kualitas gambar/video dari kamera Walkmanphone tidak bisa diandalkan, sekalipun seri hi-end. Itu saya tau pasti, karena Walkmanphone didesain dan diciptakan khusus untuk musik. Kalau soal kualitas gambar yang bagus, Sony Ericsson mengkhususkan diri di seri Cybershoot (C). Jadi, jangan pernah berharap bisa menghasilkan gambar yang bagus dengan Walkmanphone, kecuali dengan trik khusus.
BlackBerry pada awalnya memang didesain dan diciptakan untuk bisnis, para pekerja kantoran. Bukan untuk perorangan, apalagi untuk kepentingan hiburan atau multimedia dan entertaintment. Oke, secara umum memang bisa. Tapi tidak secara khusus. Jadi, jangan kecewa dengan BlackBerry kalau ternyata gadget ini tidak mampu menjadi teman yang handal dalam urusan musik, video, browsing dan streaming, juga manajemen data yang sistematis. Sebagai pengguna Sony Ericsson yang terbiasa dengan file manager yang sangat teratur, juga pengguna Windows Mobile yang manajemen file-nya mirip Windows versi desktop, bagi saya manajemen data BlackBerry termasuk membingungkan.
And so, kebebasan seperti apa yang ada dalam BlackBerry? Kalau bebas chatting di BlackBerry Messenger disebut kebebasan, dan kirim/terima email dengan attachment besar juga dianggap kebebasan... Bagi saya itu jauh dari kata bebas. Bebas adalah tidak ada batasan, tidak ada larangan dan tidak ada syarat mengikat. Paket internet biasa di ponsel biasa malah justru jauh lebih bebas, bisa akses semua hal termasuk streaming video di YouTube, bahkan upload kalau mau... Selama perangkat tersebut kuat dan mendukung upload file ukuran besar. WiFi di BlackBerry pun tidak bebas. Jangan harap bisa terkoneksi ke WiFi tanpa pernah mengambil paket data BlackBerry Internet Service, dan masih aktif.
Baik dan buruk itu relatif. Tergantung kebutuhan. Hanya satu perlu diingat soal BlackBerry, semasih bernama Research In Motion, tidak pernah diciptakan, juga tidak didesain untuk multimedia entertainment yang seba bisa. BlackBerry itu perangkat bisnis, dengan segmentasi pengguna para pekerja kantoran, koorporate atau perusahaan. Jadi, terima saja kalau ada orang bilang BlackBerry overpricing dan miskin aplikasi bagus.
_____
Surabaya Timur, 23 Maret 2013
Djatmiko Xv; pengguna BlackBerry karena faktor pekerjaan, sempat pernah punya BlackBerry juga tapi akhirnya dibarter kembali dengan Windows Mobile jadul. Masih lebih suka memakai ponsel biasa karena lebih simple, tapi sering memprovokasi teman dan saudara untuk beli perangkat berbasis Android.