Mohon tunggu...
KOMENTAR
Horor

Ibu Malam Part 15: Pedang Legendaris dan Api Penghancuran: Pertempuran di Kota Asmara

10 September 2024   23:41 Diperbarui: 10 September 2024   23:48 44 0

Ketika Sinta diculik oleh Ibu Malam, ketegangan memuncak di antara kawan-kawan yang tersisa---Raka, Bagas, dan Saskia. Namun, di tengah kekacauan itu, Johan, dengan kecerdikannya yang sering tidak disadari orang lain karena sifat kocaknya, memutuskan untuk mengambil langkah berani. Dia meninggalkan teman-temannya secara diam-diam, mengikuti jejak Ibu Malam yang membawa Sinta ke arah yang tidak diketahui.

Johan, dengan langkah hati-hati dan mata yang tajam, memperhatikan setiap detail di sekitarnya untuk tidak kehilangan jejak. "Ini untuk kamu, Sinta," gumamnya, seraya berharap bisa menyelamatkan gadis yang diam-diam ia cintai.

Sementara itu, Raka, yang merasa bertanggung jawab atas keselamatan Sinta, mengambil keputusan untuk mengikuti jejak mereka melalui sungai yang mengalir dekat dengan lokasi penculikan. Dengan tergesa-gesa, ia melepas bajunya dan menyembunyikannya di balik semak-semak dekat tepi sungai, memastikan bahwa pakaian itu tidak akan ditemukan atau terbawa arus.

"Kamu yakin dengan ini, Raka?" tanya Saskia, khawatir.

Raka menatap Saskia, matanya penuh tekad. "Ini cara tercepat untuk sampai ke istana. Aku harus menyelamatkan Sinta."

Saskia mengangguk, memberikan dukungan meskipun rasa cemas terus menggelayuti hatinya. "Hati-hati, Raka. Aku tahu kamu bisa melakukannya."

Raka lalu melompat ke dalam sungai, memulai perenangan yang penuh resiko. Airnya dingin dan arusnya kuat, tetapi tekadnya untuk menyelamatkan Sinta membuatnya tidak merasa takut.

Tidak lama kemudian, di tengah perjalanannya, Raka bertemu dengan makhluk yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya---buaya jadi-jadian yang menjaga Istana Kota Asmara. Makhluk itu sangat besar, dengan kulit yang keras seperti baja dan jari-jari yang tajam mirip jari dinosaurus. Mata buaya itu merah menyala, penuh dengan niat membunuh.

Menurut legenda lokal yang pernah didengar Raka, buaya jadi-jadian ini adalah penjaga setia Istana Kota Asmara, diciptakan oleh penyihir kuno untuk melindungi istana dari penyusup. Hanya dengan kecerdikan dan keberanian yang luar biasa, makhluk ini bisa dikalahkan.

Saat buaya itu meluncur ke arahnya dengan mulut yang terbuka lebar, Raka cepat-cepat mengambil batu besar dari dasar sungai dan melemparkannya ke mata buaya tersebut. Buaya itu mengaum kesakitan, memberi Raka kesempatan untuk menyerang bagian bawah lehernya, titik lemah yang ia ketahui dari cerita-cerita lama.

Dengan beberapa pukulan yang terarah dan kuat, Raka berhasil mengalahkan buaya jadi-jadian itu, yang roboh ke sungai dengan suara gemuruh. Nafas Raka terengah, tetapi ia tidak punya waktu untuk beristirahat. Ia segera berenang ke tepi sungai, mencapai Istana Kota Asmara, di mana ia menemukan Johan yang sedang berusaha menyelamatkan Sinta.

Sinta, yang terbaring lemah di pinggir sungai, tersenyum lemah saat melihat Raka. "Kamu datang," katanya dengan suara serak.

Raka tersenyum, lega melihat Sinta selamat. "Selalu," jawabnya sambil membantunya berdiri.

Johan, yang masih memakai kostum Cakil, berkomentar dengan nada ringan, "Hebat juga kamu, Raka. Berenang sambil melawan buaya, kayak di film aksi saja."

Raka hanya mengangkat bahu. "Apa pun untuk Sinta."

Mereka semua kemudian memutuskan untuk membakar Istana Kota Asmara sebagai simbol perlawanan mereka terhadap Ibu Malam. Sinta dan Raka bersama-sama mengumpulkan kayu bakar, sementara Johan terus mengeluarkan candaan untuk meringankan suasana.

Setelah istana terbakar, mereka berlari menjauh dari api. Dari kejauhan, Bagas dan Saskia yang melihat asap mendekat dengan tergesa-gesa. Saskia berlari ke arah Raka dan memeluknya erat, lega melihat suaminya selamat. Raka membalas pelukan itu, namun matanya terpejam, membayangkan betapa dekatnya mereka semua dengan kematian.

Namun, tawa Ibu Malam yang mengejek dari kejauhan membuat mereka semua membeku. "Besok pagi, kalian semua akan mati," ucapnya, suaranya menggema di antara reruntuhan istana yang masih menyala.

Raka, Bagas, Saskia, Johan, dan Sinta berdiri berdampingan, menatap reruntuhan itu, bersiap untuk menghadapi hari esok yang mungkin akan menjadi pertarungan terakhir mereka.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun