Ya ampun, pekak rasanya telinga ini mendengar teriakan histeris para remaja begitu Patrick Monahan, sang vokalis Train, muncul di kegelapan panggung Epicentrum Walk, Jakarta, Senin malam, 5 Desember 2011. Jeritan dan teriakan “I love you Patric!” semakin membuat telinga saya mendengung tatkala sang vokalis berjalan di tepi panggung, mendekati penonton. Ketika lagu mulai melantun, maka serentak sebagaian anak-anak muda itu ikut bernyanyi.
Saya sendiri lupa lagu apa yang pertama dinyanyikan di pertunjukan yang tiket festifalnya dijual seharga 450 ribu tersebut (entah berapa harga tiket VIP, itu tidak penting). Namun saya menikmati juga lagu-lagu yang mereka sajikan. Nuansa pop-rock mereka begitu terasa, dan tentunya cocok sekali untuk para penonton yang mayoritas para gadis belia. Selain para gadis abege, ada juga beberapa remaja pria, dan salah-seorang dari mereka cukup beruntung karena mendapatkan gitar akustik yang ditandatangani Patrick.
Para remaja ini betul-betul terhanyut dalam irama lagu yang rata-rata cukup menghentak. Sebagian menggoyang-goyangkan badan sambil menaikkan tangan mereka ke atas mengikuti irama, sebagian lagi menggoyang-goyangkan kepala mereka. Mereka juga menikmati ulah si Patrick yang sangat komunikatif. Sambil bernyanyi kadang dia memotret penonton atau meminjam kamera dari kamerawan untuk mengabadikan para penonton.
Sebetulnya, selain para abege, ada juga beberapa orang dewasa yang menonton, termasuk saya, istri saya, dan teman kami. Jadi cukup beragam juga penontonnya. Ada yang muda, ada yang tua, ada yang rambutnya dicat, ada yang berjilbab, ada yang berkacamata, ada yang berkulit kuning, ada yang sawo matang, dan ada juga yang berkulit putih. Semua menikmati suguhan yang sama, semua menikmati musik bersama-sama. Beberapa malah ikut menyanyi bersama. Kebanyakan para abege ini hafal lagu-lagu yang disajikan Train ini.
Begitu Train menyanyikan lagu terbaru mereka - Hey, Soul Sister – Patrick mengundang secara spontan beberapa penonton, para gadis belia, untuk bernyanyi bersama di panggung. Tentu saja para gadis belia ini berebut, tapi tentunya para bodyguard dengan sigap mengatur, sehingga ada lah sekitar 20 orang gadis yang beruntung bisa menyanyi dan bergoyang bersama Patrick, plus mendapatkan kaos.
Sebelumnya, seorang remaja putri yang berkaca mata berkesempatan bernyanyi berdua dengan Patrick. Dia hafal lagu yang disajikan, dan dia begitu menikmati kesempatan tersebut. Dia bernyanyi sambil ajrut-ajrutan. Sementara itu, beberapa temannya berteriak histeris menyebut nama si gadis sambil menyebut “oh my God .... oh my God ....”. Itulah remaja ..... normal.
Patut diakui bahwa penampilan Train sangat menghibur. Musiknya bisa diterima semua kalangan, baik tua maupun muda. Namun bagi kami, yang sudah jauh dari usia remaja belasan tahun, rasanya pasti akan bisa lebih menikmati jika para abege yang menonton tidak berteriak-teriak keras. Berdengung telinga kami ini ..... hehehe ..... “Salah sendiri si oom dan si tante ini, ngapain mau berdesak-desakan dengan kami,” barangkali begitulah jawaban para abege jika mereka membaca tulisan ini.
Tadinya saya dan istri memang diajak teman kami menonton pertunjukan musik ini, sekalian mengajak putra sulung kami yang juga masih abege. Namun dia tidak bisa pergi karena besoknya ada ulangan fisika. Akhirnya kami pergi bertiga dengan seorang kerabat. Di tempat pertunjukan kami bertemu dengan sepasang suami-istri yang merupakan sahabat kami, yang membelikan tiket pertunjukan tersebut. Jadilah kami berlima sebagai anomali di pertunjukan itu.
Oiya, teman kami yang membelikan tiket pertunjukan tersebut adalah orang Kanada, dan dia juga ternyata sangat menikmati lagu-lagu yang disajikan band pembuka. “The opening band, the local one, is good, too,” kata sang teman tersebut. Ya, memang bagus penampilan Aditya (pelantun lagu "Be Mine") yang membuka pertunjukan malam itu, apa lagi salah seorang pemain keyboard band pembuka tersebut adalah Andy Ayunir.