Saya berkesempatan mengunjungi pulau tersebut tiga tahun lalu, setelah terjadi kerusuhan antar warga yang membumihanguskan sebagian besar rumah warga di kampung tersebut. Dari Pelabuhan Tulehu di Pulau Ambon, sayalangsung menuju pelabuhan Pelauw dengan waktu tempuh sekitar satu seperempat jam. Asap masih terlihat mengepul ketika mendarat di pelabuhan, dan langsung disambut aparat desa setempat. Setelah berkoordinasi, saya langsung meninjau lapangan dan nampak puing-puing tersisa pasca kebakaran akibat kerusuhan tersebut. Nyaris kampung tersebut rata dengan tanah, namun di tengah kepungan puing tersebut, masih tegak berdiri sebuah masjid adat tanpa tersentuh api sedikitpun.
Perjalanan dilanjutkan kembali ke arah pantai, ternyata di situ terdapat sebuah bangunan peninggalan Belanda bernama Benteng Hoorn yang dibangun pada tahun 1743, untuk menjaga wilayah sekitar Ambon dan Pulau Seram dari serangan musuh. Ukurannya kecil, lebih mirip pos penjagaan, namun masih kokoh berdiri dan terawat dengan baik. Selain itu masih terdapat meriam ukuran sedang yang tersisa di salah satu sudut benteng walaupun sudah tidak aktif lagi. Benteng ini menjadi saksi sejarah hidupnya pulau ini di masa lalu, yang redup pasca penjajahan Belanda ditandai dengan banyaknya penduduk yang hijrah ke Pulau Ambon dan menjadi orang terkenal di sana.
Di sebelah barat benteng, tak jauh dari pelabuhan terdapat mata air yang saat ini digunakan sebagai kolam renang dan tempat mandi cuci. Tampak anak-anak sedang berenang dan loncat indah dengan wajah riang gembira, pertanda kolam ini sebagai satu-satunya hiburan bagi mereka. Rasa airnya tawar padahal dekat sekali dengan pantai, sehingga menjadi sumber kehidupan warga setempat yang hidupnya bergantung pada cuaca laut. Ciri-cirinya adalah ikan sebagai makanan pokok disertai dengan Papeda sebagai nasinya. Sungguh nikmat rasanya karena ikannya baru sekali mati, istilah orang sana untuk ikan segar, dibanding ikan di Jakarta yang sudah berkali-kali mati alias disimpan di freezer sebelum dimakan.
Demikian sekilas nostalgia perjalanan ke sebuah kampung yang telah menghasilkan puluhan orang terkenal di negeri ini. Sayangnya banyak dari mereka seakan sudah lupa kampung halaman, melihat kondisi kampungnya yang kurang terawat dan penuh dengan konflik horizontal, antara kaum tradisional yang masih mempertahankan adat istiadat dengan kaum moderat yang sudah tersirami budaya asing. Ciri kaum tradisional terlihat dengan pakaian adat yang masih tampak nuansa Hindu Bali, karena konon sebagian leluhur mereka berasal dari Pulau Lombok dan menganut agama Hindu sebelum Islam masuk ke pulau ini.