Jerman sangat mudah menang bila bertemu tim dengan karakter menyerang seperti Brasil dan Portugal atau tim lemah seperti Arab Saudi dan Australia pada PD 2002 dan 2010. Namun begitu bertemu tim dengan pressing tinggi, Jerman terlihat kewalahan. Masih belum hilang dari ingatan Piala Dunia 2010, ketika Jerman yang difavoritkan melaju ke final setelah menghajar tim dengan pola agresif seperti Inggris 4-1 di perdelapan final dan Argentina 4-0 di perempat final, takluk 0-1 oleh Spanyol yang memainkan pressing ketat dengan memerintahkan 2-3 pemain untuk mengerubungi pemain Jerman yang sedang memegang bola, sehingga tampak kebingungan hendak dioper ke mana. Hampir sama ketika di babak grup ketika bertemu Serbia, Jerman kalah 1-0 dan susah payah mengalahkan Ghana juga dengan skor 1-0.
Begitu pula pada Piala Dunia 2014, Jerman kesulitan mengalahkan Ghana dan AS di babak penyisihan grup, serta memerlukan perpanjangan waktu untuk mengalahkan Aljazair dan sedikit tertekan ketika melawan Perancis karena mereka menerapkan taktik pressing ketat ketika melawan Jerman. Pemain Jerman seperti gugup ketika ditekan oleh 2-3 pemain di depannya. Pengawalan ketat membuat pemain Jerman nyaris frustasi, dan hanya staying power-lah yang menyelamatkan Jerman dari kekalahan. Penampilan kiper Neuer yang semakin membaik juga turut andil dalam mencegah bobolnya gawang Jerman setelah bertindak sedikit ceroboh ketika melawan Ghana. Beberapa kali Neuer membuat penyelamatan gemilang, salah satunya mentip tendangan Benzema di menit akhir injury time babak kedua yang nyaris membuat pertandingan berlanjut ke babak perpanjangan waktu.
Jadi bagi Sabella, satu-satunya jalan untuk merebut Piala Dunia untuk ketiga kalinya buat Argentina adalah bermain pressing ketat seperti yang dilakukan seniornya dulu saat final Piala Dunia 1990 menghadapi lawan yang sama. Jerman (Barat) saat itu sulit keluar dari pressing Argentina walaupun sudah bermain dengan 9 orang karena kartu merah, dan hanya penalti Brehme-lah yang menerbangkan Piala Dunia ke Jerman. Empat tahun sebelumnya Argentina nyaris dibawa ke perpanjangan waktu setelah sempat unggul 2-0, kemudian berhasil disamakan skor menjadi 2-2, dan baru bisa dituntaskan sang fenomenal Maradona menuntaskan lari sejauh 65 meter melewati 5 pemain sebelum menceploskan bola ke jala Schumacher di menit ke-86.
Pressing ketat akan membuat pemain Jerman frustasi dan rentan membuat kesalahan oper yang akan memudahkan pemain Argentina merebut bola dan mengendalikan permainan. Setelah permainan dikendalikan, tinggal menunggu momen untuk mencetak gol, baik melalui serangan balik atau memanfaatkan bola mati akibat kesalahan yang dibuat pemain lawan karena rasa frustasi tadi. Bermain menyerang hanya akan menjadi bumerang bagi Argentina seperti terjadi pada PD 2010 dimana terjadi pembantaian 4-0 oleh lawan yang sama dengan materi pemain yang hampir sama pula. So, kita lihat strategi apa yang digunakan Sabella hari Minggu malam, mengingat Loew sepertinya tidak akan mengubah strategi bermain kolektif yang ditunjukkan pada enam pertandingan sebelumnya. Memang pertandingan dengan pressing ketat menjadi tidak menarik, tapi apa boleh buat, demi gelar juara, meminjam strategi Mourinho, apapun bisa dilakukan, tidak peduli apakah pertandingan jadi membosankan atau tidak.